Share

6. Delapan bulan

Akhirnya, delapan bulan pun tiba. Waktu yang dinanti-nanti karena sebentar lagi anak Ayu akan segera lahir. Usia kehamilan Ayu saat ini sudah sembilan bulan.

Saat aku dan Mas Ilham berkunjung ke rumahnya, Ayu mengatakan jika dari hasil laboratorium, hitungan kelahirannya tinggal dua minggu lagi.

Dan untuk saat ini, aku dan Mas Ilham berencana untuk bepergian dengan alasan Mas Ilham ada kerjaan di luar kota. Ibunya Mas Ilham yang memang menjadi sering ke rumah bahkan sampai menginap, begitu menyayangkan rencana kepergian kami.

Di depan pintu rumah, Mas Ilham sudah membawa koper karena kami memang berniat lama tinggal di luar kota sambil menunggu kelahiran Ayu. Saat ini aku dan Mas Ilham hendak pergi, namun ibu masih berusaha menahan.

"Sela.. kamu yakin mau ikut Ilham ke luar kota, Nak ? Usia kehamilan kamu 'kan sudah delapan bulan. Perut kamu sudah semakin besar dan semakin harus penuh penjagaan. Kamu disini aja ya, sama ibu ?"

"Maaf ya, Bu. Sela gak bisa jauh dari Mas Ilham. Untuk saat ini, Sela malahan ingin terus Mas Ilham ada didekat Sela. Mungkin, ini bawaan dari bayi, Bu."

"Ibu tenang aja, Bu. Ilham akan minta teman Ilham untuk nemenin Sela di sana Agar Sela ada yang menjaga disaat aku pergi kerja," ucap Mas Ilham.

Ibu terlihat menghela nafas.

"Ya sudahlah jika memang itu keputusan kamu. Tapi beneran ya, kamu harus hati-hati ?" pinta Ibu.

Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Yaudah, Bu. Kalo gitu aku dan Sela mau berangkat sekarang ya ?" ucap Mas Ilham.

"Iya, kalian hati-hati ya."

Aku dan Mas Ilham pun menyalami tangan ibu untuk segera pergi. Kami berencana akan pergi ke sebuah villa milik Mas Ilham. Sebelum ke Villa, kami pergi dulu ke rumah Ayu untuk menjemput Ayu dan ibunya.

Jauh-jauh hari, kami sudah menyiapkan perlengkapan untuk lahiran Ayu. Kami sudah merencanakan, Ayu mesti lahiran di rumah sakit mana.

Kami juga sudah menyiapkan perlengkapan untuk bayinya nanti. Aku dan Mas Ilham sudah membeli pakaian dan segala keperluan untuk Ayu dan bayinya nanti.

Untuk sementara, Ayu dan ibunya akan tinggal bersama aku di Villa. Mereka juga sudah tahu rahasia kami. Untungnya, Ayu dan ibunya mau membantu aku dan Mas Ilham dalam mempertahankan rumah tangga ku dengan ikut menutupi rahasia ini.

*****

Sesampainya di rumah Ayu, sebelum turun dari mobil, aku melepaskan bantal yang terpasang di depan perutku.

"Mana sini aku bantu lepasin." Ucap Mas Ilham dalam mobil.

Akupun membiarkan Mas Ilham melepaskan tali bantal yang mengikat di belakang punggungku.

"Risih banget aku pake bantal ini terus, Mas."

"Sebentar lagi kamu gak akan kayak gini terus, Sayang. Sebentar lagi. Tinggal menunggu beberapa minggu lagi."

Setelah itu, Aku dan Mas Ilham turun dari mobil. Aku melihat Ayu dan ibunya sudah ada di depan pintu rumahnya dengan membawa tas besar.

Ayu dan ibunya sudah kami hubungi sejak awal agar mereka ikut kami ke Villa. Mereka juga sudah tahu semua rencana kami.

*****

Mas Ilham membawakan tas besar milik Ayu yang mungkin berisi pakaian Ayu dan pakaian ibunya.

Sedangkan, aku menuntun Ayu menuju mobil, di usia kehamilannya yang sudah besar, aku takut dia terpeleset atau jatuh.

Sesekali aku melihat pada perutnya yang semakin membesar, membayangkan seandainya aku bisa juga hamil sepertinya.

Ibunya Ayu sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil. Sedangkan, Mas Ilham masih ada dibelakang kami sambil membawakan tas milik Ayu.

"Apa selama ini kamu banyak keluhan, Yu ?" tanyaku sambil menuntunnya menuju mobil.

"Cuman kadang keram aja, Bu."

"Yaudah, pokoknya, kalo ada apa-apa kamu hubungi aku aja, ya ?"

"Iya, Bu."

"Aku pengen banget deh, Yu. Bisa ngerasain mengandung kayak kamu. Aku ingin tahu bagaimana rasanya menjadi seorang ibu." Lirihku.

Aku lihat Ayu hanya tersenyum kecil.

"Kita berbeda, Ya, Bu. Seandainya saya menikah, saya pasti juga senang dengan kehamilan ini, Bu. Ibu beruntung sekali memiliki suami seperti Pak Ilham, ia selalu menemani ibu dalam keadaan apapun."

Aku tersenyum menanggapinya.

"Iya, Yu. Alhamdulillah.. aku berdoa, semoga kamu juga mendapatkan laki-laki yang baik, ya."

"Aamiin, Bu."

*****

Sudah satu minggu, Ayu dan ibunya tinggal bersama kami di Villa. Namun, tak pernah aku sangka jika kali ini Ayu sudah waktunya melahirkan. Padahal, harusnya dia melahirkan dalam waktu satu minggu lagi.

Kami begitu panik. Mas Ilham yang tengah kerja di kantor, terpaksa meminta ijin untuk segera pulang.

Di rumah sakit, Aku merangkul bahu ibunya Ayu yang menangis dan begitu panik.

Namanya juga seorang ibu, beliau pasti takut terjadi sesuatu hal pada putri satu-satunya itu. Apalagi, ibunya Ayu pernah mengatakan jika mereka hanya tinggal berdua. Ayahnya Ayu sudah meninggal dua tahun yang lalu.

Mas Ilham duduk disampingku. Kami sudah menunggu sekitar lima jam, namun Ayu masih belum juga melahirkan. Bagaimanapun, aku juga ikut panik. Aku takut Ayu dan anaknya kenapa-kenapa.

"Kita berdoa saja semoga Ayu bisa lancar melahirkannya ya, Bu," ucapku masih sambil merangkul bahu ibunya Ayu.

Sudah tujuh jam kami menunggu, Ayu masih tak kunjung melahirkan. Aku dan Mas Ilham juga ibunya Ayu pun memilih untuk pergi dulu ke mushola untuk shalat isya dan untuk berdoa agar persalinan Ayu lancar.

Setelah selesai, kami kembali ke rumah sakit. Setelah sekitar satu jam menunggu lagi, tak lama terdengar suara tangisan bayi dari ruangan Ayu melahirkan. Dokter yang membantu persalinannya pun keluar dan mengabarkan jika bayi Ayu sudah lahir.

"Alhamdulillah... " ucap kami bersamaan. Kami bertiga pun diperbolehkan masuk untuk melihat Ayu dan bayinya.

*****

"Yu, bayi kamu cantik sekali," ucapku sambil mengelus-elus pipi bayinya Ayu.

"Apa benar ibu Sela dan Pak Ilham mau merawat bayi saya ?" tanya Ayu.

Aku melihat pada Mas Ilham, ia memberikan sebuah senyuman kecil.

"Iya, Yu. Aku dan Mas Ilham benar-benar akan merawat bayi kamu."

"Terimakasih ya, Pak, Bu. Saya titip anak saya pada bapak dan ibu. Saya percaya, anak saya akan baik-baik saja jika bersama bapak dan ibu."

"Iya, Yu. Saya akan berusaha menyayangi anak kamu."

"Ibu juga terimakasih sama Nak Sela dan Nak Ilham." Ucap ibunya Ayu yang ada di sebelahku. Aku dan Mas Ilham tersenyum.

"Iya, Bu. Sama-sama. Saya dan Mas Ilham juga berterimakasih pada ibu dan Ayu, karena Ayu dan ibu sudah mau membantu kami dalam rencana kami ini. ya 'kan Mas ?"

Mas Ilham mengangguk sambil tersenyum.

"Iya, Sayang. Iya, Bu, Ayu, kami bener-bener berterimakasih. Saya tidak mau menikah lagi dengan perempuan lain, apalagi mesti harus berpisah dengan istri saya. Berkat ibu dan Ayu, pernikahan kami masih baik-baik saja hingga saat ini," ucap Mas Ilham.

Setelah itu, Mas Ilham mengadzani bayinya Ayu. Tak pernah menyangka, jika Ayu dan ibunya juga menyerahkan pada kami dalam memberikan nama untuk anaknya Ayu. Aku dan Mas Ilham pun sepakat untuk memberi nama pada anak Ayu dengan nama ZAHRA.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status