Share

8. Zahra

Beberapa minggu ini aku tidak pergi ke butik. Aku fokus untuk merawat Zahra di rumah. Rasanya, aku sudah merasa seperti seorang ibu berkat kehadiran Zahra.

Aku terus memangku Zahra sambil memberinya susu formula. Tapi, kali ini Zahra terus menangis. Susu formula yang aku kasih juga terus terbuang kembali dari mulutnya.

Aku benar-benar merasa panik dengan keadaan Zahra.

"Ya Allah, Zahra... Kamu kenapa, Nak ? Mamah jadi bingung kalo kamu nangis terus seperti ini.

Karena sangat panik, aku memutuskan untuk menelpon Mas Ilham. Aku mengambil handphone-ku yang disimpan di atas laci kamar. Aku langsung menelpon Mas Ilham.

Panggilan terhubung.

[Ada apa, Sayang ? Aku lagi kerja] ucap Mas Ilham di balik telpon.

"Zahra, Mas. Zahra nangis terus, aku bingung mesti gimana. Di kasih susu formula juga terus dimuntahkan lagi."

[Yaudah... Kamu lebih baik panggil dokter aja ke rumah ya, aku 'kan masih belum bisa pulang, Sayang.]

Benar kata Mas Ilham, aku sampai tidak kepikiran saking paniknya.

"Iya, Mas, kamu benar. Aku akan segera panggil dokter."

Setelah selesai menelpon Mas Ilham, aku langsung menelpon dokter yang biasa kami panggil. Setelah sekitar setengah jam, dokter Andre pun datang dan memeriksa Zahra yang masih terus menangis.

"Ini biasa terjadi pada bayi, Bu. Biasanya jika seperti ini, dia tengah rindu pada seseorang, Bu."

Mendengar itu, aku langsung berpikir. Mungkin Zahra rindu pada ibunya kandungnya, yaitu Ayu.

*****

Aku pun menghubungi Ayu agar mau datang ke rumah. Untungnya, Ayu bisa datang ke rumah.

"Zahra sepertinya kangen sama kamu, Yu," lirihku sambil melihat Ayu yang kini sudah memangku bayinya sambil duduk diatas tempat tidur.

Semenjak Ayu memangkunya, Zahra jadi tidak menangis lagi.

Karena Zahra terus memuntahkan susu formula yang aku berikan, aku juga terpaksa membiarkan Ayu menyusui bayinya dengan ASI-nya. Meskipun aku tahu, Zahra bisa saja jadi kecanduan. Tapi apa boleh buat, daripada Zahra tidak menerima asupan sama sekali.

"Zahra sudah tidak menangis lagi, Bu," ucap Ayu sambil melihat ku setelah selesai menyusui Zahra.

"Iya, Yu. Makasih ya, kamu udah mau datang ke sini."

"Gak papa, Bu. Demi anak saya, apapun akan saya lakukan. Kalo Zahra kenapa-kenapa, ibu tinggal hubungi saya lagi aja ya, Bu."

"Iya, Yu. ... Oh, Iya, kamu masih kerja jadi assisten rumah tangga, Yu ?" tanya ku. Selama ini yang aku tahu, Ayu kerja sebagai asisten rumah tangga di rumah orang lain.

"Masih, Bu."

"Eum.. kalo aku nempatin kamu di butik aku, kamu mau gak ? Soalnya, sekarang aku 'kan mau fokus untuk urus Zahra."

"Emangnya boleh, Bu ?"

"Kalo kamu mau."

"Saya mau, Bu. Tapi... Saya takut tidak bisa dengan pekerjaan butik. Selama ini, Saya belum pernah pengalaman di butik, Bu."

"Kamu tidak usah khawatir soal itu, pegawai aku yang lainnya aku akan ajari kamu," ucapku.

Aku merasa cukup percaya pada Ayu. Aku juga ingin membantu perekonomiannya tanpa membuatnya tersinggung. Bisa saja aku tinggal mengasih uang secara cuma-cuma, namun aku takut nanti Ayu malah merasa dikasihani.

"Terimakasih, Bu. Ibu sangat membantu saya."

"Tidak masalah, Yu. Kamu juga sudah banyak membantu aku. Aku juga berterimakasih sama kamu, karena kamu mau sama-sama menjaga rahasia aku dan Mas Ilham.

"Iya, Bu. Sama-sama."

*****

Tak lama ibunya Ilham datang ke rumah. Sela dan Ayu saling bertatap panik dengan kedatangan ibunya Ilham.

"Yu, ada mertua aku. Kalo dia lihat kamu ada disini, nanti dia akan curiga." Ucap Sela panik.

"Iya, Bu. Saya mesti gimana ?"

"Eu- kamu coba sembunyi aja di kamar mandi yang ada di kamar aku."

Ayu dengan cepat menaruh Zahra kembali ke atas tempat tidur. Ia baru saja berdiri, tapi ibunya Mas Ilham tiba-tiba sudah lebih cepat masuk ke pintu kamar Sela yang tadi sudah terbuka.

Jantung Sela benar-benar terasa berdebar kencang. Ia melihat pada ibu mertuanya yang nampak heran melihat pada Ayu yang ada di dalam kamarnya.

Sambil masuk ke dalam kamar, ibu Tari menatap heran dengan keberadaan Ayu.

"Sela, siapa ini ?" tanyanya heran.

Sela menghela nafas berusaha tenang.

"Ini, Ayu, Bu. Teman aku," ucap Sela.

Ayu mengulum senyum. Lalu, ia menjulurkan tangannya untuk menyalami ibunya Ilham.

"Saya, Ayu, Bu," ucapnya setelah selesai menyalami. Sedangkan, ibunya Ilham manggut-manggut sambil tersenyum.

"Oh.. temannya Sela ?"

"Iya, Bu. Ayu kesini untuk ingin menengok Zahra katanya." Jawab Sela.

"Oh gitu.. ibu kesini juga sudah kangen sama cucu ibu. Zahra-nya lagi tidur ternyata," ucapnya sambil sejenak melihat pada Zahra yang sudah terlelap tidur di tempat tidur.

"Eum.. yaudah, kalo begitu, saya mau pamit dulu.." ucap Ayu.

Ibu Tsri kembali melihat pada Ayu, dan tiba-tiba saja bola matanya merasa tertarik untuk melihat pada baju Ayu yang basah di bagian dadanya. Ibu Tari menatap heran, ia menganggap jika basah yang ada di bajunya itu, terlihat seperti ASI yang mengering .

"Eum.. maaf Nak, apa kamu juga punya bayi, itu di baju kamu basah seperti ASI ?"

Lagi-lagi jantung Sela terasa berhenti berdetak untuk beberapa detik. Rasanya dia benar-benar merasa kaget. Ia baru menyadari jika terdapat bekas ASI di baju Ayu.

Begitupun Ayu, mendengar itu Ayu langsung gugup.

"Eu.. "

"Iya, Bu. Ayu juga punya bayi. Tadi, aku minta dia buat berbagi ASI-nya untuk Zahra. Soalnya, Zahra enggak mau terus Saat di kasih susu formula," ucap Sela membantu Ayu.

"Ah, iya, Bu. Saya juga sedang punya bayi," ucap Ayu.

"Aduh.. kalo gitu terimakasih ya, Nak Ayu sudah mau berbagi ASI untuk cucu ibu."

Ayu mengulum senyum.

"Iya, Bu. Tidak apa-apa."

"Oh, iya. Emang bayi kamu berapa usianya ?"

Sejenak Ayu berpikir.

"Eu... baru satu tahun, Bu."

"Oh gitu.. sekarang enggak dibawa, Nak ?"

"Saya titipkan dulu pada ibu saya, Bu."

Karena tidak ingin ibu mertuanya terus bertanya, Sela mencari cara agar Ayu bisa cepat pulang. Ia juga merasa kasihan pada Ayu karena terlihat seperti terintimidasi dengan ibu mertuanya.

"Oh, iya, Yu. Tadi kamu bilang katanya kamu mau ada janji, ya ?" ucap Sela.

Perasaan Ayu merasa lega mendengar Sela yang seakan memberikan jalan keluar dirinya yang merasa terintimidasi. Sejak tadi, ia merasa panik sekali.

"Astaga, Saya baru ingat. Oh iya, Bu. Maaf ya, sepertinya saya harus segera pulang sekarang juga."

Setelah itu, ibu Tari mencoba mengerti Ayu. Dan akhirnya, Ayu bisa pulang dari rumah Ilham.

"Makannya kamu jangan terlalu banyak pikiran, Nak. Kamu jangan sampai stress. ASI kamu jadi gak bisa keluar 'kan ? Nanti kalo Zahra ketergantungan sama Ayu gimana ?" ucap Bu Tari setelah Ayu pergi.

Ia menganggap jika Sela tidak bisa menyusui Zahra karena ASI-nya tidak keluar karena terlalu stress.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status