"Kalo gitu, kamu pulang lagi ke rumah kita, ya ? Jangan pergi kayak gini lagi, aku bener-bener kehilangan kamu tau," ucapku pada Sela.Istriku itu tersenyum kecil. "Iya, Mas. Aku akan ikut pulang sama kamu." Lega rasanya, akhirnya Sela mau tinggal lagi bersamaku. "Oh, Iya. Orang tua kita 'kan sudah tahu semuanya. Apa kamu mau tetap merawat Zahra ?""Mungkin, iya, Mas. Aku sudah terlanjur menyayangi Zahra. Ayu juga tidak mungkin untuk merawat Zahra. Kasihan dia, Mas. Ayu tidak dinikahi oleh Rio. Jika dia sampai membesarkan Zahra, nanti apa kata orang-orang sekitarnya. Apa kamu keberatan, Mas ?" "Tidak, aku tidak keberatan. Terserah kamu mau melakukan apapun, yang penting itu buat kamu bahagia.""Makasih, ya, Mas."Aku tersenyum menatapnya. "Iya, Sayang.""Tapi, kita bisa saja bantu Ayu untuk dinikahi oleh Rio. Kita suruh saja Rio yang tengah ada di penjara agar mau menikahi Ayu. Ya.. setidaknya, untuk membersihkan nama Ayu saja," usulku."Aku setuju, Mas. Setidaknya, jika Ayu suda
"Sayang. Kamu pasti lihat wanita bernama Tiara itu, ya ?" tanyaku sesampainya di kamar setelah dari ruang tamu tadi. Di ruang tamu, Tiara juga masih mengobrol bersama ibuku karena mereka pasti masih menunggu ku untuk segera menghampiri.Sela yang tengah menatap layar laptop, sejenak melihatku dengan senyum yang terlihat getir. Aku yakin hatinya pasti sangat sakit sekali melihat sendiri wanita lain yang akan menjadi istri keduaku.Ia menutup laptopnya. Tadi, aku lihat dia tengah mengecek keuangan butiknya. Ia pun berdiri lalu menatap ku sambil tersenyum getir. "Sudah seharusnya aku terbiasa melihat wanita yang akan menjadi istri kedua kamu, Mas. Aku yakin, aku akan menjadi terbiasa hingga rasa sakitnya sedikit berkurang," ucapnya."Aku minta maaf, aku benar-benar tidak tahu soal kedatangan Tiara. Aku juga kaget begitu melihat dia sudah ada di ruang tamu bersama ibu."Ibuku tega sekali membawa Tiara ke rumah kami. Ia tidak memberitahuku sama sekali. Apa ibu tidak memikirkan bagaimana
Hari ini aku libur. Karena waktu itu sudah mengiyakan permintaan ibu, aku terpaksa mesti mengajak Tiara jalan-jalan bersamaku. "Kamu mau kemana, Sayang ?" tanyaku pada Sela yang juga sudah bersiap-siap seolah mau pergi. Ia tengah merias dirinya di depan cermin.Tatapan matanya melihat padaku dari cermin."Ke butik, Mas. Aku bosan di rumah terus." "Ohh ke butik, aku antar, ya ? Aku 'kan juga lagi libur.""Enggak usah, Mas. Aku bawa mobil sendiri aja. Kamu 'kan juga mesti segera pergi menjemput Tiara untuk jalan-jalan sama kamu," jawabnya. Ia pun berdiri dan mengambil tasnya yang dia simpan di atas meja riasnya.Lalu, Sela menghampiriku. Ia merapikan kerah kemejaku."Aku mau pergi ke butik ya, Mas. Sekalian mau nge-cek keadaan butik. Semoga proses pendekatan kamu sama Tiara lancar ya, Mas." Aku tertegun mendengar Sela mengucapkan itu. Sakit sekali rasanya ketika Sela mendoakan ku dengan wanita lain. Padahal, yang ingin aku dengar, ia melarang ku habis-habisan.Sela pun menjulurkan ta
Aku menghidupkan handphone ku kembali. Sudah sekitar tiga jam aku mematikan handphone. Dan ketika membuka handphone, benar saja, banyak sekali panggilan telepon dari Tiara.Aku tersenyum, ia pasti kesal padaku. Ada tujuh panggilan dari Tiara yang tidak di jawab olehku. Aku pun membuka aplikasi hijau. Tiara juga mengirimkan pesan disana.[Ilham, kamu kok lama banget sih di toiletnya ?][Iham, kamu udah pulang ya ? Tadi aku sampai cari-cari kamu ke bagian luar toilet pria, tapi kamu gak ada.][Aku udah hampir satu jam nungguin kamu, tapi ternyata kamu udah pulang, saat aku ke bagasi, mobil kamu udah gak ada. Kok kamu tega banget sih, Ham, ninggalin aku.]Pesannya begitu beruntun dan terlihat kesal padaku. "Tiara, ma-af ya, tadi aku pulang duluan. Soalnya, tadi tiba-tiba ada kerjaan yang mesti aku selesaikan sekarang juga. Aku juga minta maaf karena gak ngabarin kamu, handphone aku tadi mati."Aku mengirimkan balasan pesan itu pada Tiara. Itu aku lakukan agar Tiara tidak mengadu pada I
Ditempat tidur, aku dan Sela membicarakan soal pernikahan ku dan Tiara. Memang hal berat untuk diterima oleh aku, dan pastinya oleh Sela. Bukan hanya aku yang keberatan. Kedua orangtuanya Sela juga keberatan begitu mendengar aku akan menikah lagi dengan wanita lain. Wajar saja, pasti tidak ada orang tua yang menginginkan anak perempuannya di madu.Namun, akhirnya mereka pasrah setelah mendengar Sela yang rela di madu. Padahal, Sela juga rela dimadu atas permintaan ku yang memintanya untuk tetap bersamaku. Dan jika tidak, aku tidak mau menikah dengan Tiara."Satu minggu lagi kamu akan menikah, Mas. Sudah ya, kamu jangan bohongi ibu lagi," ucap Sela. "Aku hanya berusaha mempertahankan pernikahan kita, Sayang. Aku hanya berusaha agar tidak ada orang ketiga diantara pernikahan kita.""Bukankah selama ini kita sudah berusaha, Mas ? ... Mas mungkin memang ini sudah takdir dari Allah. Kita berdoa saja yang terbaik, Mas. Jika memang Tiara tidak ditakdirkan untuk menikah sama kamu, aku yaki
Setelah sampai kamar, Aku juga tidak menemukan Zahra di tempat tidurnya."Ya Allah.. Sela.. Zahra.. kalian kemana ?" gumamku panik. Aku segera merogoh handphone dalam saku celanaku. Aku akan menghubungi Sela.Panggilan terhubung... Sela mengangkat telponnya."Assalamualaikum, Sayang."[Wa'alaikum salam, Mas]"Sayang, kamu lagi dimana ?" [Oh, iya, Mas. Ma-af ya, aku gak bilang-bilang dulu mau pergi. Aku cuma pergi ke rumah mama sama papa aja, 'kok. Aku gak sanggup lihat kamu menikah, Mas.]Aku menghela nafas, lega mendengarnya. Ternyata, Sela hanya ke rumah orangtuanya."Yaudah, Sayang. Aku ngerti, kok, perasaan kamu. Kamu baik-baik ya, disana. Nanti aku jemput kamu kalo udah selesai nikah sama Tiara," ucapku.[Iya, Mas. Yaudah ya, aku tutup dulu telponnya. Aku mau pergi dulu ke minimarket untuk beli keperluan Zahra. Semoga pernikahannya lancar ya, Mas.]"Oh, iya, sayang."[Assalamualaikum, Mas.]"Wa'alaikum salam, Sayang.]Tut.. panggilan pun dimatikan. Syukurlah kalo Sela tidak mar
Tiara begitu cemas dengan ucapan Ilham yang tidak akan jadi menikahinya."Bu, gimana Bu kalo Ilham beneran gak akan nikahin aku ? Persiapannya udah hampir seratus persen loh, Bu," lirih Tiara pada Bu Tari."Kamu yang sabar ya, Nak. Kamu pasti akan menikah kok sama Ilham," jawab Bu Tari yang hanya berusaha menenangkan Tiara. Ia sendiri juga bingung mesti gimana."Kita cari Sela aja ya, Bu. Ibu tau 'kan Sela pergi kemana ?"Bu Tari langsung bingung dengan pertanyaan dari Tiara."Eu--" ucapnya dengan panik."Kenapa, Bu ?" "Masalahnya, ibu gak tau, Nak. Ibu cuman suruh Sela pergi jauh aja dari Ilham. Ibu gak sempet tanya Sela mau pergi kemana ?" Mendengar itu Tiara langsung merasa marah. Ia langsung menunjukkan telunjuknya pada Bu Tari."Ini semua gara-gara ibu tau, gak!" ucapnya sambil menunjukkan telunjuknya tepat di depan wajahnya Bu Tari.Bu Tari sampai tercengang melihat perlakuan Tiara yang tidak begitu hormat padanya. Ia tak menyangka jika Tiara ternyata gadis yang tidak punya s
Begitu melihat ibunya terbaring dengan kapas yang menempel di keningnya, Ilham begitu merasa cemas.Ia menghampiri ibunya dengan tatapan yang begitu lirih."Ya Allah, Bu. Apa yang sudah terjadi sama ibu sampai ibu kayak gini ?" tanya Ilham.Bu Tari masih terbaring lemah. Ia hanya syock saja dengan kejadian yang menimpanya."Ilham," ucap Bu Tari."Bu, kenapa ibu bisa sampai ke rumah sakit, Bu ? Apa yang sudah terjadi sama ibu ? Kenapa kening ibu sampai terluka seperti itu, Bu ?"Dibalik pintu, Tiara terdiam penuh ketakutan begitu mendengar Ilham menanyakan apa yang terjadi. Sejak tadi, ia hanya berdiri disana dan tak berani mendekat pada Ilham karena takut Ilham marah."Semua ini karena Tiara, Ilham. Tiara yang sudah buat ibu seperti ini.""Tiara ?!" tanya Ilham dengan perasaan kaget. Tak hanya Ilham yang kaget, Tiara juga. Ia merasa sudah tidak bisa menyangkal lagi. Tatapan Ilham pun langsung menoleh dengan tatapan tajam pada Tiara. Melihat itu Tiara semakin ketakutan."Eu-- Ilham