Share

4. Hamil

Satu bulan berlalu. Satu hari yang lalu, Mas Ilham sempat mengabarkan pada ibu dan Mama---yaitu ibuku dan juga ayahku jika aku tengah hamil. Mereka terlihat sangat gembira begitu mendengar kabar kehamilan ku.

Dan hari ini, ibu mertuaku datang dengan wajah yang begitu gembira.

"Sela, apa benar apa yang dikatakan Ilham jika kamu hamil, Nak ?" tanyanya dengan raut wajah senang. Beliau baru saja datang berkunjung ke rumah.

"Ya bener, dong, Bu. Sela akhirnya hamil, Bu. Ini aku bawa surat dari dokter hasil pemeriksaan Sela waktu kemarin, Bu. Ibu pasti senang 'kan ?" ucap Mas Ilham disaat aku belum juga menjawab pertanyaan ibu.

Ia batu saja keluar dari kamar setelah baru pulang dari kantor tadi. Ia menyodorkan surat palsu hasil pemeriksaan dari dokter yang dia buat waktu kemarin.

Ibu meraih suratnya dan nampak membacanya. Namun, tak lama ia menatap Aku dan Mas Ilham dengan wajah yang kembali berbinar. Ibu mertuaku terlihat sangat senang sekali.

Ia langsung mengelus-elus bahuku.

"Alhamdulillah... Tuh 'kan Sela, apa ibu bilang, kalo sudah ikut program hamil, akhirnya hamil juga 'kan ? Kamu ini cuman terlalu sibuk aja sama kerjaan kamu di butik, makannya sampai gak sempet serius untuk program hamil. Coba dari dulu kamu fokus sama progam hamil, Sel. Kamu pasti sudah hamil sejak dulu. Ibu sudah tidak sabar ingin menimang cucu, Sel."

Aku mengulum senyum menanggapi ibu. Merasa bersalah sekali telah membohonginya. Mas Ilham yang ada di samping ibu juga hanya berusaha mengulum senyum.

"Yaudah, kamu jangan lupa ya Sel, untuk terus makan-makanan yang bergizi. Jangan terlalu kecapean. Mendingan, selama kamu hamil, kamu gak usah ke butik dulu. Kamu gak boleh terlalu capek. ini demi anak dalam kandungan kamu. Ibu gak mau cucu ibu kenapa-kenapa, kamu tau sendiri 'kan ? Ibu sangat sudah lama ingin menimang cucu."

"Iya, Bu. Sela akan berusaha untuk menjaga anak dalam kandungan Sela."

"Ilham, kamu juga harus terus perhatian sama sela, ya. Saat hamil kayak gini, ia pasti butuh sekali perhatian dari kamu. Kamu harus turutin apapun yang Sela mau, ya ?"

Mas Ilham mengangguk.

"Iya, Bu."

Rasa bersalah ku semakin terasa dalam hati ku. Ibu mertuaku sebenarnya ibu mertua yang baik. Sejak aku belum hamil juga, ia selalu masih bersikap baik.

Hanya saja, mungkin sabar ada batasnya. Wajar saja jika ibu sudah tidak bisa sabar lagi untuk menimang cucu. Apalagi, Mas Ilham anak satu-satunya.

"Oh, iya. Ini ibu bawakan susu hamil untuk kamu. Tadi ibu sengaja beli dari minimarket." Ucap ibu sambil menyodorkan kresek dari minimarket ke padaku.

Aku kembali mengulum senyum. Bagaimana mungkin aku akan meminum susu hamil itu, aku sendiri tidak hamil ?

*****

Ibunya Mas Ilham sudah kembali pulang. Aku dan Mas Ilham sekarang akan pergi ke rumah Ayu setelah tadi membeli susu untuk ibu hamil dan beberapa makanan bergizi lainnya untuk keperluan wanita yang tengah hamil.

Sesampainya di rumah Ayu, aku langsung memberikan buah-buahan dan susu ibu hamil yang telah aku dan Mas Ilham beli tadi.

Kandungan Ayu masih kecil, ia masih mengandung satu bulan lebih. Belum begitu terlihat. Sedangkan, Aku mengaku pada ibu jika aku baru hamil sekitar dua minggu. Semuanya memang sudah direncanakan oleh aku dan Mas Ilham sejak jauh hari.

"Yu, ini susu hamil dan beberapa buah-buahan buat kamu, biar anak kamu sehat. Aku juga punya sedikit uang untuk kamu dan ibu kamu. Semoga cukup, ya."

Aku menyodorkan paper bag berisi susu untuk ibu hamil dan amplop berisi uang untuk kebutuhan Ayu dan ibunya.

Ayu meraihnya. Sedangkan, buah-buahan sudah aku simpan di atas mejanya. Aku merasa bertanggung jawab atas anak dalam kandungan Ayu. Bagaimanapun, anak itu akan menjadi anakku suatu saat nanti.

"Bu Sela dan Pak Ilham baik sekali, saya jadi gak enak. Saya sudah sangat merepotkan ibu dan bapak."

"Kamu tenang saja, Yu. Anak kamu 'kan sudah menjadi tanggungjawab aku dan Mas Ilham. Sudah seharusnya aku melakukan ini."

"Terimakasih, Bu. Karena ibu dan pak Ilham sudah mau membantu saya."

Aku dan Mas Ilham tersenyum menanggapinya.

"Lalu, bagaimana dengan lelaki itu ? Apa dia sudah ketemu ?" tanya Mas Ilham pada Ayu.

Ayu menggeleng pelan.

"Belum, Pak. Ia sama sekali belum di temukan."

"Apa kamu tidak tahu rumahnya ?"

"Saya hanya tahu kontrakannya saja, Pak. Saya tidak pernah tahu Rio tinggal dimana sebenarnya. Alamat rumahnya yang sempat dia ceritakan, ternyata dia berbohong," lirih Ayu.

Aku menghela nafas. Tidak tega sekali dengan keadaan yang menimpanya. Menurutku, sepertinya Ayu wanita yang baik. Hanya saja, ia terlalu polos hingga mudah diperlakukan seperti itu oleh lelaki itu.

"Aku dan Mas Ilham juga sudah coba mencari lelaki yang bernama Rio itu, Yu. Tapi, dia pandai sekali. Bahkan, kami tidak menemukan akun sosmed-nya sama sekali."

"Tapi.. aku dan Mas Ilham akan terus berusaha untuk mencari Rio, Yu. Aku akan bantu kamu. Kamu tenang saja, ya ?" lanjut ku.

"Iya, Yu. Saya juga akan bantu kamu untuk mencari keberadaannya." Tambah Mas Ilham.

"Sekali lagi, Saya benar-benar berterimakasih sama bapak dan ibu. Saya bersyukur bisa mengenal kalian berdua."

Aku tersenyum pada Ayu. Lalu, memegang bahunya. Entah kenapa, aku merasa kasihan padanya dan selalu merasa ingin membantunya. Mungkin saja, ini sudah takdir dari Allah.

"Iya, Yu. Gak papa, Kok."

Setelah dari rumah Ayu, aku dan Mas Ilham kembali pulang. Aku menyandarkan kepalaku pada kursi mobil, lelah sekali rasanya harus menjalani semua kebohongan ini. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kedepannya.

Menurutku, kebohongan ini sudah benar-benar kesalahan yang sangat fatal. Ayah dan ibu mertuaku, juga Papah dan Mama ku pasti akan sangat kecewa. Ditambah lagi, orang-orang lainnya yang kami bohongi.

"Kenapa, Sayang ? Kamu lagi mikirin apa ?" tanya Mas Ilham yang sejenak menoleh padaku sambil menyetir.

"Kepikiran soal pernikahan kita, Mas. Kalo ibu kamu sampai tahu semua rahasia ini. Ia pasti akan menyuruh kita cerai."

"Udah.. jangan terlalu dipikirin dulu. Kita berdoa saja semoga kedepannya akan baik-baik saja, ya ?"

Aku pun mengangguk sambil menatap Mas Ilham yang tengah menyetir mobil.

"Iya, Mas. Aku harap juga begitu. Makasih ya, Mas, karena kamu terus mempertahankan aku. Aku bersyukur memiliki suami seperti kamu, Mas."

Sejenak, Mas Ilham menoleh padaku sambil tersenyum.

"Iya, Sayang. Aku juga gak mau kehilangan kamu. Aku rela melakukan semua ini demi kamu." Jawabnya.

"Berarti, beberapa bulan kedepan, aku harus pakek bantal yang kayak di film-film itu ya, Mas ? Yang suka dipake untuk pura-pura hamil." Lirihku.

"Iya, Sayang. Mau bagaimana lagi. Ibu harus melihat kamu sedang hamil."

Aku menghela nafas. Berat sekali rasanya.

"Aku mohon kamu sabar ya , Sayang. Aku gak ada niat sedikitpun untuk membuat kamu kesusahan. Justru, aku melakukan semua ini karena aku sangat menyayangi kamu. Aku sangat mencintai kamu, Sel."

"Iya, Mas. Aku ngerti, Kok."

Jika bukan karena Mas Ilham yang terus meminta ku untuk terus mempertahankan pernikahan ini, mungkin dari dulu aku juga sudah memilih meminta pisah.

Aku tidak tega pada Mas Ilham, dia berhak mendapatkan wanita yang bisa memberikannya anak. Bukan wanita yang sudah tidak sempurna lagi sepertiku.

"Maafkan aku, Mas.. Maafkan Aku.."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status