Share

5. heran sekali

Sebelum pergi ke kantor tidak lupa aku memeriksa dan menyalakan rekaman di ponsel yang kutinggalkan di dalam guci pajangan. Akan kuandalkan benda itu sebelum aku benar-benar memasang CCTV kecil. Aku butuh waktu dan kesempatan untuk meminta teknisi memasang benda itu di rumah. Mungkin akan ku manfaatkan waktu selagi mas Fahri ada di luar kantornya dan akan ku suruh pengasuh untuk mengajak putraku bermain ke taman.

"Apa yang kau lakukan di situ?"suamiku berdiri di belakangku sesaat setelah aku menutup pajangan itu. Hampir saja aku ketahuan olehnya.

"Oh, a-aku sedang melihat rambutku di kaca."

"Kau sudah cantik," balasnya.

"Ayo kita berangkat Mas, kita bisa telat."

"Oke, ayo," ujar suami, "pergi dulu ya Fanni, jangan lupa kunci pintu dan mandikan da Erwin tepat waktu."

"Iya, Pak."

"Sip, kami mengandalkanmu," jawab suamiku berkedip. Aku melihatnya saat wanita itu diam-diam mengulum senyum dan tersipu.

Aku yakin ada sesuatu di antara mereka dan aku harus mengetahuinya, entah kenapa, setelah mendengar celotehan burung beo, aku merasa memang ada yang tidak beres di dalam rumah. Entah burungnya yang kelewat pintar berceloteh ataukah Ini adalah cara Tuhan untuk memberitahuku yang sebenarnya.

*

Di kantor.

Setelah jam istirahat Aku berbicara dengan sahabatku yang bernama Rika dia seumuran denganku dan juga sudah menikah serta punya seorang anak. Aku curhat padanya tentang keanehan yang terjadi akhir-akhir ini serta apa yang dikatakan burungku.

"Burung beo memang sangat pintar, dulu waktu masih tinggal dengan di kampung bersama orang tuaku nenekku punya burung beo yang pandai menirukan kata-kata yang dia dengarkan."

"Kupikir kosakata burung beo sangat terbatas, melatihnya dengan satu kata saja butuh bertahun-tahun?"

"Bila burungnya memang pintar menangkap, bisa jadi juga. Karena aku pernah melihat burung yang bisa menyapa orang yang lewat serta menjawab salam, lalu berteriak melapor kepada pemilik rumah jika ada orang asing yang masuk ke pekarangan mereka. Itu artinya burung bisa berkomunikasi sesuai dengan situasi dan keadaan. Daan itu untuk burung yang sudah dilatih bertahun-tahun...."

"Suamiku sudah memeliharanya selama 7 tahun belakangan."

"Bila dia konsisten dilatih dan mendengarkan kata-kata, kurasa itu tidak mengherankan."

"Lalu apa solusi yang terbaik?"

"Menjaga kewarasan mentalmu sebaiknya kau segera memasang kamera CCTV."

"Ya, benar, itu solusi yang paling praktis."

"Juga, berhati-hatilah pada pembantumu agar dia tidak selalu tampil di depan suamimu. Kebersamaan setiap hari membuat orang-orang khilaf."

"Iya, terima kasih atas sarannya."

*

Aku selesaikan pekerjaanku segera mungkin karena aku ingin pulang lebih cepat dari Mas Fahri, Aku ingin sampai di rumah sebelum dia karena aku ingin memeriksa kamera ponsel itu.

Pukul 03.00 sore aku meluncur pulang lewat ojek, pulang tanpa memberitahu suamiku yang biasanya baru akan pulang sejam lagi.

Aku masuk ke rumah lewat kunci yang kubawa di tasku, keadaan rumah sedang lengang, aku tidak mendengar suara Erwin atau Fanny pengasuhnya. Mungkin mereka sedang tertidur di lantai dua.

Pelan-pelan aku membuka pajangan lalu memeriksa rekaman. Ternyata ponsel itu mati kehabisan baterai. Aku mencari pengisi daya dan menyalakannya kemudian memeriksa galeri, ternyata ada video berdurasi pendek yang sempat terekam sebelum ponselnya benar-benar mati.

"Ibuk mulai curiga." Aku mendengar suara Fanny tapi dia tidak masuk ke dalam frame kamera. Bisa jadi dia berdiri di sekitar ruang laundry atau ruang tamu yang tidak mampu menangkap gambarnya.

"Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja."

"Tapi, kecurigaan Ibu bisa membahayakan saya."

"Sudah tenanglah," balas suamiku.

Setelah itu videonya berakhir dan ternyata itu terekam di jam 10.15 pagi tadi. Ternyata, Mas Fahri menyempatkan diri untuk pulang hanya untuk bicara dengannya. Kalau memang tidak ada apa-apa kenapa harus bicara secara rahasia. Dan kenapa juga, pembantuku harus begitu khawatir dengan kecurigaanku Jika dia memang tidak melakukan sesuatu?

Terlebih kemarin dia sudah memberiku sebuah alasan yang cukup logis, aku tidak sungguh-sungguh menuduhnya curang. Malah aku hendak menyalahkan suamiku yang berani menggoda gadis itu, harusnya Mas Fahri menjaga sikapnya jangan sampai asisten rumah tangga kami merasa tidak nyaman lalu memutuskan untuk resign.

Ternyata, setelah mendengar percakapannya... Aku jadi yakin ada hubungan suka sama suka di sana.

Tok tok.

Aku pergi ke kamar pengasuhku lalu mengetuknya. Tak lama kemudian wanita itu membuka pintu, rambutnya masih berantakan karena dia tertidur dengan putraku.

"Maaf bu saya belum mengenakan jilbab saya."

"Tidak apa karena kau ada di dalam kamarmu. Apa tadi suamiku pulang ke rumah?"

"Tidak Bu."

Nah, kan, dia berbohong. Kalau memang tidak ada sesuatu dia tidak mungkin berbohong. Dia bisa saja bilang iya dengan alasan suamiku lupa sesuatu, tapi, kenapa dia harus bilang Kalau suamiku sama sekali tidak pulang.

"Kau yakin dia tidak datang lagi?"

"Tidak Bu, ada apa ya Bu?"

"Ga ada, ya sudah, tidurlah lagi."

Kubiarkan dia kembali beristirahat, selagi gadis itu sudah menyelesaikan pekerjaan dan menyiapkan makanan. Aku tidak terlalu ketat mengawasi atau harus kejam mengeksploitasi tenaga pembantuku. Aku memperlakukan dia dengan manusiawi, dan bahkan sudah kukatakan, kalau aku menganggapnya seperti adikku sendiri. Bila aku beli pakaian maka akan kubelikan juga untuknya, setiap kami mendapatkan rezeki lebih, aku pasti memberinya bonus dan sesekali membiarkan dia keluar untuk jalan-jalan menghabiskan waktunya. Mau sebaik apa lagi diriku ini dengannya?

Akan kutunggu suamiku pulang dan akan tanyakan baik-baik padanya, kenapa dia kembali di pagi tadi, apa yang dia lakukan dan kenapa dia harus bicara seakrab itu dengan asisten kami.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status