Lama dua sejoli itu saling memeluk, lama pula aku memperhatikan adegan itu tanpa berkedip sedikit pun hingga tak kusadari ternyata Rika juga ikut menyaksikannya di belakangku."Jadi itu yang kau lihat," desisnya pelan."Iya." Aku mengarahkan ponselku ke arah lain, Apa yang dilihat oleh sahabatku itu benar-benar tidak pantas disaksikan. Citra suamiku yang begitu terhormat di kantor membuat siapapun pasti tidak akan percaya kalau dia tega punya hubungan dengan seorang pembantu."Aku ga salah lihat kan?" tanyanya sekali lagi."Aku meminta dan mohon padamu agar kau merahasiakannya sampai aku benar-benar menyelesaikannya dengan suamiku.""Tentu saja, Ini adalah aib besar yang tidak perlu diketahui siapapun," bisiknya sambil menatap diriku dengan penuh keprihatinan. Di ponselku, suamiku nampak berci***n dengan Fani, mereka saling memag**t dengan ganas, suamiku menyentuh kepala gadis itu sementara Fani melingkarkan tangannya ke pinggang suamiku. Di latar belakang, aku mendengar suara Erwi
"Bagaimana kabar Ibu, apa semuanya lancar?" tanyanya dengan pertanyaan yang selalu dia tanyakan setiap hari. Terdengar seperti sebuah perhatian tapi ternyata dia hanya pura-pura baik.Aku hanya tersenyum tipis sambil beranjak melewatinya dan masuk ke dalam rumah. Kusapu pandanganku kepada rumah yang sudah dibersihkan dengan detail, aroma wangi dari pengharum ruangan menguar ke penciuman. Anak-anak yang sedang nonton TV langsung bangun dan menghambur ke arahku lalu memelukku."Mama, kita mau makan ayam goreng," ujar Davin."Iya Sayang boleh nanti mama pesankan untuk kamu.""Yeaay, terima kasih Ma," balasnya. "Aku sudah mengerjakan semua tugas yang Ibu perintah tadi pagi," ujar wanita itu sambil meletakkan tas kerja Suamiku di meja konsol."Terima kasih," balasku."Saya juga sudah masak dan makanannya masih panas, sebaiknya ibu segera makan."Biasanya aku akan langsung tertawa gembira dan memuji serta berterima kasih, tapi, kali ini aku hanya diam saja. Aku berjalan dengan lesu ke ar
Aku dan anak-anakku makan di meja makan setelah pesanan ayam goreng kami datang, kusingkirkan masakan wanita itu dan meletakkannya di dekat wastafel. Aku dan segala kejengkelan hatiku, duduk sambil menyuapi Davin dan Erwin. Kami makan dengan sementara suamiku duduk menikmati tontonannya di ruang tv."Menurutku masakan rumahan lebih enak dibandingkan dengan ayam goreng yang sedang kalian makan," ujar suamiku yang sekali lagi ... Ah, dia mulai memancingku. "Tapi ini enak Pa," ujar Davin."Enak, pa, adek cuka," ujar si Dedek berceloteh yang membuat ayahnya tertawa."Tapi, masakan Mbak Fanni juga enak Dek," ujar suamiku yang terus mengulang-ulang perkataan itu seolah-olah dia ingin memperdengarkan pujian tersiratnya itu kepada wanita yang sedang sibuk menyetrika di ruang laundry.Wanita muda itu sesekali menoleh pada suamiku dan menyiratkan sebuah senyum yang dikulum, pria itu juga menatapnya dan pura-pura memasang ekspresi datar demi menghargai perasaanku padahal sebenarnya aku sudah
Kalimatku yang mencetuskan kemarahan suami, semata-mata bukan karena aku sengaja, tapi itu adalah ungkapan emosi yang terdalam serta kekecewaan yang membuncah di hatiku.Aku ingin sekali melempar bukti ke wajahnya menamparnya dengan video-video yang sudah kurekam dari kamera CCTV. Tapi, entah kenapa, aku masih memberi mereka kesempatan untuk menghentikan semua perbuatan buruk itu.Sepertinya aku tahu bahwa perbuatan mereka tidak akan berhenti kecuali aku yang menghentikannya, mengulur waktu sama dengan menyakiti diriku sendiri dan apa yang akan ku saksikan berikutnya pasti akan lebih menyakitkan dari yang sebelum-sebelumnya. Mengulur waktu akan membuat mereka leluasa tetapi memisahkan mereka juga akan lebih membawa petaka, suatu saat suamiku akan merindukan wanita itu lalu nekat meninggalkan keluarganya demi bisa menikahi Fani.Kalau ditelaah lebih jauh ... ini ini bukan lagi tentang diriku dan perasaanku tapi ada masa depan dan perasaan anak-anak yang dikorbankan. Betapa menyakitkan
Aku menangis melihat adegan yang luar biasa mengerikan itu, mengerikan dan menjijikan menurutku karena aku tidak pernah membayangkan itu akan terjadi sebelumnya. Aku menangis dengan tangan gemetar berusaha merendahkan gejolak dan deguban jantungku yang berdetak cepat. Aku berusaha mengatur nafasku yang tersengal, sembari berpikir apa yang harus kulakukan.Jika aku pergi mengetuk pintu kamar itu dan memarahi mereka berdua mungkin dua sejoli itu akan berusaha membela diri atau bagian terburuknya mereka akan membunuhku. Mungkin aku harus bermain lebih cerdik lagi dan memberi suamiku pelajaran yang tidak akan bisa dia lupakan.Tanpa banyak berpikir lagi aku langsung menghubungi keluarga mertuaku, minta beliau untuk datang secepatnya karena aku bilang kalau suamiku sedang sakit dan kejang-kejang. Ibu mertua yang sangat menyayangi suamiku sebagai anak lelaki satu-satunya, segera panik dan bilang akan meluncur secepatnya.Lalu dengan langkah perlahan aku keluar dari pintu samping, pelan-pel
Di momen para tetangga menyusul naik ke lantai 2 karena merasa khawatir dengan teriakan mertua tadi, di momen itu pula, aib keluargaku langsung terbongkar. Orang-orang langsung paham begitu melihat wajah suamiku yang lebam dipukuli ayah mertua, sementara Gadis itu keluar dari kamar mandi dengan pakaian seadanya, hanya dibalut handuk.Ya Tuhan, jangankan dia pelakunya, aku yang bukan pelaku saja merasa sangat malu. Rahasia suamiku yang selama ini tersimpan dengan rapi dibalik perilaku yang santun dan ramah pada masyarakat ternyata adalah sosok yang mesum, tindakannya sudah sangat mempermalukan kami semua."Ada apa ini?" tanya seorang tetangga."Kami mendapati Mas Fahri sedang asyik masyhuk dalam kamar pembantunya, Mas!" Jawab Pak RT pada tetanggaku."Lho kok bisa?" Mereka semua melongo, terperanjat tidak percaya."Istrinya memasang kamera CCTV dan memantau mereka!" Suamiku terbelalak dan menatap diri ini dengan tatapan tidak percaya, sementara aku hanya membalas tatapan itu dengan e
"Ada apa ini?" Tanya seorang ustadz yang dipanggil oleh warga dia nampak terkejut melihat Fani yang biasanya berjilbab ini berderai air mata dan penuh luka di wajahnya. Beliau juga tak kalah terkejut saat melihat suamiku yang biasanya tampil rapi dan meyakinkan, tiba-tiba hanya pakai celana pendek tanpa atasan."Ada apa ini?""Ini Pak Ustad, tukang Zina.""Astaghfirullahaladzim. Tolong berikan mereka pakaian. Menelanjangi mereka seperti ini sama juga dengan menelanjangi diri kita sendiri. Bagaimanapun, mereka juga warga kamplek sini, jadi kita harus sedikit bijak dan tenang," ucap ustadz yang berusaha menanggapi itu dengan bijaksana. "Bagaimana bisa tenang kalau perbuatan mereka meresahkan!" Jawab seorang Bapak."Iya Pak saya paham, ini jelas-jelas saja adalah perbuatan yang memalukan. Makanya, agar tidak lebih memalukan lagi dan membuat kita semakin berdosa Tolong berikan dua orang ini pakaian yang pantas agar kita tidak melihat aurat mereka!""Iya Pak," jawab mereka. Tak lama ib
"Tapi Pak! Tidak ada kewajiban untuk menikahi pelacur, kenapa Mas Fahri nya harus disuruh menikah dengan wanita ini, kok enak betul ya?!""Saya benci dengan perbuatan mereka, tapi menghukum satu lalu memberikan kelegaan pada yang lain, itu tidaklah bijak. Saya menyuruh Fahri menikahi Mbak Fani, bukan tanpa alasan, biarkan mereka mencoba bersama karena selama ini mereka sudah sembunyi-sembunyi melakukannya. Pernikahan bisa jadi kebahagiaan, tapi di lain waktu bisa jadi musibah jika didirikan dari fondasi dosa. Anggap pernikahan mereka adalah hukuman!""Saya tak bisa Pak, Saya tak bisa meninggalkan istri saya dan menikahi dia!" tolak suamiku. "Tidak bisa begitu! Jika saya membebaskan kamu untuk bercerai kamu bisa melanjutkan hidupmu dan baik-baik saja, sementara gadis muda ini dia akan kehilangan kehidupannya. Sebentar lagi berita ini akan viral dan diketahui orang satu Indonesia, apa anda pikir dia akan baik-baik saja?! Pikirkan bagaimana hujatan dan teror yang akan dia terima, ke