Aku menangis melihat adegan yang luar biasa mengerikan itu, mengerikan dan menjijikan menurutku karena aku tidak pernah membayangkan itu akan terjadi sebelumnya. Aku menangis dengan tangan gemetar berusaha merendahkan gejolak dan deguban jantungku yang berdetak cepat. Aku berusaha mengatur nafasku yang tersengal, sembari berpikir apa yang harus kulakukan.Jika aku pergi mengetuk pintu kamar itu dan memarahi mereka berdua mungkin dua sejoli itu akan berusaha membela diri atau bagian terburuknya mereka akan membunuhku. Mungkin aku harus bermain lebih cerdik lagi dan memberi suamiku pelajaran yang tidak akan bisa dia lupakan.Tanpa banyak berpikir lagi aku langsung menghubungi keluarga mertuaku, minta beliau untuk datang secepatnya karena aku bilang kalau suamiku sedang sakit dan kejang-kejang. Ibu mertua yang sangat menyayangi suamiku sebagai anak lelaki satu-satunya, segera panik dan bilang akan meluncur secepatnya.Lalu dengan langkah perlahan aku keluar dari pintu samping, pelan-pel
Di momen para tetangga menyusul naik ke lantai 2 karena merasa khawatir dengan teriakan mertua tadi, di momen itu pula, aib keluargaku langsung terbongkar. Orang-orang langsung paham begitu melihat wajah suamiku yang lebam dipukuli ayah mertua, sementara Gadis itu keluar dari kamar mandi dengan pakaian seadanya, hanya dibalut handuk.Ya Tuhan, jangankan dia pelakunya, aku yang bukan pelaku saja merasa sangat malu. Rahasia suamiku yang selama ini tersimpan dengan rapi dibalik perilaku yang santun dan ramah pada masyarakat ternyata adalah sosok yang mesum, tindakannya sudah sangat mempermalukan kami semua."Ada apa ini?" tanya seorang tetangga."Kami mendapati Mas Fahri sedang asyik masyhuk dalam kamar pembantunya, Mas!" Jawab Pak RT pada tetanggaku."Lho kok bisa?" Mereka semua melongo, terperanjat tidak percaya."Istrinya memasang kamera CCTV dan memantau mereka!" Suamiku terbelalak dan menatap diri ini dengan tatapan tidak percaya, sementara aku hanya membalas tatapan itu dengan e
"Ada apa ini?" Tanya seorang ustadz yang dipanggil oleh warga dia nampak terkejut melihat Fani yang biasanya berjilbab ini berderai air mata dan penuh luka di wajahnya. Beliau juga tak kalah terkejut saat melihat suamiku yang biasanya tampil rapi dan meyakinkan, tiba-tiba hanya pakai celana pendek tanpa atasan."Ada apa ini?""Ini Pak Ustad, tukang Zina.""Astaghfirullahaladzim. Tolong berikan mereka pakaian. Menelanjangi mereka seperti ini sama juga dengan menelanjangi diri kita sendiri. Bagaimanapun, mereka juga warga kamplek sini, jadi kita harus sedikit bijak dan tenang," ucap ustadz yang berusaha menanggapi itu dengan bijaksana. "Bagaimana bisa tenang kalau perbuatan mereka meresahkan!" Jawab seorang Bapak."Iya Pak saya paham, ini jelas-jelas saja adalah perbuatan yang memalukan. Makanya, agar tidak lebih memalukan lagi dan membuat kita semakin berdosa Tolong berikan dua orang ini pakaian yang pantas agar kita tidak melihat aurat mereka!""Iya Pak," jawab mereka. Tak lama ib
"Tapi Pak! Tidak ada kewajiban untuk menikahi pelacur, kenapa Mas Fahri nya harus disuruh menikah dengan wanita ini, kok enak betul ya?!""Saya benci dengan perbuatan mereka, tapi menghukum satu lalu memberikan kelegaan pada yang lain, itu tidaklah bijak. Saya menyuruh Fahri menikahi Mbak Fani, bukan tanpa alasan, biarkan mereka mencoba bersama karena selama ini mereka sudah sembunyi-sembunyi melakukannya. Pernikahan bisa jadi kebahagiaan, tapi di lain waktu bisa jadi musibah jika didirikan dari fondasi dosa. Anggap pernikahan mereka adalah hukuman!""Saya tak bisa Pak, Saya tak bisa meninggalkan istri saya dan menikahi dia!" tolak suamiku. "Tidak bisa begitu! Jika saya membebaskan kamu untuk bercerai kamu bisa melanjutkan hidupmu dan baik-baik saja, sementara gadis muda ini dia akan kehilangan kehidupannya. Sebentar lagi berita ini akan viral dan diketahui orang satu Indonesia, apa anda pikir dia akan baik-baik saja?! Pikirkan bagaimana hujatan dan teror yang akan dia terima, ke
Sepanjang malam, tidak tidur, lapar mendera sementara hati dipenuhi oleh duri-duri. Aku hanya duduk di kursi ruang tamu sambil menahan air mata. Ibu mertua, ayah dan suamiku juga duduk dan membisu. Pembantuku duduk di teras sendirian sambil terus menyeka air mata di netranya. Aku yakin wanita munafik itu sengaja menunjukkan kesedihan agar mendapatkan simpati dari mertua dan orang-orang sekitar. Aku rasa, dia tidak akan berhasil dengan itu. "Bunda, ada kakek ya?" Davin yang baru saja bangun dari tidur dan tidak menyadari ada peristiwa besar dalam rumah kami sejak semalam, nampak heran. Bocah itu bingung melihatku yang sembab, neneknya menangis serta kakeknya membisu."Ada apa Kek, kok semua orang diam saja?""Sayang, maafkan kakek ya." Ayah mertua meraih anakku ke dalam pelukannya lalu memeluknya dengan penuh kesedihan. Beliau menangis tapi mencoba menahan perasaan sedih itu. Beliau berusaha menunjukkan senyum dihadapan putra sulungku."Dengar Nak, apapun yang terjadi setelah ini ka
Usai mandi dan menunaikan salat yang tetap ku laksanakan meski terlambat. Aku kembali turun untuk menemui orang tua dan mertuaku. Sejak semalam, ayah dan ibu mertua sama sekali tidak makan jadi kuyakin mereka sangat lapar."Ayah, ibu, sebaiknya saya pesan makanan ya kalian belum makan."Di antara kelesuan dan kesedihan hatinya, ibu hanya mertua menggelengkan kepala. Beliau menolaknya."Siapa yang akan bersemangat makan, dalam situasi begini?""Kemarilah duduk menceritakan apa yang terjadi ucap Ibuku sambil memberi isyarat agar aku bergabung ke ruang tamu. Suamiku duduk menyendiri di teras samping sementara Fani masih di kursi teras. "Ada apa dengan kalian semua, dan kenapa pengasuh kalian duduk di teras sambil menangis.""Dia bukan lagi pengasuh ibu sekarang dia adalah istri suamiku.""Apa?!" Ibuku terbelalak mendengar jawabanku."Mereka baru menikah subuh tadi.""Dengarkan ibu baik-baik ibu tidak bisa mencerna apa yang kau katakan ini, penalaran dan akal Ibu tidak sampai kepada mak
Dengan disaksikan oleh ketua RT setempat kami akhirnya memasang triplek dan partisi sementara untuk membatasi ruang antara aku dengan Mas Fahri. Kedengarannya memang bodoh, saat seseorang yang baru saja bercerai karena perselingkuhan, tapi masih harus bertahan seatap sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Setidaknya sampai kami resmi bercerai di pengadilan. Tidak ada yang mau mengalah untuk meninggalkan rumah mahal ini. Rumah minimalis berlantai tiga, dengan fasad cukup mewah dan perabotan yang lengkap. Aku sendiri tak akan mengalah pergi dari tempat ini agar suamiku bisa tinggal dan berbahagia dengan pembantu. Sementara, dia tidak mau meninggalkan tempat ini dengan alasan masih tidak bisa berpisah dengan anaknya, belum siap dengan perceraian yang cepat, serta belum ingin pisah denganku yang belum habis masa iddah. Pintar sekali suamiku mempengaruhi keluarga, membukin alasan yang membuat orang tua mengambil keputusan seperti itu. Aku terjebak seatap dengannya serta se
"Apa kau punya alat dapur?""Tidak Bu," jawab wanita itu menggeleng, dia berusaha pura-pura terlihat sedih di depan bu RT, padahal aku yakin wanita itu bersorak gembira dan melompat girang berhasil memenangkan suamiku."Kau sekarang punya suami yang akan memberikanmu segala sesuatu yang kau inginkan, selamat ya, semoga pernikahanmu berkah," balasku sambil mendecih."Mbak, sabar ya," ucap Buk RT sambil mengelus punggungku lalu memberi isyarat pada wanita itu agar segera keluar dari ruang ini. Saat wanita itu melenggang pergi, ibu RT hanya mendecih geram."Jangan biarkan dia hidup dengan nyaman, lalu menginjak harga dirimu, Mbak.""Iya.""Susahkan dia, buat yang mengerti bahwa merebut suami orang bukanlah perkara yang mudah saja dilakukan.""Iya Bu, tapi saya bertekad untuk tidak mengganggu siapapun selagi mereka tidak mengganggu saya," balasku."Sepertinya wanita itu cukup berani, dari mimik wajahnya memperlihatkan bahwa dia rela melakukan apapun untuk mendapatkan yang dia inginkan."