Dari sekian banyak hari yang kulalui di dalam hidupku. Baru pagi ini aku merasa tidak bersemangat untuk pergi bekerja. Ada kekhawatiran dan firasat tak nyaman begitu aku naik ke mobil dan meninggalkan rumah. Seakan akan, ada kejadian yang mungkin tidak mengenakkan yang bisa saja terjadi saat aku tidak ada di rumah.Seperti biasa aku naik mobil dengan suamiku, dia yang sudah tampan dengan baju dinas berwarna coklat muda mengendarai mobil sambil mengikuti alunan lagu yang terputar di radio. Aku sendiri, sibuk dalam kegamangan perasaanku. Aku takut, terjadi sesuatu yang tidak ku inginkan pada putraku, aku takut, funny memberinya obat tidur dan membiarkan dia tertidur sepanjang hari agar tidak rewel. Aku cemas pengaruh obat tidur itu akan merusak otak anakku. Aku benar benar khawatir.Sudah ku pikirkan apa yang akan kulakukan Andai Gadis itu terbukti meletakkan obat tidur pada anakku, Mungkin aku akan langsung membawanya ke kantor polisi atau aku akan memukulnya sampai dia babak belur. Ak
"Apakah kau sungguh melakukan itu!" Tanya suamiku kepada Fani sekali lagi. Wanita itu menangis tersedu-sedu dan minta ampun."Maafkan saya Pak, saya pikir membuat dia tertidur dengan pulas akan memulihkan energi dan membuat dia semakin nyaman," ujarnya sambil mendongak dan menatap wajah suamiku dengan lekat.Biasanya seorang pembantu yang melakukan kesalahan besar tidak akan berani menatap wajah majikannya dengan tatapan seberani itu."Saya melakukannya tanpa niat buruk Pak. Itu memang obat saya jadi saya memberi seperempat dosisnya untuk membuat Erwin tertidur lebih pulas, karena selama ini dia mudah sekali terbangun dan rewel.""Meski dia memang rewel dan tidak pernah tidur dengan baik, kau tidak berhak memberikan anakku obat tanpa izin orang tuanya. Ini adalah sebuah kejahatan yang bisa diseret ke kantor polisi!" teriakku dengan emosi."Ampuni saya Bu, maafkan saya Pak, Saya sungguh menyayangi Davin dan Erwin sepenuh hati saya. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk mereka dan me
Malam bergulir menjadi larut dan mulai sepi, kedua putraku sudah tertidur di kamar masing masing.Kubersihkan wajahku dengan krim pembersih sambil menatapnya di depan kaca. Tak lama suamiku masuk, dia menutup pintu dan beranjak ke tempat tidur."Sebenarnya dari mana kau tahu dia punya pil tidur, apa kau mengawasinya?""Aku memeriksanya!""Lalu kenapa kau tahu anak kita dicekoki, kau langsung panik dan mengajakku pulang, apa kau punya kamera pengawas di rumah?""Tidak, hanya firasatku saja yang merasa tidak enak, jadi, aku mengajakmu pulang.""Syukurlah kau segera menyadari sesuatu.""Harusnya kita memecat wanita itu.""Jangan dulu, Sayang. Ga mudah cari pembantu jaman sekarang, apalagi aku sudah bilang ke kamu, tugas dia itu banyak dan rangkap.""Bagaimana kalau dia membahayakan anak kita?""Itu akan membahayakan dirinya sendiri, aku sudah bicara padanya, aku sudah memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan minta maaf. Jika dia masih mengulanginya maka aku tidak akan mengam
*"Ada apa kau sering sekali memantau ponselmu?" tanya Rika yang bangkunya tepat berada di sampingmu meja kerjaku. Ada sekat antara meja kerja aku dan meja kerjanya tapi secara umum aku dan dia bisa saling melihat kegiatan masing-masing. "Aku memantau keadaan anakku di rumah.""Jadi kau sudah pasang CCTV?" tanyanya sambil menggeser kursi kerja yang beroda itu."Ya, aku memasangnya di beberapa titik.""Uhm, oh ya, Kenapa kau kemarin pulang dengan terburu-buru?""Tidak ada, kupikir pembantuku lupa mematikan kompornya karena dia naik ke lantai 2 bersama anakku, ternyata aman saja," jawabku yang enggan menceritakan sesuatu tentang pil tidur. Aku malas membahasnya karena itu akan membangkitkan rasa sakit di dalam hatiku. "Apa kecurigaanmu tentang gadis yang bekerja di rumahmu sudah terbukti.""Belum, aku akan selalu memantaunya.'"Aku berharap bahwa dugaan-dugaan itu hanya prasangka yang salah. Aku berdoa semoga kau dan suamimu selalu langgeng dan bahagia serta tidak diguncang prahara a
Lama dua sejoli itu saling memeluk, lama pula aku memperhatikan adegan itu tanpa berkedip sedikit pun hingga tak kusadari ternyata Rika juga ikut menyaksikannya di belakangku."Jadi itu yang kau lihat," desisnya pelan."Iya." Aku mengarahkan ponselku ke arah lain, Apa yang dilihat oleh sahabatku itu benar-benar tidak pantas disaksikan. Citra suamiku yang begitu terhormat di kantor membuat siapapun pasti tidak akan percaya kalau dia tega punya hubungan dengan seorang pembantu."Aku ga salah lihat kan?" tanyanya sekali lagi."Aku meminta dan mohon padamu agar kau merahasiakannya sampai aku benar-benar menyelesaikannya dengan suamiku.""Tentu saja, Ini adalah aib besar yang tidak perlu diketahui siapapun," bisiknya sambil menatap diriku dengan penuh keprihatinan. Di ponselku, suamiku nampak berci***n dengan Fani, mereka saling memag**t dengan ganas, suamiku menyentuh kepala gadis itu sementara Fani melingkarkan tangannya ke pinggang suamiku. Di latar belakang, aku mendengar suara Erwi
"Bagaimana kabar Ibu, apa semuanya lancar?" tanyanya dengan pertanyaan yang selalu dia tanyakan setiap hari. Terdengar seperti sebuah perhatian tapi ternyata dia hanya pura-pura baik.Aku hanya tersenyum tipis sambil beranjak melewatinya dan masuk ke dalam rumah. Kusapu pandanganku kepada rumah yang sudah dibersihkan dengan detail, aroma wangi dari pengharum ruangan menguar ke penciuman. Anak-anak yang sedang nonton TV langsung bangun dan menghambur ke arahku lalu memelukku."Mama, kita mau makan ayam goreng," ujar Davin."Iya Sayang boleh nanti mama pesankan untuk kamu.""Yeaay, terima kasih Ma," balasnya. "Aku sudah mengerjakan semua tugas yang Ibu perintah tadi pagi," ujar wanita itu sambil meletakkan tas kerja Suamiku di meja konsol."Terima kasih," balasku."Saya juga sudah masak dan makanannya masih panas, sebaiknya ibu segera makan."Biasanya aku akan langsung tertawa gembira dan memuji serta berterima kasih, tapi, kali ini aku hanya diam saja. Aku berjalan dengan lesu ke ar
Aku dan anak-anakku makan di meja makan setelah pesanan ayam goreng kami datang, kusingkirkan masakan wanita itu dan meletakkannya di dekat wastafel. Aku dan segala kejengkelan hatiku, duduk sambil menyuapi Davin dan Erwin. Kami makan dengan sementara suamiku duduk menikmati tontonannya di ruang tv."Menurutku masakan rumahan lebih enak dibandingkan dengan ayam goreng yang sedang kalian makan," ujar suamiku yang sekali lagi ... Ah, dia mulai memancingku. "Tapi ini enak Pa," ujar Davin."Enak, pa, adek cuka," ujar si Dedek berceloteh yang membuat ayahnya tertawa."Tapi, masakan Mbak Fanni juga enak Dek," ujar suamiku yang terus mengulang-ulang perkataan itu seolah-olah dia ingin memperdengarkan pujian tersiratnya itu kepada wanita yang sedang sibuk menyetrika di ruang laundry.Wanita muda itu sesekali menoleh pada suamiku dan menyiratkan sebuah senyum yang dikulum, pria itu juga menatapnya dan pura-pura memasang ekspresi datar demi menghargai perasaanku padahal sebenarnya aku sudah
Kalimatku yang mencetuskan kemarahan suami, semata-mata bukan karena aku sengaja, tapi itu adalah ungkapan emosi yang terdalam serta kekecewaan yang membuncah di hatiku.Aku ingin sekali melempar bukti ke wajahnya menamparnya dengan video-video yang sudah kurekam dari kamera CCTV. Tapi, entah kenapa, aku masih memberi mereka kesempatan untuk menghentikan semua perbuatan buruk itu.Sepertinya aku tahu bahwa perbuatan mereka tidak akan berhenti kecuali aku yang menghentikannya, mengulur waktu sama dengan menyakiti diriku sendiri dan apa yang akan ku saksikan berikutnya pasti akan lebih menyakitkan dari yang sebelum-sebelumnya. Mengulur waktu akan membuat mereka leluasa tetapi memisahkan mereka juga akan lebih membawa petaka, suatu saat suamiku akan merindukan wanita itu lalu nekat meninggalkan keluarganya demi bisa menikahi Fani.Kalau ditelaah lebih jauh ... ini ini bukan lagi tentang diriku dan perasaanku tapi ada masa depan dan perasaan anak-anak yang dikorbankan. Betapa menyakitkan