Share

4. terpikirkan

Sekali lagi Aku berusaha berpikir dengan logika. Meski burung itu terus berkicau dengan ucapan cabul,aku harus mengendalikan diriku dan bersabar.

Lantas aku pergi ke dapur untuk membuka kabinet dan mencari kuaci makanan burung. Ku bawa benda itu dan kubuka pintu kandangnya lalu kumasukkan kuaci ke dalamnya.

"Makasih ibu, makasih ibu." Burung itu melompat-lompat bersemangat melihatku meletakkan makan ke dalam wadah makanannya.

"Siapa yang kau lihat buka baju? Apa suamiku ada main dengan pembantu?" Tanpa sadar aku bertanya kepada hewan itu. Dengan nada berbisik Aku bertanya kepadanya. Mungkin karena dia tidak mengerti ditambah nampak kelaparan, hewan itu mengabaikanku dan mulai sibuk membuka kuaci dengan paruhnya.

"Siapa yang kau ajak bercinta? Siapa yang cantik?"

"Fani cantik, fani cantik." Burung itu hanya bereaksi pada pertanyaan yang sudah dia ketahui jawabannya.

"Siapa yang merayu Fani saat Ibu tidak di rumah? Siapa yang ajak fani main?"

"Ibu jelek, Fani cantik."

Ah, bicara seperti ini dengan seekor hewan akan membuatku emosi dan terlihat seperti orang gila. Seminggu saja seperti ini, aku akan sukses berada di ruang perawatan poli jiwa.

Sepertinya tidak masuk akal jika aku terlalu fokus dan mengambil hati setiap ucapan burung beo ini. Mungkin sebaiknya ku pindahkan saja dia ke lantai 3 agar dia bisa terkena matahari dan udara segar. Akan kuletakkan dia di dekat ayunan dan tempat kami biasanya bersantai di sore hari. Mungkin, dengan tidak meletakkan dia di sekitar ruang keluarga akan membuat hewan itu tidak terlalu sering mendengar perkataan orang lain lalu menirunya.

Benar apa yang dikatakan Mas Fahri bahwa terlalu percaya pada hewan akan membuat hubungan rumah tangga hancur dan rusak begitu saja.

Oh, ya, Kenapa aku tidak berusaha mencari tahu? Bagaimana kalau aku pasang saja CCTV tanpa memberitahu siapapun.

Tapi bagaimana caranya, bukankah teknisi pemasangan akan datang dan Fanny akan melihatnya? Lagi pula CCTV terlihat dengan mencolok. Kecuali kamera mikro, CCTV biasa akan mudah sekali ketahuan. Dan kalau mereka tahu aku punya CCTV tentu saja mereka--maksudku, orang-orang yang kucurigai--akan lebih berhati-hati dan menjaga sikapnya karena aku mengawasinya.

*

Bagaimana ya ... cara agar diriku bisa tahu apa yang terjadi selagi aku tidak di rumah. Haruskah aku letakkan ponsel secara sembunyi-sembunyi dan membiarkan benda itu merekam segalanya. Sepertinya itu masuk akal.

**

Usai makan malam, kitemani suamiku berbaring di tempat tidur, dia menatapku sambil tersenyum dan menggenggam tanganku.

"Apa, Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanyaku sambil memandang matanya.

"Aku hanya lucu saja melihat dirimu yang terpengaruh gara-gara burung beo. Ujung-ujungnya kau sendiri karena menyadari kalau kau salah paham?"

"Iya, Benar."

"Apa kau setuju kalau burungnya dipindahkan saja?"

"Iya, demi kebaikan semua orang. Lagi pula hewan tidak berakal itu bercoloteh dengan kata kata vulgar, yang tentu saja akan mempengaruhi anak-anak."

"Iya, syukurlah, akhirnya kau mengerti apa yang kumaksudkan. Andai tahu bahwa memeliharanya akan mendatangkan lebih banyak masalah tentu saja aku tidak akan membelinya sejak awal."

"Biarlah Mas, hewan itu adalah hewan peliharaanmu lagi pula anak-anak menyukainya."

"Andai tadi kau masih kuat dengan kecurigaanmu... maka aku tidak akan berpikir dua kali untuk menggorengnya," jawab lelaki berambut lurus belah tengah itu sambil tertawa.

"Jangan biarkan hewan itu menjemput ajal hanya karena berkicau dengan riang."

"Iya iya ... dia melompat dengan gembira sementara dia tidak sadar bahwa kicauannya membuat orang mendapatkan masalah." Aku dan suamiku tertawa lalu kami pun mematikan lampu dan mulai tidur.

*

Sekitar pukul 03.00 aku terbangun terpikir untuk menunaikan salat tahajud jadi aku pergi ke mihrab kecil yang dibuatkan suamiku untuk kami salat. Usai berwudhu aku menunaikan dua rakaat lalu kemudian melaksanakan apa yang kurencanakan.

Aku berjalan memeriksa keadaan meletakkan ponsel di dalam sebuah pajangan keramik di meja konsol, pajangan itu punya rongga dan berbentuk seperti keranjang ada ornamen bunga di bagian luar, guci dengan penutup itu tidak akan mencolok atau ketahuan kalau aku tengah meletakkan ponsel dan merekam apa yang terjadi di rumah. Lagi pula posisi meja konsol yang dekat dengan ruang tamu, berhadapan dengan ruang keluarga dan bisa merekam kegiatan orang di dapur dan koridor menuju ruang laundry, membuatku leluasa untuk merekam apa yang terjadi di dalam rumah.

Usai setting kamera kutinggalkan benda itu dan kembali ke kamarku untuk tidur.

*

Nafas pagi kembali bergulir, sinar matahari mulai menguapkan embun pagi yang ada di kelopak bunga-bunga. Aku membuka jendela, membuka tirai dan membiarkan udara berebut masuk serta menghembus ke wajahku, aku senang menatap bunga yang kususun di balkon rumah, mawar dan anggrek bermekaran, juga ada beberapa bunga lain yang berwarna-warni ceria.

Usai mandi dan bersiap-siap serta membantu suamiku mengenakan dasi kami turun ke dapur untuk sarapan. Kusapa putra kecilku yang sedang duduk dan makan buburnya sendiri lalu ku cium dia dengan penuh kasih sayang.

"Davin sudah ke sekolah?"

"Baru saja berangkat dijemput oleh mobil jemputan."

"Baguslah."

"Belakangan kita jarang ada waktu untuk anak-anak,"ujar Mas Fahri sambil menggeser kursi dan duduk.

"Kamu tahu sendiri kan mas, kita sangat sibuk mencari nafkah untuk mereka, tapi aku berjanji bahwa kita semua harus menghabiskan akhir pekan bersama."

"Iya sayang, jangan sampai sibuk mengejar dunia membuat anak-anak kehilangan momen dan kasih sayang orang tua."

"Aku setuju Mas."

Fani datang dan mengambilkan sarapan untukku dan majikan laki-lakinya. Saat dia meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan Suamiku aku jelas memperhatikan gestur mereka yang terlihat saling melirik dengan sebuah kode.

"Apa kau baik?" tanya Mas Fahri pada Fanni.

"Iya Pak."

"Maaf ya, kejadian kemarin bikin kamu nggak nyaman."

"Iya Pak."

"Jaga rumah baik-baik ya, jangan lupa kasih makan burung."

"Iya Pak," jawabnya mengangguk hormat.

Kata-kata di atas sering sekali diucapkan suamiku setiap kali kami akan berangkat kerja dia selalu mewanti-wanti agar Fanny menjaga rumah dan burung baik-baik.

Kini, Entah kenapa aku merasa bahwa firasatku tidak nyaman, apakah di sela-sela jam kantor suamiku pernah pulang ke rumah dan menemui pembantu kami? Kenapa aku tiba-tiba memiliki firasat seperti itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status