Sekali lagi Aku berusaha berpikir dengan logika. Meski burung itu terus berkicau dengan ucapan cabul,aku harus mengendalikan diriku dan bersabar.
Lantas aku pergi ke dapur untuk membuka kabinet dan mencari kuaci makanan burung. Ku bawa benda itu dan kubuka pintu kandangnya lalu kumasukkan kuaci ke dalamnya."Makasih ibu, makasih ibu." Burung itu melompat-lompat bersemangat melihatku meletakkan makan ke dalam wadah makanannya."Siapa yang kau lihat buka baju? Apa suamiku ada main dengan pembantu?" Tanpa sadar aku bertanya kepada hewan itu. Dengan nada berbisik Aku bertanya kepadanya. Mungkin karena dia tidak mengerti ditambah nampak kelaparan, hewan itu mengabaikanku dan mulai sibuk membuka kuaci dengan paruhnya."Siapa yang kau ajak bercinta? Siapa yang cantik?""Fani cantik, fani cantik." Burung itu hanya bereaksi pada pertanyaan yang sudah dia ketahui jawabannya."Siapa yang merayu Fani saat Ibu tidak di rumah? Siapa yang ajak fani main?""Ibu jelek, Fani cantik."Ah, bicara seperti ini dengan seekor hewan akan membuatku emosi dan terlihat seperti orang gila. Seminggu saja seperti ini, aku akan sukses berada di ruang perawatan poli jiwa.Sepertinya tidak masuk akal jika aku terlalu fokus dan mengambil hati setiap ucapan burung beo ini. Mungkin sebaiknya ku pindahkan saja dia ke lantai 3 agar dia bisa terkena matahari dan udara segar. Akan kuletakkan dia di dekat ayunan dan tempat kami biasanya bersantai di sore hari. Mungkin, dengan tidak meletakkan dia di sekitar ruang keluarga akan membuat hewan itu tidak terlalu sering mendengar perkataan orang lain lalu menirunya.Benar apa yang dikatakan Mas Fahri bahwa terlalu percaya pada hewan akan membuat hubungan rumah tangga hancur dan rusak begitu saja.Oh, ya, Kenapa aku tidak berusaha mencari tahu? Bagaimana kalau aku pasang saja CCTV tanpa memberitahu siapapun.Tapi bagaimana caranya, bukankah teknisi pemasangan akan datang dan Fanny akan melihatnya? Lagi pula CCTV terlihat dengan mencolok. Kecuali kamera mikro, CCTV biasa akan mudah sekali ketahuan. Dan kalau mereka tahu aku punya CCTV tentu saja mereka--maksudku, orang-orang yang kucurigai--akan lebih berhati-hati dan menjaga sikapnya karena aku mengawasinya.*Bagaimana ya ... cara agar diriku bisa tahu apa yang terjadi selagi aku tidak di rumah. Haruskah aku letakkan ponsel secara sembunyi-sembunyi dan membiarkan benda itu merekam segalanya. Sepertinya itu masuk akal.**Usai makan malam, kitemani suamiku berbaring di tempat tidur, dia menatapku sambil tersenyum dan menggenggam tanganku."Apa, Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanyaku sambil memandang matanya."Aku hanya lucu saja melihat dirimu yang terpengaruh gara-gara burung beo. Ujung-ujungnya kau sendiri karena menyadari kalau kau salah paham?""Iya, Benar.""Apa kau setuju kalau burungnya dipindahkan saja?""Iya, demi kebaikan semua orang. Lagi pula hewan tidak berakal itu bercoloteh dengan kata kata vulgar, yang tentu saja akan mempengaruhi anak-anak.""Iya, syukurlah, akhirnya kau mengerti apa yang kumaksudkan. Andai tahu bahwa memeliharanya akan mendatangkan lebih banyak masalah tentu saja aku tidak akan membelinya sejak awal.""Biarlah Mas, hewan itu adalah hewan peliharaanmu lagi pula anak-anak menyukainya.""Andai tadi kau masih kuat dengan kecurigaanmu... maka aku tidak akan berpikir dua kali untuk menggorengnya," jawab lelaki berambut lurus belah tengah itu sambil tertawa."Jangan biarkan hewan itu menjemput ajal hanya karena berkicau dengan riang.""Iya iya ... dia melompat dengan gembira sementara dia tidak sadar bahwa kicauannya membuat orang mendapatkan masalah." Aku dan suamiku tertawa lalu kami pun mematikan lampu dan mulai tidur.*Sekitar pukul 03.00 aku terbangun terpikir untuk menunaikan salat tahajud jadi aku pergi ke mihrab kecil yang dibuatkan suamiku untuk kami salat. Usai berwudhu aku menunaikan dua rakaat lalu kemudian melaksanakan apa yang kurencanakan.Aku berjalan memeriksa keadaan meletakkan ponsel di dalam sebuah pajangan keramik di meja konsol, pajangan itu punya rongga dan berbentuk seperti keranjang ada ornamen bunga di bagian luar, guci dengan penutup itu tidak akan mencolok atau ketahuan kalau aku tengah meletakkan ponsel dan merekam apa yang terjadi di rumah. Lagi pula posisi meja konsol yang dekat dengan ruang tamu, berhadapan dengan ruang keluarga dan bisa merekam kegiatan orang di dapur dan koridor menuju ruang laundry, membuatku leluasa untuk merekam apa yang terjadi di dalam rumah.Usai setting kamera kutinggalkan benda itu dan kembali ke kamarku untuk tidur.*Nafas pagi kembali bergulir, sinar matahari mulai menguapkan embun pagi yang ada di kelopak bunga-bunga. Aku membuka jendela, membuka tirai dan membiarkan udara berebut masuk serta menghembus ke wajahku, aku senang menatap bunga yang kususun di balkon rumah, mawar dan anggrek bermekaran, juga ada beberapa bunga lain yang berwarna-warni ceria.Usai mandi dan bersiap-siap serta membantu suamiku mengenakan dasi kami turun ke dapur untuk sarapan. Kusapa putra kecilku yang sedang duduk dan makan buburnya sendiri lalu ku cium dia dengan penuh kasih sayang."Davin sudah ke sekolah?""Baru saja berangkat dijemput oleh mobil jemputan.""Baguslah.""Belakangan kita jarang ada waktu untuk anak-anak,"ujar Mas Fahri sambil menggeser kursi dan duduk."Kamu tahu sendiri kan mas, kita sangat sibuk mencari nafkah untuk mereka, tapi aku berjanji bahwa kita semua harus menghabiskan akhir pekan bersama.""Iya sayang, jangan sampai sibuk mengejar dunia membuat anak-anak kehilangan momen dan kasih sayang orang tua.""Aku setuju Mas."Fani datang dan mengambilkan sarapan untukku dan majikan laki-lakinya. Saat dia meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan Suamiku aku jelas memperhatikan gestur mereka yang terlihat saling melirik dengan sebuah kode."Apa kau baik?" tanya Mas Fahri pada Fanni."Iya Pak.""Maaf ya, kejadian kemarin bikin kamu nggak nyaman.""Iya Pak.""Jaga rumah baik-baik ya, jangan lupa kasih makan burung.""Iya Pak," jawabnya mengangguk hormat.Kata-kata di atas sering sekali diucapkan suamiku setiap kali kami akan berangkat kerja dia selalu mewanti-wanti agar Fanny menjaga rumah dan burung baik-baik.Kini, Entah kenapa aku merasa bahwa firasatku tidak nyaman, apakah di sela-sela jam kantor suamiku pernah pulang ke rumah dan menemui pembantu kami? Kenapa aku tiba-tiba memiliki firasat seperti itu.Sebelum pergi ke kantor tidak lupa aku memeriksa dan menyalakan rekaman di ponsel yang kutinggalkan di dalam guci pajangan. Akan kuandalkan benda itu sebelum aku benar-benar memasang CCTV kecil. Aku butuh waktu dan kesempatan untuk meminta teknisi memasang benda itu di rumah. Mungkin akan ku manfaatkan waktu selagi mas Fahri ada di luar kantornya dan akan ku suruh pengasuh untuk mengajak putraku bermain ke taman."Apa yang kau lakukan di situ?"suamiku berdiri di belakangku sesaat setelah aku menutup pajangan itu. Hampir saja aku ketahuan olehnya."Oh, a-aku sedang melihat rambutku di kaca.""Kau sudah cantik," balasnya."Ayo kita berangkat Mas, kita bisa telat.""Oke, ayo," ujar suami, "pergi dulu ya Fanni, jangan lupa kunci pintu dan mandikan da Erwin tepat waktu.""Iya, Pak.""Sip, kami mengandalkanmu," jawab suamiku berkedip. Aku melihatnya saat wanita itu diam-diam mengulum senyum dan tersipu. Aku yakin ada sesuatu di antara mereka dan aku harus mengetahuinya, entah kenapa, sete
Usai mengganti pakaian aku berniat untuk turun ke dapur dan membuatkan makan untuk diriku sendiri. Biasanya Fani sudah menumis sayur dan menggoreng ayam, tapi kali ini aku ingin bikin sambal bawang dan makan dengan rebusan daun singkong yang kubeli tempo hari.Sebelum pergi ke dapur, aku sengaja mematikan AC dan pintu dorong yang difungsikan sebagai dinding sekaligus pintu, panel kaca yang terhubung antara taman samping dan ruang keluarga. Aku ingin membiarkan udara segar dan suara gemericik air kolam masuk ke rumah. Tapi, betapa terkejutnya aku beberapa detik setelah itu, saat ku sapu pandanganku ke kandang burung beo, aku menyaksikan hewan itu sudah terkapar dan jatuh ke dasar kandangnya.Aku berlari mendekat setengah panik karena itu adalah burung kesayangan suamiku."Jack!"Tidak ada respon di sana sampai aku akhirnya membuka pintu dan menyentuh hewan itu. Dia sudah kaku, semut mulai menggerogoti bagian mata dan wajahnya."Astaghfirullah..." Aku mengangkat burung itu lalu meng
Sepanjang malam, aku tidak bicara sama sekali dengan mas Fahri, kumasak sosis pesanannya lalu kutinggalkan dia ke lantai 2. Hatiku dongkol dan dipenuhi banyak pertanyaan mengapa dia sampai berbuat senekat Itu.Pada akhirnya, saat keadaan mendesak dia mengaku membunuh hewan tidak bersalah itu.Demi apa? Apa melenyapkannya akan membuat keadaan jadi aman dan aku tidak akan curiga. Justru dengan membunuh burung itu, aku semakin yakin bahwa dia memang punya rahasia terkelam di dalam rumah ini.Aku hendak mencari cara di dalam kepalaku agar bisa mengungkap segalanya dengan tegas, aku tidak mau jadi istri yang terus dibodohi dan hanya percaya pada dusta suamiku.Terakhir kali burung itu berkicau dan bersaksi kalau dia melihat seseorang buka baju. Siapa yang buka baju? Dan siapa yang lancang melakukan itu di dalam rumahku? Jika seseorang jelas dilihat oleh burung itu, artinya, mereka melakukannya di sekitar taman samping atau ruang keluarga.Siapa yang akan buka baju di sana dan kenapa?P
Tak berhenti sampai di sana karena aku juga terkejut mendapati ada sebuah tabung kecil yang berisi pil. Tidak ada keterangan apapun di sana.Kurasa pembantuku sehat-sehat saja, dia tidak sakit atau membutuhkan obat yang harus membuat dia meneguknya sepanjang waktu. "Apa mungkin pembantuku ini punya kerjaan sampingan selain jadi asisten rumah tangga, jangan jangan ini pil kontrasepsi." Aku mulai membayangkan sesuatu yang tidak tidak tentang pembantuku. Apakah dia berpacaran sejauh itu dengan kekasihnya, lalu menyimpan pil kontrasepsi di kamarnya demi mencegah kehamilan. Ataukah, dia juga melayani lelaki hidung belang di waktu liburannya demi tambahan uang agar dia bisa mengirimkan pada ibunya di kampung sana.Astaga, ya Allah, ada apa ini.Tiin....Suara klakson panjang mobil di depan rumah, sepertinya itu adalah suara mobil teknisi yang akan memasang CCTV. Demi tidak terlihat mencolok bahwa aku memeriksa kamarnya segera kuambil beberapa sampel pil itu lalu kukantongi kemudian mengem
"Erwin!" Aku mengguncang anakku dengan kepanikan yang luar biasa, aku nyaris menangis karena merasa bersalah terlalu sibuk bekerja dan mengurusi hal-hal lain sementara aku lupa memberinya kasih sayang dan perhatian yang cukup."Ada apa Bu? Adik Erwin sedang tidur dengan pulas, dia kelelahan karena ikut dengan saya ke supermarket dan ke rumah neneknya.""Kau yakin!" Aku ingin langsung menamparnya dan melampiaskan emosiku tapi aku tidak punya bukti kalau dia meletakkan obat tidur itu ke dalam botol susu anakku."Iya Bu, kalau sudah ngantuk sekali Erwin biasanya akan tertidur dengan pulas. Dengan santainya wanita itu datang ke pinggiran yang anakku kemudian menekan sedikit ujung telinganya dan membisikkannya kata-kata yang lembut."Dek, adek bangun dong!""Hmmm ...." Anakku menggeliat dan menggumam panjang, pelan pelan ia mengerjab dan buka mata, lalu menangis kesal karena aku membangunkan tidurnya."Maaf sayang, maaf." Aku meraihnya dari tangan Fani lalu memeluknya dengan penuh kasih.
Dari sekian banyak hari yang kulalui di dalam hidupku. Baru pagi ini aku merasa tidak bersemangat untuk pergi bekerja. Ada kekhawatiran dan firasat tak nyaman begitu aku naik ke mobil dan meninggalkan rumah. Seakan akan, ada kejadian yang mungkin tidak mengenakkan yang bisa saja terjadi saat aku tidak ada di rumah.Seperti biasa aku naik mobil dengan suamiku, dia yang sudah tampan dengan baju dinas berwarna coklat muda mengendarai mobil sambil mengikuti alunan lagu yang terputar di radio. Aku sendiri, sibuk dalam kegamangan perasaanku. Aku takut, terjadi sesuatu yang tidak ku inginkan pada putraku, aku takut, funny memberinya obat tidur dan membiarkan dia tertidur sepanjang hari agar tidak rewel. Aku cemas pengaruh obat tidur itu akan merusak otak anakku. Aku benar benar khawatir.Sudah ku pikirkan apa yang akan kulakukan Andai Gadis itu terbukti meletakkan obat tidur pada anakku, Mungkin aku akan langsung membawanya ke kantor polisi atau aku akan memukulnya sampai dia babak belur. Ak
"Apakah kau sungguh melakukan itu!" Tanya suamiku kepada Fani sekali lagi. Wanita itu menangis tersedu-sedu dan minta ampun."Maafkan saya Pak, saya pikir membuat dia tertidur dengan pulas akan memulihkan energi dan membuat dia semakin nyaman," ujarnya sambil mendongak dan menatap wajah suamiku dengan lekat.Biasanya seorang pembantu yang melakukan kesalahan besar tidak akan berani menatap wajah majikannya dengan tatapan seberani itu."Saya melakukannya tanpa niat buruk Pak. Itu memang obat saya jadi saya memberi seperempat dosisnya untuk membuat Erwin tertidur lebih pulas, karena selama ini dia mudah sekali terbangun dan rewel.""Meski dia memang rewel dan tidak pernah tidur dengan baik, kau tidak berhak memberikan anakku obat tanpa izin orang tuanya. Ini adalah sebuah kejahatan yang bisa diseret ke kantor polisi!" teriakku dengan emosi."Ampuni saya Bu, maafkan saya Pak, Saya sungguh menyayangi Davin dan Erwin sepenuh hati saya. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk mereka dan me
Malam bergulir menjadi larut dan mulai sepi, kedua putraku sudah tertidur di kamar masing masing.Kubersihkan wajahku dengan krim pembersih sambil menatapnya di depan kaca. Tak lama suamiku masuk, dia menutup pintu dan beranjak ke tempat tidur."Sebenarnya dari mana kau tahu dia punya pil tidur, apa kau mengawasinya?""Aku memeriksanya!""Lalu kenapa kau tahu anak kita dicekoki, kau langsung panik dan mengajakku pulang, apa kau punya kamera pengawas di rumah?""Tidak, hanya firasatku saja yang merasa tidak enak, jadi, aku mengajakmu pulang.""Syukurlah kau segera menyadari sesuatu.""Harusnya kita memecat wanita itu.""Jangan dulu, Sayang. Ga mudah cari pembantu jaman sekarang, apalagi aku sudah bilang ke kamu, tugas dia itu banyak dan rangkap.""Bagaimana kalau dia membahayakan anak kita?""Itu akan membahayakan dirinya sendiri, aku sudah bicara padanya, aku sudah memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan minta maaf. Jika dia masih mengulanginya maka aku tidak akan mengam