Share

3. makin tak mengerti

Aku beranjak Pergi ke kamarku untuk ganti baju dan mandi, sementara suamiku keluar dari rumah demi meredakan kemarahannya.

Sampai malam bergulir aku terus terpikirkan tentang ucapan burung itu. Apakah dia hanya berkicau untuk main-main saja dan meniru apa yang orang sekitar ucapkan?

Kalau ditimbang dari posisi rumahku, rumah kami berlantai dua yang dekat dengan tetangga, tapi karena dibatasi oleh tembok yang tinggi jadi suara-suara dari sekitar tidak masuk ke rumah kami. Meski berada di komplek, tapi tempat ini cukup tenang, di rumah juga jarang sekali ada tamu. Yang paling sering bicara hanya aku dan Mas Fahri, juga Fanni asisten kami.

**

Setelah salat isya aku turun ke dapur untuk membuat makan malam, kebetulan di dapur pembantuku sedang menyuapi putra kami makan buah. Gadis cantik dengan hidung mancung dan mata lebar serta berhijab itu, nampak terintimidasi dengan kedatanganku. Dia nampak cemas dan sedikit takut.

Aku tidak mengatakan apa-apa saat mengeluarkan ayam dan bumbu-bumbu dari kulkas. Sementara Ia segera mungkin menyuapi anakku lalu mengajaknya untuk pindah ke kamarnya.

"Fani, tunggu!"

"A-ada apa Bu?"

"Jawablah aku dengan jujur, apakah kau pernah mengajak seseorang datang ke rumah ini dan menghabiskan waktu?"

"Tidak Bu." Gadis muda itu menjawab pelan, bola matanya berkaca-kaca tapi ia menahannya. Apakah dia bersandiwara polos di hadapanku ataukah aku memang terlampau mudah curiga kepada seseorang? Aku tak tahu.

"Apakah suamiku pernah menggodamu!"

Wanita itu terkejut dan langsung mendongak mulutnya terbuka, dia menganga terperangah.

"Apa suamiku merayumu di saat aku tidak di rumah?" Gadis itu menggeleng cepat sambil meneteskan air mata tubuhnya nampak gemetar dan itu terlihat sekali di bahunya. Sepertinya dia benar-benar takut.

"Tidak Bu?"

"Lalu ucapan siapa yang ditiru burungmu itu?"

"Saya tidak mengerti, saya cemas Ibu Jadi curiga karena yang paling sering ada di rumah hanya saya. Saya takut kehilangan pekerjaan. Bagaimana saya akan mengirimkan uang untuk emak di desa, dia sudah tua." Gadis itu menangis tersedu sambil mengusap matanya dengan ujung jilbabnya. Anakku yang ada di gendongan yang nampak bingung memperhatikan pengasuh kesayangan yang menangis.

"Kalau ibu mencurigai saya mencuri, mungkin saya lebih bisa menerimanya dibandingkan saya dituduh berselingkuh dengan Bapak, itu jelas fitnah yang mengerikan, Bu."

"Kalau begitu jujurlah padaku...."

"Sebenarnya tempo hari ... sepupu saya berkunjung, dia datang dari desa dan hendak mencari pekerjaan ke kota, jadi dia mampir. Saya berusaha cepat-cepat menyuruhnya pergi, tapi dia malah bersantai dan main dengan burung itu, lalu dia berceloteh mengajak saya sesekali keluar jalan-jalan dan main. Mungkin itulah yang membuat burung itu menirukan perkataannya."

"Tapi kenapa harus ada kalimat kalian bermain di saat Ibu tidak ada?"

"Maafkan saya Bu.... saya lupa untuk bercerita kalau saudara saya datang. Saya takut karena Ibu terlihat begitu lelah jadi Minggu lalu saya tidak bercerita. Sepupu saya bilang mumpung tidak ada majikan, ayo kita main saja."

"Oh ya?" Aku berusaha mencerna perkataannya sambil menatap dan memperhatikan wajahnya. Dia menangis sambil mengelak semua tuduhan itu, bahunya berguncang, nada suaranya gemetar oleh kecemasan bahwa aku akan memecatnya.

"Saudara saya bilang begini: kalau Ibu lagi nggak ada di rumah kita main yuk' maksudnya, dia hendak mengajak saya jalan dan makan-makan. Tapi saya menolak karena saya harus menjaga Erwin dan tidak berani keluar rumah tanpa izin majikan," jawabnya dengan mata basah

Aku segera meraih tisu dan menyodorkan kepadanya.

"Maafkan aku karena aku tidak tahu cerita yang sebenarnya. Tolong hapus air matamu."

"Iya, Bu, sekali lagi maafkan saya ya Bu. Saya tidak teliti dan bekerja dengan baik."

"Tidak, jangan salahkan dirimu."

"Gara-gara saya juga, Bapak dan ibu harus bertengkar."

"Aku akan segera minta maaf dan berdamai dengan suamiku, terima kasih karena kau sudah jujur."

"Tolong percayalah kepada saya Bu... Dua tahun saya ikut ibu, saya tidak pernah berani berbuat macam-macam. Tolong jangan pecat saya...."

"Iya, saya mengerti, pergilah ke kamar anakku dan menonton TV lah dengannya, aku akan masak makan malam."

"Baik Bu, terima kasih," jawab gadis itu sambil mengusap air mata lalu beranjak ke lantai dua.

Aku melanjutkan pekerjaanku sambil menepuk keningku sendiri dan tertawa konyol karena sudah begitu percaya dengan perkataan burung.

"Astaghfirullah Ya Tuhan, ternyata diriku yang mudah curiga dan berasumsi. Mungkin karena aku terlalu lelah jadi aku langsung sensitif dan terpengaruh oleh perkataan burung beo. Ya Tuhan, aku sudah bertengkar dengan suamiku sepanjang hari gara-gara hewan itu. Aku yakin Mas Fahri sangat pusing dan bad mood. Aku harus menelponnya dan minta maaf," gumamku.

Usai menyiapkan ayam dan cuci tangan aku segera meraih ponsel, kugeser layar iPhone dan mencari kontak suamiku lalu kuhubungi dirinya.

"Halo."

"Di mana kamu Mas?"

"Di tempat ibu," jawab lelaki itu dengan tarikan napas berat.

"Pulanglah karena aku sudah menyiapkan makan malam, aku juga harus minta maaf padamu karena sudah salah paham."

"Jadi, kau sudah mereda dan mengerti sekarang?"

"Iya, aku paham. Aku minta maaf, Mas."

"Baiklah, aku memaafkanmu, Tapi tolong jangan ulangi lagi hal itu, karena itu menyakitiku. Aku mencintaimu dan bersumpah akan hidup serta mencari nafkah demi istri dan anak-anakku, jangan curigai aku dengan tuduhan yang rendah."

"Iya, Mas, maafkan aku."

"Baiklah, sayang, aku akan pulang."

Ah, syukurlah, akhirnya masalah mencurigakan sudah menemukan jawaban. Aku lega dan tersenyum bahagia

Tapi ... baru saja akan kuletakkan ponsel saat tiba-tiba burung itu kembali berkicau lagi.

"Aku melihatmu, aku melihatmu ... kau buka baju, buka baju...."

Astaga! Mataku terbelalak. Siapa yang dilihat buka baju? Sontak emosi yang tadinya mereda di kepalaku tiba-tiba naik dan menyengat setiap saraf dan ubun-ubun ini.

Ingin sekali aku bertanya kepada hewan itu apa saja yang sudah dia saksikan di rumah ini. Siapa yang harus aku yakini perkataannya pembantuku yang baru saja menangis, suamiku yang bersumpah akan mencintai keluarganya dan setia, ataukah hewan peliharaan yang terus saja berkicau dan mengucapkan kalimat-kalimat yang mencurigakan.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Elizabeth Kustantinah
pasang cctv aja
goodnovel comment avatar
Tari Emawan
mending pasang cctv diem2 bu. hadeuh. drpd dengerin burung beo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status