Usai mengganti pakaian aku berniat untuk turun ke dapur dan membuatkan makan untuk diriku sendiri. Biasanya Fani sudah menumis sayur dan menggoreng ayam, tapi kali ini aku ingin bikin sambal bawang dan makan dengan rebusan daun singkong yang kubeli tempo hari.
Sebelum pergi ke dapur, aku sengaja mematikan AC dan pintu dorong yang difungsikan sebagai dinding sekaligus pintu, panel kaca yang terhubung antara taman samping dan ruang keluarga. Aku ingin membiarkan udara segar dan suara gemericik air kolam masuk ke rumah.Tapi, betapa terkejutnya aku beberapa detik setelah itu, saat ku sapu pandanganku ke kandang burung beo, aku menyaksikan hewan itu sudah terkapar dan jatuh ke dasar kandangnya.Aku berlari mendekat setengah panik karena itu adalah burung kesayangan suamiku."Jack!"Tidak ada respon di sana sampai aku akhirnya membuka pintu dan menyentuh hewan itu. Dia sudah kaku, semut mulai menggerogoti bagian mata dan wajahnya."Astaghfirullah..." Aku mengangkat burung itu lalu mengeluarkannya kemudian meletakkannya di sisi kolam.Aku segera menelpon suamiku untuk mengabarkan apa yang terjadi pada burung beo pintar kami."Mas, tiba-tiba burungnya mati?""Oh ya? Kok bisa?""Aku ga tahu Mas, tiba-tiba dia sudah mati di dalam kandangnya.""Oh baiklah, ini aku sudah mau pulang.""Iya baiklah, segeralah pulang."Aku heran bukan main kenapa tiba-tiba burung itu mati begitu saja. Setelah berkicau riang gembira dengan berbagai celotehan, tiba-tiba hewan itu mati tanpa sebab. Apa ada yang sengaja membunuh atau meracuninya. Jika seseorang hendak menyakitinya hewan itu pasti akan melawan dan mematuknya, aku rasa, ini semakin tidak beres saja.*Sekitar 10 menit kemudian suamiku sampai di rumah, aku tidak jadi membuat sambal bawang dan makan seperti seleraku tadi. Aku terdiam di sofa ruang keluarga sambil menatap kandang burung yang sudah hampa.Apa yang sebenarnya terjadi, Apakah burung itu sengaja dibunuh agar tidak lagi berkicau dan menimbulkan salah paham, kenapa harus dibunuh. Aku yakin bukan suamiku saja yang akan merasa sedih, tapi, Davin putra pertama kami yang sangat menyayangi hewan itu.Aku bisa bayangkan betapa sedihnya anakku pulang dari mengaji nanti, ketika tahu kalau burung beonya itu sudah mati."Mana burungnya?" tanya suamiku."Itu." Pria itu mendekat dan hanya berdiri tanpa menyentuhnya sedikitpun. Biasanya suamiku tidak pernah melewatkan waktu untuk menyentuhnya."Oh, ya sudah, biar saja," jawabnya sambil mengangkat bahu. Responnya yang datar seperti itu membuatku curiga kalau dialah yang sudah membunuh burung itu."Apa kau membunuhnya?""Apa Aku membelinya seharga 5 juta dan memeliharanya di kandang mahal, harga pakannya pun maha, hanya untuk kubunuh?""Dengan alasan bahwa gara-gara dia aku dan kamu bertengkar.""Tetap saja itu bukan alasan yang cukup untuk membunuh burung.""Kenapa tiba tiba mati.""Yang namanya makhluk hidup pasti mati, sudahlah, aku akan menguburkan bangkainya," ujarnya sambil berlalu dengan santai. Aku terkejut, dia tak sedih sama sekali."Hei, jangan terus tercenung dan overthinking gara-gara burung, masaklah sesuatu untukku makan.""Ada makanan di meja Mas.""Aku ingin goreng sosis dengan saus pedas," ujarnya."Baiklah akan kubuat," balasku sambil bangkit.Aku beranjak ke dapur lalu mencuci tanganku dengan sabun kemudian mengambil sosis dari dalam lemari es dan hendak memotong-motongnya. Saat akan kubuang kulit sosis itu ke dalam tong sampah, aku terkejut karena mendapati sebuah plastik kecil yang mencurigakan. Diperhatikan lebih rinci, ternyata itu adalah pestisida pembunuh hama.Hah!Fix, burung itu benar-benar diracun oleh seseorang. Aku jadi makin curiga kepada salah seorang di antara Fanny dan Mas Fahri. Kenapa mereka tega melakukan itu dan haruskah sekejam itu untuk menyembunyikan sebuah Rahasia. Apakah ini perbuatan fani untuk menyembunyikan kesalahan bahwa dia pernah mengajak seseorang dan melakukan hal yang tidak tidak di dalam rumahku. Ataukah suamiku memang ada main seperti apa yang dikatakan burung beo itu.Ah ya Tuhan, saksi kunci sudah mati dan tersingkir, aku harus melakukan sesuatu untuk mengetahui segalanya.Aku melanjutkan masakanku sambil menunggu Mas Fahri turun kembali, tak lama kemudian Fani dan RW yang terlihat turun mereka nampak sudah segar dan ganti baju. Erwin sudah dimandikan setelah ashar."Fani kemarilah!""Iya, Bu.""Apa kau tahu kalau burungnya sudah mati?""Tidak Bu!" Gadis itu nampak menggeleng cepat dan terkejut. "Kapan matinya?""Tadi saat ku buka pintu kaca dan kudapati dia sudah mati.""Saya sungguh tidak tahu!""Apa kau lihat plastik pestisida yang ada di dalam tong sampah itu," tanyaku sambil melirik tong sampah."Saya tidak tahu menahu Bu, saya berani bersumpah." Gadis itu mulai nampak ketakutan dan khawatir sekali. Gestur tubuhnya gemetar."Saya tidak tahu apa-apa Bu saya hanya membersihkan rumah dan memasak lalu mengajak Erwin naik ke lantai 2 dan bermain sepanjang hari.""Baiklah kalau begitu," balasku dengan wajah yang tidak lagi sesabar dulu kepada pembantuku. Dia nampak ketakutan denganku."Ada apa ribut ribut?" tanya Mas Fahri."Apa kau sengaja membunuh burung itu?" tanyaku dengan tatapan tajam, "dengan membunuhnya kau seakan mengungkap kesalahanmu sendiri.""Apa maksudmu? Baru saja ku katakan kalau aku tidak tahu apa-apa bukannya kau lihat aku sepanjang hari ada di kantor?""Bukannya kau tadi pulang ke rumah? Jam sepuluh tadi kau pulang!" Balasku dengan tidak kalah sengitnya. Lelaki itu terkejut tapi ia segera merangkum nafas untuk membuat alasan lagi."Ya aku lupa berkah, terus kenapa?""Siapa yang membeli pestisida dari toko pertanian, lalu mengosongkan isinya dan membuangnya ke tong sampah dapur?!" Aku menatapnya dengan tajam, "Kenapa kau membunuh hewan itu dengan kejam.""A-ku tidak mem ....""Cukup Mas, Jangan terus-terus berbohong karena aku sudah muak, katakan saja.""Ya baiklah, aku membunuhnya karena percuma saja memelihara hewan yang akhirnya mendatangkan mudarat dalam hubungan kita.""Berarti kau memang menyembunyikan sesuatu!""Tidak, aku memilih melenyapkannya demi menghilangkan musibah dalam keluarga kita.""Oh ya? Kenapa tidak dilepas saja atau berikan pada orang lain.""Aku tidak mau!" Balas suamiku dengan kesal.Astaga, aku makin tak mengerti, sepertinya dia memang melakukan itu untuk menutupi semua kesalahannya.Sepanjang malam, aku tidak bicara sama sekali dengan mas Fahri, kumasak sosis pesanannya lalu kutinggalkan dia ke lantai 2. Hatiku dongkol dan dipenuhi banyak pertanyaan mengapa dia sampai berbuat senekat Itu.Pada akhirnya, saat keadaan mendesak dia mengaku membunuh hewan tidak bersalah itu.Demi apa? Apa melenyapkannya akan membuat keadaan jadi aman dan aku tidak akan curiga. Justru dengan membunuh burung itu, aku semakin yakin bahwa dia memang punya rahasia terkelam di dalam rumah ini.Aku hendak mencari cara di dalam kepalaku agar bisa mengungkap segalanya dengan tegas, aku tidak mau jadi istri yang terus dibodohi dan hanya percaya pada dusta suamiku.Terakhir kali burung itu berkicau dan bersaksi kalau dia melihat seseorang buka baju. Siapa yang buka baju? Dan siapa yang lancang melakukan itu di dalam rumahku? Jika seseorang jelas dilihat oleh burung itu, artinya, mereka melakukannya di sekitar taman samping atau ruang keluarga.Siapa yang akan buka baju di sana dan kenapa?P
Tak berhenti sampai di sana karena aku juga terkejut mendapati ada sebuah tabung kecil yang berisi pil. Tidak ada keterangan apapun di sana.Kurasa pembantuku sehat-sehat saja, dia tidak sakit atau membutuhkan obat yang harus membuat dia meneguknya sepanjang waktu. "Apa mungkin pembantuku ini punya kerjaan sampingan selain jadi asisten rumah tangga, jangan jangan ini pil kontrasepsi." Aku mulai membayangkan sesuatu yang tidak tidak tentang pembantuku. Apakah dia berpacaran sejauh itu dengan kekasihnya, lalu menyimpan pil kontrasepsi di kamarnya demi mencegah kehamilan. Ataukah, dia juga melayani lelaki hidung belang di waktu liburannya demi tambahan uang agar dia bisa mengirimkan pada ibunya di kampung sana.Astaga, ya Allah, ada apa ini.Tiin....Suara klakson panjang mobil di depan rumah, sepertinya itu adalah suara mobil teknisi yang akan memasang CCTV. Demi tidak terlihat mencolok bahwa aku memeriksa kamarnya segera kuambil beberapa sampel pil itu lalu kukantongi kemudian mengem
"Erwin!" Aku mengguncang anakku dengan kepanikan yang luar biasa, aku nyaris menangis karena merasa bersalah terlalu sibuk bekerja dan mengurusi hal-hal lain sementara aku lupa memberinya kasih sayang dan perhatian yang cukup."Ada apa Bu? Adik Erwin sedang tidur dengan pulas, dia kelelahan karena ikut dengan saya ke supermarket dan ke rumah neneknya.""Kau yakin!" Aku ingin langsung menamparnya dan melampiaskan emosiku tapi aku tidak punya bukti kalau dia meletakkan obat tidur itu ke dalam botol susu anakku."Iya Bu, kalau sudah ngantuk sekali Erwin biasanya akan tertidur dengan pulas. Dengan santainya wanita itu datang ke pinggiran yang anakku kemudian menekan sedikit ujung telinganya dan membisikkannya kata-kata yang lembut."Dek, adek bangun dong!""Hmmm ...." Anakku menggeliat dan menggumam panjang, pelan pelan ia mengerjab dan buka mata, lalu menangis kesal karena aku membangunkan tidurnya."Maaf sayang, maaf." Aku meraihnya dari tangan Fani lalu memeluknya dengan penuh kasih.
Dari sekian banyak hari yang kulalui di dalam hidupku. Baru pagi ini aku merasa tidak bersemangat untuk pergi bekerja. Ada kekhawatiran dan firasat tak nyaman begitu aku naik ke mobil dan meninggalkan rumah. Seakan akan, ada kejadian yang mungkin tidak mengenakkan yang bisa saja terjadi saat aku tidak ada di rumah.Seperti biasa aku naik mobil dengan suamiku, dia yang sudah tampan dengan baju dinas berwarna coklat muda mengendarai mobil sambil mengikuti alunan lagu yang terputar di radio. Aku sendiri, sibuk dalam kegamangan perasaanku. Aku takut, terjadi sesuatu yang tidak ku inginkan pada putraku, aku takut, funny memberinya obat tidur dan membiarkan dia tertidur sepanjang hari agar tidak rewel. Aku cemas pengaruh obat tidur itu akan merusak otak anakku. Aku benar benar khawatir.Sudah ku pikirkan apa yang akan kulakukan Andai Gadis itu terbukti meletakkan obat tidur pada anakku, Mungkin aku akan langsung membawanya ke kantor polisi atau aku akan memukulnya sampai dia babak belur. Ak
"Apakah kau sungguh melakukan itu!" Tanya suamiku kepada Fani sekali lagi. Wanita itu menangis tersedu-sedu dan minta ampun."Maafkan saya Pak, saya pikir membuat dia tertidur dengan pulas akan memulihkan energi dan membuat dia semakin nyaman," ujarnya sambil mendongak dan menatap wajah suamiku dengan lekat.Biasanya seorang pembantu yang melakukan kesalahan besar tidak akan berani menatap wajah majikannya dengan tatapan seberani itu."Saya melakukannya tanpa niat buruk Pak. Itu memang obat saya jadi saya memberi seperempat dosisnya untuk membuat Erwin tertidur lebih pulas, karena selama ini dia mudah sekali terbangun dan rewel.""Meski dia memang rewel dan tidak pernah tidur dengan baik, kau tidak berhak memberikan anakku obat tanpa izin orang tuanya. Ini adalah sebuah kejahatan yang bisa diseret ke kantor polisi!" teriakku dengan emosi."Ampuni saya Bu, maafkan saya Pak, Saya sungguh menyayangi Davin dan Erwin sepenuh hati saya. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk mereka dan me
Malam bergulir menjadi larut dan mulai sepi, kedua putraku sudah tertidur di kamar masing masing.Kubersihkan wajahku dengan krim pembersih sambil menatapnya di depan kaca. Tak lama suamiku masuk, dia menutup pintu dan beranjak ke tempat tidur."Sebenarnya dari mana kau tahu dia punya pil tidur, apa kau mengawasinya?""Aku memeriksanya!""Lalu kenapa kau tahu anak kita dicekoki, kau langsung panik dan mengajakku pulang, apa kau punya kamera pengawas di rumah?""Tidak, hanya firasatku saja yang merasa tidak enak, jadi, aku mengajakmu pulang.""Syukurlah kau segera menyadari sesuatu.""Harusnya kita memecat wanita itu.""Jangan dulu, Sayang. Ga mudah cari pembantu jaman sekarang, apalagi aku sudah bilang ke kamu, tugas dia itu banyak dan rangkap.""Bagaimana kalau dia membahayakan anak kita?""Itu akan membahayakan dirinya sendiri, aku sudah bicara padanya, aku sudah memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan minta maaf. Jika dia masih mengulanginya maka aku tidak akan mengam
*"Ada apa kau sering sekali memantau ponselmu?" tanya Rika yang bangkunya tepat berada di sampingmu meja kerjaku. Ada sekat antara meja kerja aku dan meja kerjanya tapi secara umum aku dan dia bisa saling melihat kegiatan masing-masing. "Aku memantau keadaan anakku di rumah.""Jadi kau sudah pasang CCTV?" tanyanya sambil menggeser kursi kerja yang beroda itu."Ya, aku memasangnya di beberapa titik.""Uhm, oh ya, Kenapa kau kemarin pulang dengan terburu-buru?""Tidak ada, kupikir pembantuku lupa mematikan kompornya karena dia naik ke lantai 2 bersama anakku, ternyata aman saja," jawabku yang enggan menceritakan sesuatu tentang pil tidur. Aku malas membahasnya karena itu akan membangkitkan rasa sakit di dalam hatiku. "Apa kecurigaanmu tentang gadis yang bekerja di rumahmu sudah terbukti.""Belum, aku akan selalu memantaunya.'"Aku berharap bahwa dugaan-dugaan itu hanya prasangka yang salah. Aku berdoa semoga kau dan suamimu selalu langgeng dan bahagia serta tidak diguncang prahara a
Lama dua sejoli itu saling memeluk, lama pula aku memperhatikan adegan itu tanpa berkedip sedikit pun hingga tak kusadari ternyata Rika juga ikut menyaksikannya di belakangku."Jadi itu yang kau lihat," desisnya pelan."Iya." Aku mengarahkan ponselku ke arah lain, Apa yang dilihat oleh sahabatku itu benar-benar tidak pantas disaksikan. Citra suamiku yang begitu terhormat di kantor membuat siapapun pasti tidak akan percaya kalau dia tega punya hubungan dengan seorang pembantu."Aku ga salah lihat kan?" tanyanya sekali lagi."Aku meminta dan mohon padamu agar kau merahasiakannya sampai aku benar-benar menyelesaikannya dengan suamiku.""Tentu saja, Ini adalah aib besar yang tidak perlu diketahui siapapun," bisiknya sambil menatap diriku dengan penuh keprihatinan. Di ponselku, suamiku nampak berci***n dengan Fani, mereka saling memag**t dengan ganas, suamiku menyentuh kepala gadis itu sementara Fani melingkarkan tangannya ke pinggang suamiku. Di latar belakang, aku mendengar suara Erwi