Sepanjang malam, aku tidak bicara sama sekali dengan mas Fahri, kumasak sosis pesanannya lalu kutinggalkan dia ke lantai 2. Hatiku dongkol dan dipenuhi banyak pertanyaan mengapa dia sampai berbuat senekat Itu.
Pada akhirnya, saat keadaan mendesak dia mengaku membunuh hewan tidak bersalah itu.Demi apa? Apa melenyapkannya akan membuat keadaan jadi aman dan aku tidak akan curiga. Justru dengan membunuh burung itu, aku semakin yakin bahwa dia memang punya rahasia terkelam di dalam rumah ini.Aku hendak mencari cara di dalam kepalaku agar bisa mengungkap segalanya dengan tegas, aku tidak mau jadi istri yang terus dibodohi dan hanya percaya pada dusta suamiku.Terakhir kali burung itu berkicau dan bersaksi kalau dia melihat seseorang buka baju. Siapa yang buka baju? Dan siapa yang lancang melakukan itu di dalam rumahku? Jika seseorang jelas dilihat oleh burung itu, artinya, mereka melakukannya di sekitar taman samping atau ruang keluarga.Siapa yang akan buka baju di sana dan kenapa?Pertanyaan besar itu membuatku gila. Aku tertekan berhati hari. Demi Allah, aku harus mengulik satu persatu rahasia dalam rumahku secara perlahan. Aku harus mencari tahu tentang pembantuku dan apa saja kegiatan suamiku di rumah ini jika aku sedang tidak ada.*Aku ke kamar anakku dan kebetulan kudapati dia sedang mengerjakan pr-nya."Malam sayang," ujarku pada Davin, anak berkulit putih dengan rambut lurus yang punya banyak prestasi bela diri dan olahraga itu tersenyum melihatku."Ada apa Ma?""Kamu kan pulang lebih cepat dari Mama setiap hari. apa kau pernah melihat sesuatu yang mencurigakan?""Tentang siapa, Ma?""Fani dan Papa.""Apa maksudnya mama mengaitkan antara pembantu dan Papa? Davin gak melihat apapun, Ma.""Apa mereka tidak pernah bicara dan tertawa-tawa berdua, atau Papa nampak selalu memanggilnya?""Kenapa Papa akan melakukan itu pada asisten? Tidak Ma, kami bersama dengan adikku sementara Papa selalu sibuk di ruang kerja atau membersihkan filter kolam koi.""Oh, baiklah," jawabku.Dalam hati aku menyesal telah bertanya pada putraku karena itu menimbulkan kecurigaan dan keresahan tersendiri untuk dirinya."Ya sudah kamu lanjutkan saja pr-mu, maaf karena mama sudah mengganggu.""Apa mama pikir kalau Papa dan pembantu pacaran?"Ah, tidak, itu tidak mungkin.""Baguslah," jawab anakku mengangguk.Meski dia masih muda, tapi sensitifitas dan peka perasaannya tidak bisa kuabaikan, dia langsung tidak senang begitu aku mempertanyakan sesuatu tentang ayah kesayangannya itu.Ah, ini bukan solusi terbaik.**Esok hari."Bangunlah. Apa kau tidak akan pergi ke kantor?" tanya suamiku."Aku tidak enak badan, jadi aku izin." Aku menjawab tanpa bergerak dari bawah selimut sedikitpun."Apa kau baik baik saja?" Dia berusaha mendekat dan menyentuhku tapi aku menghindar."Pergilah.""Aku merasa aneh saat untuk pertama kalinya istri tidak menyiapkan kopi.""Ada Fani di bawah.""Gadis itu tidak pernah menyiapkan kopi untukku.""Maka buat itu jadi pernah.""Ya ampun, Apa kau PMS, hingga kau sensi sekali.""Kurasa begitu, jadi pergilah.""Baiklah," jawabnya sambil mendengkus.*Setelah 15 menit meringkuk dibawa selimut dan mendengar dengan pasti bahwa mobil suamiku sudah pergi aku langsung menyibak benda itu dari tubuhku dan melompat dari tempat tidur. Aku memastikan bahwa pria itu sudah benar-benar pergi dari rumah."Fani!" Aku memanggilnya."Ada apa Ibu?""Eh, ini ada beberapa daftar belanjaan yang harus kau beli ke supermarket, tolong pergilah. Dan ajak Erwin juga, belikan dia camilan.""Iya, Bu.""Terus mampir ke rumah Ibuku dan minta beliau untuk mengirimkan sambal buatannya.""Baik ibu, tapi apakah Ibu bersedia menunggu lama kalau saya kembalinya terlambat.""Tidak masalah, pergilah," jawabku " aku sedang sakit dan ingin makan masakan ibuku, jadi tolong pergi ambilkan, juga ada kelebihan uang di sana Jadi kau dan Erwin bisa beli ayam goreng.""Siap Bu, terima kasih Bu." Gadis itu tersenyum menerima uang pemberian dariku. Dia nampak bersemangat dan segera mengajak Erwin untuk ganti baju.*Hal pertama yang kulakukan saat Gadis itu pergi adalah, menghubungi teknisi CCTV dan meminta mereka untuk segera datang lalu memasangnya secepat mungkin. Aku memesan beberapa buah kamera untuk dipasang di berbagai titik. Jika nanti, dalam perjalanan waktu, aku menemukan sesuatu yang janggal, maka aku tidak akan segan-segan untuk segera memecat Fani dan memberi pelajaran kepada Mas Fahri.Usai menghubungi petugas teknisi, aku pergi ke kamar gadis itu. Pergi memeriksa barang-barang pribadi dan apa yang dia sembunyikan di dalam lemari.Aku memeriksa ke bawah kasur dan bantalnya di mana aku menemukan beberapa jumlah uang. Aku tidak heran dengan itu, karena mungkin dia menyembunyikan gajinya di sana. Aku memeriksa lemarinya dan mendapati beberapa lembar pakaian serta kosmetik. Ada headphone dan memori card juga, serta sepatu baru miliknya.Tapi ada yang kemudian membuatku terkejut karena dibawa tumpukan pakaiannya aku melihat ada baju yang cukup menarik perhatian. Baju sutra dengan renda yang halus, nampak mahal. Saat kugeser benda itu dari tumpukannya, aku terkejut, kubuka dan kuperhatikan dengan seksama, ternyata itu adalah baju tidur seksi bermerek. Aku tahu berapa harga baju itu, kalau dihitung dengan gajinya, itu bisa menghabiskan lebih dari setengah gaji.Kenapa seorang gadis muda yang belum menikah membeli sebuah lingerie, Apakah dia punya pasangan yang akan dia senangkan di malam hari. Sebenarnya manusiawi dia membelinya jika itu untuk tidur dan dia berhak melakukannya. Tapi, itu berlawanan dengan sifat dan pembawaannya sehari-hari yang sangat tertutup dan pemalu. Apakah, pembantuku aslinya adalah wanita yang bi*al dan nakal??Tak berhenti sampai di sana karena aku juga terkejut mendapati ada sebuah tabung kecil yang berisi pil. Tidak ada keterangan apapun di sana.Kurasa pembantuku sehat-sehat saja, dia tidak sakit atau membutuhkan obat yang harus membuat dia meneguknya sepanjang waktu. "Apa mungkin pembantuku ini punya kerjaan sampingan selain jadi asisten rumah tangga, jangan jangan ini pil kontrasepsi." Aku mulai membayangkan sesuatu yang tidak tidak tentang pembantuku. Apakah dia berpacaran sejauh itu dengan kekasihnya, lalu menyimpan pil kontrasepsi di kamarnya demi mencegah kehamilan. Ataukah, dia juga melayani lelaki hidung belang di waktu liburannya demi tambahan uang agar dia bisa mengirimkan pada ibunya di kampung sana.Astaga, ya Allah, ada apa ini.Tiin....Suara klakson panjang mobil di depan rumah, sepertinya itu adalah suara mobil teknisi yang akan memasang CCTV. Demi tidak terlihat mencolok bahwa aku memeriksa kamarnya segera kuambil beberapa sampel pil itu lalu kukantongi kemudian mengem
"Erwin!" Aku mengguncang anakku dengan kepanikan yang luar biasa, aku nyaris menangis karena merasa bersalah terlalu sibuk bekerja dan mengurusi hal-hal lain sementara aku lupa memberinya kasih sayang dan perhatian yang cukup."Ada apa Bu? Adik Erwin sedang tidur dengan pulas, dia kelelahan karena ikut dengan saya ke supermarket dan ke rumah neneknya.""Kau yakin!" Aku ingin langsung menamparnya dan melampiaskan emosiku tapi aku tidak punya bukti kalau dia meletakkan obat tidur itu ke dalam botol susu anakku."Iya Bu, kalau sudah ngantuk sekali Erwin biasanya akan tertidur dengan pulas. Dengan santainya wanita itu datang ke pinggiran yang anakku kemudian menekan sedikit ujung telinganya dan membisikkannya kata-kata yang lembut."Dek, adek bangun dong!""Hmmm ...." Anakku menggeliat dan menggumam panjang, pelan pelan ia mengerjab dan buka mata, lalu menangis kesal karena aku membangunkan tidurnya."Maaf sayang, maaf." Aku meraihnya dari tangan Fani lalu memeluknya dengan penuh kasih.
Dari sekian banyak hari yang kulalui di dalam hidupku. Baru pagi ini aku merasa tidak bersemangat untuk pergi bekerja. Ada kekhawatiran dan firasat tak nyaman begitu aku naik ke mobil dan meninggalkan rumah. Seakan akan, ada kejadian yang mungkin tidak mengenakkan yang bisa saja terjadi saat aku tidak ada di rumah.Seperti biasa aku naik mobil dengan suamiku, dia yang sudah tampan dengan baju dinas berwarna coklat muda mengendarai mobil sambil mengikuti alunan lagu yang terputar di radio. Aku sendiri, sibuk dalam kegamangan perasaanku. Aku takut, terjadi sesuatu yang tidak ku inginkan pada putraku, aku takut, funny memberinya obat tidur dan membiarkan dia tertidur sepanjang hari agar tidak rewel. Aku cemas pengaruh obat tidur itu akan merusak otak anakku. Aku benar benar khawatir.Sudah ku pikirkan apa yang akan kulakukan Andai Gadis itu terbukti meletakkan obat tidur pada anakku, Mungkin aku akan langsung membawanya ke kantor polisi atau aku akan memukulnya sampai dia babak belur. Ak
"Apakah kau sungguh melakukan itu!" Tanya suamiku kepada Fani sekali lagi. Wanita itu menangis tersedu-sedu dan minta ampun."Maafkan saya Pak, saya pikir membuat dia tertidur dengan pulas akan memulihkan energi dan membuat dia semakin nyaman," ujarnya sambil mendongak dan menatap wajah suamiku dengan lekat.Biasanya seorang pembantu yang melakukan kesalahan besar tidak akan berani menatap wajah majikannya dengan tatapan seberani itu."Saya melakukannya tanpa niat buruk Pak. Itu memang obat saya jadi saya memberi seperempat dosisnya untuk membuat Erwin tertidur lebih pulas, karena selama ini dia mudah sekali terbangun dan rewel.""Meski dia memang rewel dan tidak pernah tidur dengan baik, kau tidak berhak memberikan anakku obat tanpa izin orang tuanya. Ini adalah sebuah kejahatan yang bisa diseret ke kantor polisi!" teriakku dengan emosi."Ampuni saya Bu, maafkan saya Pak, Saya sungguh menyayangi Davin dan Erwin sepenuh hati saya. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk mereka dan me
Malam bergulir menjadi larut dan mulai sepi, kedua putraku sudah tertidur di kamar masing masing.Kubersihkan wajahku dengan krim pembersih sambil menatapnya di depan kaca. Tak lama suamiku masuk, dia menutup pintu dan beranjak ke tempat tidur."Sebenarnya dari mana kau tahu dia punya pil tidur, apa kau mengawasinya?""Aku memeriksanya!""Lalu kenapa kau tahu anak kita dicekoki, kau langsung panik dan mengajakku pulang, apa kau punya kamera pengawas di rumah?""Tidak, hanya firasatku saja yang merasa tidak enak, jadi, aku mengajakmu pulang.""Syukurlah kau segera menyadari sesuatu.""Harusnya kita memecat wanita itu.""Jangan dulu, Sayang. Ga mudah cari pembantu jaman sekarang, apalagi aku sudah bilang ke kamu, tugas dia itu banyak dan rangkap.""Bagaimana kalau dia membahayakan anak kita?""Itu akan membahayakan dirinya sendiri, aku sudah bicara padanya, aku sudah memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan minta maaf. Jika dia masih mengulanginya maka aku tidak akan mengam
*"Ada apa kau sering sekali memantau ponselmu?" tanya Rika yang bangkunya tepat berada di sampingmu meja kerjaku. Ada sekat antara meja kerja aku dan meja kerjanya tapi secara umum aku dan dia bisa saling melihat kegiatan masing-masing. "Aku memantau keadaan anakku di rumah.""Jadi kau sudah pasang CCTV?" tanyanya sambil menggeser kursi kerja yang beroda itu."Ya, aku memasangnya di beberapa titik.""Uhm, oh ya, Kenapa kau kemarin pulang dengan terburu-buru?""Tidak ada, kupikir pembantuku lupa mematikan kompornya karena dia naik ke lantai 2 bersama anakku, ternyata aman saja," jawabku yang enggan menceritakan sesuatu tentang pil tidur. Aku malas membahasnya karena itu akan membangkitkan rasa sakit di dalam hatiku. "Apa kecurigaanmu tentang gadis yang bekerja di rumahmu sudah terbukti.""Belum, aku akan selalu memantaunya.'"Aku berharap bahwa dugaan-dugaan itu hanya prasangka yang salah. Aku berdoa semoga kau dan suamimu selalu langgeng dan bahagia serta tidak diguncang prahara a
Lama dua sejoli itu saling memeluk, lama pula aku memperhatikan adegan itu tanpa berkedip sedikit pun hingga tak kusadari ternyata Rika juga ikut menyaksikannya di belakangku."Jadi itu yang kau lihat," desisnya pelan."Iya." Aku mengarahkan ponselku ke arah lain, Apa yang dilihat oleh sahabatku itu benar-benar tidak pantas disaksikan. Citra suamiku yang begitu terhormat di kantor membuat siapapun pasti tidak akan percaya kalau dia tega punya hubungan dengan seorang pembantu."Aku ga salah lihat kan?" tanyanya sekali lagi."Aku meminta dan mohon padamu agar kau merahasiakannya sampai aku benar-benar menyelesaikannya dengan suamiku.""Tentu saja, Ini adalah aib besar yang tidak perlu diketahui siapapun," bisiknya sambil menatap diriku dengan penuh keprihatinan. Di ponselku, suamiku nampak berci***n dengan Fani, mereka saling memag**t dengan ganas, suamiku menyentuh kepala gadis itu sementara Fani melingkarkan tangannya ke pinggang suamiku. Di latar belakang, aku mendengar suara Erwi
"Bagaimana kabar Ibu, apa semuanya lancar?" tanyanya dengan pertanyaan yang selalu dia tanyakan setiap hari. Terdengar seperti sebuah perhatian tapi ternyata dia hanya pura-pura baik.Aku hanya tersenyum tipis sambil beranjak melewatinya dan masuk ke dalam rumah. Kusapu pandanganku kepada rumah yang sudah dibersihkan dengan detail, aroma wangi dari pengharum ruangan menguar ke penciuman. Anak-anak yang sedang nonton TV langsung bangun dan menghambur ke arahku lalu memelukku."Mama, kita mau makan ayam goreng," ujar Davin."Iya Sayang boleh nanti mama pesankan untuk kamu.""Yeaay, terima kasih Ma," balasnya. "Aku sudah mengerjakan semua tugas yang Ibu perintah tadi pagi," ujar wanita itu sambil meletakkan tas kerja Suamiku di meja konsol."Terima kasih," balasku."Saya juga sudah masak dan makanannya masih panas, sebaiknya ibu segera makan."Biasanya aku akan langsung tertawa gembira dan memuji serta berterima kasih, tapi, kali ini aku hanya diam saja. Aku berjalan dengan lesu ke ar