Kerah Baju Bernoda Merah

Kerah Baju Bernoda Merah

By:  Nana Rose  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
21 ratings
60Chapters
3.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

"Aku Mencintaimu lebih dari apapun, Kirani Adriani," bisik Adi ke telinga sang istri tercinta. "Jangan kau kira aku akan mudah tertipu dengan mulut manismu, Mas Adi," balas Rani menahan perih. Kebahagiaan Rani seketika menghilang. Hatinya hancur lebur saat melihat noda merah di kerah baju Adiーsuaminya. Dia berharap dapat hidup bahagia bersama suaminya hingga maut memisahkan mereka. Namun nyatanya, hanya menyisakan kepedihan. Rani memilih untuk menutup mata saat mengetahui sosok pelakor yang hadir menghancurkan rumah tangganya. Rani berusaha bangkit dari keterpurukan. Karena hidup harus terus berjalan, bukan? Siapa pelakor itu? Akankah rumah tangga Rani dan Adi tetap bertahan? Instagram: Nana_rostia91 FB: Nana Nafaqih Nhana Salam hangat, Nana

View More
Kerah Baju Bernoda Merah Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Aksara Kata
wah keren abis sihh nggak bosen untuk dibaca, nggak rugi buka tiap babnyaa. bikin canduu bangettt nggak ketolong ...
2023-08-27 08:24:38
0
user avatar
Yeni_Lestari87
ceritanya bagus. aku sukaa. ditunggu lanjutannya kakkk
2023-08-14 14:02:57
0
user avatar
Summer Rain
ini nih yang bikin gemes, pelakor. ditunggu updatenya ya Thor ...
2023-06-22 19:51:25
1
user avatar
Bluemoongirl
Keren ceritanya. Jadi kesel sama pelakornya -_-
2023-06-21 21:05:06
2
default avatar
Fifi Rindu Fifi
semakin penasaran sama kelanjutannya
2023-06-21 20:16:20
1
user avatar
Ryoum ei
dari blurb udah menarik apalagi isinya. fighting author ...
2023-06-19 15:52:40
1
user avatar
Yeni_Lestari87
pelakor dimana mana emang nyebelin. ceritanya seru banget. semangat kakkk
2023-06-17 05:38:39
1
user avatar
Jemibacon
susah nih kalau gak ada cinta, semngat thor menarik ceritnya
2023-06-16 21:14:48
1
user avatar
Say_the name
Lanjut Thor!! seru ceritanya...
2023-06-15 23:49:59
1
user avatar
VBeytha
seru ceritanya, lanjut!
2023-06-15 22:01:07
1
user avatar
Lucky Number 12
sulit jg. nikah, tp ga mencintai...
2023-06-15 20:33:36
1
user avatar
Meriatih Fadilah
di mana-mana pelakor memang meresahkan, bikin gemes ceritanya, lanjut ya kak
2023-06-15 18:28:16
1
user avatar
Nathan Ryuu
bikin gemes ngeremes2 hati nih ceritanya, tor! ditunggu updatenya yak!
2023-06-15 18:20:31
1
user avatar
Inura Lubyanka
Keren, Thor!!! Ceritanya menarik. Kasihan juga Rani harus menikah tanpa cinta sama Adi. Semoga perlahan cinta kalian bisa tumbuh yah. Semangat update, Thor!!!
2023-06-15 13:53:47
1
user avatar
Nana Rose
Terima kasih untuk semua pembaca... Karena banyak yang gak sabar dan tiap hari menanti sama kelanjutan ceritanya...author berusaha update chapter setiap hari ...️ Yeahhh ...
2023-06-15 00:32:37
0
  • 1
  • 2
60 Chapters
1. Pernikahan Hambar
Kirani tidak membayangkan akan menjadi istri seorang Joniadi. Di dalam hati sama sekali tidak terbersit sedikit pun akan melepas masa lajang dengan pria lain selain Raka. Memang tidak mungkin sebab Raka sudah tidak ada di dunia ini. Hari pernikahan akhirnya tiba. Seluruh tamu undangan terlihat sangat bahagia bisa menjadi saksi pernikahan Kirani dan Joniadi. Proses akad dan resepsi berjalan lancar dan tanpa halangan. "Aku beruntung bisa menjadi suami mu, Rani," ujar Adi menatap lekat wajah istri tercinta. "Alhamdulillah, Mas." Rani melirik wajah suami lalu kembali menunduk. Perasaan hambar dirasakan seorang Rani. Sama sekali belum tumbuh perasaan cinta. Rasa sayang saja sama sekali tidak ada. Hanya permintaan dari Bapak yang membuat Rani terpaksa mau menikah dengan Joniadi. "Ya Allah, aku menjalani pernikahan tanpa cinta. Aku harus bisa menumbuhkan benih-benih cinta ke Mas Adi. Dia sudah menjadi suami ku," batin Rani meremas gaun pernikahan yang bernuansa gold. Tamu masih silih ber
Read more
2. Noda Merah
"Bapak, Rani boleh ikut saya ke Jakarta?" tanya Adi setengah tidak yakin."Boleh, tentu saja boleh. Rani, sudah menjadi istrimu. Kamu berhak atas Rani," sahut Bapak senang.Rani ikut tersenyum lega mendengar perkataan Bapak. Adi sedikit meremas tangan Rani lalu melempar senyuman termanis nya untuk istri tercinta.Rani menyusul suami ke dalam kamar. Berhenti di pinggir pintu saat melihat Adi sibuk menyiapkan baju, tas, dan lainnya. Tanpa sadar senyuman tipis mengembang di wajah ayu nya."Mas, biar Rani saja yang menyiapkan semua. Aku 'kan sudah jadi istri nya mas Adi. Lupa ya?" Rani sedikit cemberut mendekati suami."Aku gak mau merepotkan kamu, Rani. Kamu sudah capek menyiapkan semua. Seharian menyambut tamu dengan senyuman tidak lah mudah." Adi mencubit hidung Rani yang mancung.Rani menggelengkan kepala dengan perasaan bahagia. Sedikit demi sedikit membantu menyiapkan kebutuhan suami untuk perjalanan ke Jakarta."Mas, soal tadi aku minta maaf, ya? Aku lelah sekali dan kamu juga past
Read more
3. Kecurigaan Rani
Adi tidak berhenti mengguncang tubuh istri nya. Masih panik menyaksikan dengan kedua bola mata sendiri. Istri tercinta seakan membeku tidak bergerak sama sekali. Sesekali seperti orang menggigil. Pandangan Rani ke arah suami. Tatapan penuh kekecewaan dan ketakutan."Rani, kamu sakit? Atau kita ke rumah sakit saja?" Adi masih menggenggam tangan Rani dengan kencang."Kamu jangan pulang malam ini, ya! Aku cemas kalau terjadi sesuatu sama kamu," ujar Adi memeluk istri nya."Astagfirullah, Mas Adi!" Teriak Rani dalam hati."Kenapa kamu tega sekali selingkuh di belakang ku? Aku harus bagaimana, Ya Allah?" Rani terus membatin dengan tatapan penuh air mata ke suami.Adi beradu tatap dengan Rani. Suasana saat itu hening dan penuh kecemasan. Adi tidak memindahkan tangan sedikit pun dari genggaman Rani. Perasaan Adi sangat cemas dan panik."Sayang, badan mu juga tidak hangat. Apa kamu kecapekan?" Adi memegang kening Rani berulang kali tanpa jeda."Tidak, aku tidak boleh seperti ini! Mas Adi, gak
Read more
4. Sikap Manis Adi
Adi terkejut membalikkan badan dan tidak sengaja ponsel terlepas dari tangan. Jatuh ke atas lantai dengan posisi layar menghadap ke atas. Rani melirik sedikit tulisan di layar ponsel Adi.Dalam beberapa detik ponsel sudah tersimpan rapi dan aman di saku celana Adi. Wajah Adi sangat panik dan merah merona. Rani mengerutkan alis dengan pandangan yang tak lepas dari ponsel Adi."Mas, telepon dari siapa?" Rani kembali bertanya.Adi mengusap keringat di dahi diiringi bola mata yang tidak berhenti berputar ke kanan dan kiri. Sibuk memikirkan alasan yang masuk akal.Rani masih terdiam menunggu jawaban yang paling masuk akal. Tangan dilipat tepat di depan dada. Memasang wajah datar dan lugu khas Rani."Mas, kenapa gugup? Ponsel juga sampai jatuh." Rani masih tanpa ekspresi."Sayang, aku kaget sekali! Aku lagi serius ngobrol sama klien. Kamu tiba-tiba menepuk pundak ku. Wajar kalau aku sangat kaget karena yang aku tahu gak ada siapa-siapa di belakang ku." Adi menjelaskan panjang lebar dengan s
Read more
5. Mendadak Berubah
Menjelang pagi hari Rani sudah bangun saat mendengar suara azan subuh. Adi masih tertidur pulas tepat di samping nya. Mungkin terlalu lelah bekerja lembur sampai menjelang pagi.Setelah mengambil air wudu bergegas pergi ke kamar lagi membangunkan suami. Menggoyangkan tubuh Adi perlahan. Respon hanya menggeliat lalu berpindah posisi. Rani kembali menepuk punggung suami dengan pelan. Tapi, diam tidak merespon apapun."Mas Adi, kenapa tidak bangun saat mendengar azan? Oh, mungkin terlalu capek karena lembur." Rani menganggukkan kepala perlahan lalu kembali menepuk tangan suami lebih kencang."Ganggu orang tidur saja! Aku ngantuk sekali, Rani!" Adi menutup wajah dengan bantal lalu kembali tidur.Rani tersentak sembari memegang dada. Raut wajah sedih dengan kerutan di sekitar alis. Tidak menyangka sama sekali kalau pria yang kini menjadi suami nya tidak bangun saat mendengar suara azan subuh. Padahal setahu Rani, Adi salah satu pria yang saleh dan selalu bergerak cepat mengambil air wudu s
Read more
6. Memilih Diam
"Aku harus bagaimana?" Rani kalut sekali. Sama sekali tidak bisa berpikir jernih.Rani berlari naik ke lantai atas. Mengeluarkan tas besar dan koper kecil dari dalam kamar. Berjalan cepat menuju pintu keluar. Langkah terhenti beberapa menit. Memejamkan mata dengan hati yang sangat terasa sesak."Mas, aku pamit. Mungkin semua sudah selesai sampai di sini." Rani membalikkan badan perlahan dengan air mata yang menetes di wajah penuh kesedihan.Hanya beberapa langkah saja kembali berhenti. Duduk termenung di teras rumah. Sudah tidak mampu dan tahan lagi. Rani menangis cukup kencang sembari memukul tas besar di samping kaki kiri nya."Dia belum tentu mencari ku kalau aku pergi dari rumah ini," lirih Rani sambil membuka mata perlahan. Terasa sangat berat karena sepasang mata indah itu dipenuhi air mata."Kalau aku pulang, Bapak pasti curiga kalau keadaan ku menyedihkan seperti ini," lanjut Rani menjadi semakin ragu.Rani paling tidak bisa kalau menyembunyikan kesedihan di depan Bapak. Seber
Read more
7. Tidak Sudi Disentuh
"Rani, tatap mataku!" Adi memegang perlahan dagu Rani hingga menoleh ke arahnya.Rani betah menunduk. Sementara Adi menatap dalam mimik wajah Rani. Adi mengedipkan mata berkali-kali. Sangat jelas sekali kalau Rani sangat sedih. Menurunkan tangan perlahan ke bawah. Memalingkan muka dari Rani dalam sekejap."Silakan kalau mau pulang ke Solo! Aku tidak akan mencegah kamu. Lagian juga kamu sudah terlihat sangat siap dengan tas yang terisi semua bajumu," ujar Adi penuh pasrah dan napas berat.Adi menoleh ke tas besar yang membuat hatinya sedih. Berlalu begitu saja meninggalkan Rani sendirian di bawah. Tak lama kemudian terdengar suara pintu menutup sangat kencang."Astagfirullah, aku sudah membuat suamiku marah. Aku tidak bisa terus berpura-pura. Sebab aku memang sedang tidak baik-baik saja. Bapak, Rani minta maaf!" Rani duduk lemas di kursi sudut ruang tamu."Mas Adi, aku tidak akan pernah melepas kamu begitu saja. Aku harus bisa menemukan perempuan lain yang menjadi sandaran hatimu di lu
Read more
8. Terpaksa Berbohong
Suasana sangat mencekam terasa sekali kala malam itu. Suara Adi masih terasa menggema di lingkup dalam rumah. Rani meremas ujung hijab hingga kusut. Sekilas teringat kembali noda merah bekas perempuan yang tega menjadi perusak rumah tangga mereka."Apa tujuan mu menikahi aku, Mas?" Terdengar suara serak yang keluar dari bibir Rani yang sedikit terkelupas.Adi terdiam tak mengerti maksud istrinya. Pertanyaan yang seharusnya tidak perlu untuk dipertanyakan lagi. Entahlah, Adi semakin pusing dan bingung.Berpikir lagi mencerna kata yang dilontarkan Rani sedikit demi sedikit. Namun, tetap tidak menemukan jawaban."Kenapa cuma diam?"Adi mendekati Rani perlahan. Pelan sekali. Rani mundur satu langkah ke belakang saat Adi maju selangkah ke depan. Tidak sadar bagian tubuh Rani bagian belakang sudah menyentuh jendela kamar."Mau ke mana lagi kamu, Ran? Masih mau jalan mundur?" Adi menyeringai kesal.Rani menoleh ke belakang. Pemandangan di bawah hanya rerumputan hijau yang terlihat sangat ter
Read more
9. Tambah Curiga
Adi masih serius berbicara lewat telepon. Sangat lama sekali hingga membuat Rani mengerutkan kening. Berdiri lalu kembali duduk. Berulang terus dan Rani merasa semakin lelah. Namun, suami tak kunjung kembali."Mas Adi, kenapa lama sekali?" Rani bertambah panik. Tidak munafik ada rasa cemburu dan curiga yang semakin tebal."Apa aku menyusul ke depan saja, ya? Tetapi aku canggung," lirih Rani memegang dada yang semakin berdebar.Rani kembali duduk diselimuti perasaan yang tidak enak. Sama sekali tidak enak. Pandangan tidak lepas dari jam dinding. Pikiran semakin tidak karuan.Rani mengayunkan kaki setengah tidak yakin. Baru dua langkah kembali duduk. Membuang napas kasar sekilas teringat noda merah di kemeja Adi."Enggak! Kalau aku mendengar Mas Adi bicara mesra di telepon. Ah, tidak! Mending aku diam di sini saja. Aku gak mau tambah terluka," ujar Rani sesekali menoleh ke pintu kamar yang sedikit terbuka.Tak lama kemudian Adi masuk lalu menutup pintu kamar. Rani menunduk sibuk memaink
Read more
10. Dipaksa Pulang
Rani mengusap air mata dengan kedua tangan. Menarik tas koper besar keluar dari kamar. Tidak sengaja Adi mendengar suara pintu kamar yang menutup."Aduh, semoga Mas Adi tidak dengar."Rani berjalan sangat pelan menuruni anak tangga. Sangat pelan sekali sesekali menengok ke belakang. Khawatir jika Adi mendengar langkah kakinya."Sepertinya aman. Bismillah, semoga aku sampai rumah dengan selamat," ucap Rani sambil memejamkan netra seraya berdoa.Rani berjalan seperti biasa dengan tentengan tas besar dan tas kecil di kedua tangan. Hati rasanya sakit sekali dan masih tidak percaya kejadian yang dialami banyak perempuan di luar sana bisa menimpa rumah tangganya sendiri."Mau ke mana kamu?" Langkah Rani mendadak terhenti. Jelas sekali kalau yang didengar adalah suara Adi. Dada berdebar dua kali lipat lebih cepat. Tidak mampu dan berani untuk menengok ke belakang.Adi masih diam berdiri melipat tangan di depan dada. Sorot mata Adi nampak menakutkan diiringi dengan bibir yang bergetar. T
Read more
DMCA.com Protection Status