Share

5. Mendadak Berubah

Menjelang pagi hari Rani sudah bangun saat mendengar suara azan subuh. Adi masih tertidur pulas tepat di samping nya. Mungkin terlalu lelah bekerja lembur sampai menjelang pagi.

Setelah mengambil air wudu bergegas pergi ke kamar lagi membangunkan suami. Menggoyangkan tubuh Adi perlahan. Respon hanya menggeliat lalu berpindah posisi. Rani kembali menepuk punggung suami dengan pelan. Tapi, diam tidak merespon apapun.

"Mas Adi, kenapa tidak bangun saat mendengar azan? Oh, mungkin terlalu capek karena lembur." Rani menganggukkan kepala perlahan lalu kembali menepuk tangan suami lebih kencang.

"Ganggu orang tidur saja! Aku ngantuk sekali, Rani!" Adi menutup wajah dengan bantal lalu kembali tidur.

Rani tersentak sembari memegang dada. Raut wajah sedih dengan kerutan di sekitar alis. Tidak menyangka sama sekali kalau pria yang kini menjadi suami nya tidak bangun saat mendengar suara azan subuh. Padahal setahu Rani, Adi salah satu pria yang saleh dan selalu bergerak cepat mengambil air wudu saat waktu salat sudah tiba.

Rani bergeming dalam sekejap. Tatapan netra lurus ke arah punggung suami yang belum ada satu menit membentak dirinya secara halus. Perasaan kaget dan sedih melebur satu menjadi gumpalan kekecewaan.

"Aku salat sendiri saja." Rani beranjak berdiri mengambil posisi salat. Sebelum membaca niat salat kembali menengok ke belakang.

"Ya Allah, semoga aku tidak salah memilih imam dalam keluarga baru ku ini dan aku segera menemukan perempuan lain yang menjadi selingkuhan suami ku, " batin Rani sambil menatap Adi yang masih tertidur pulas.

Waktu sudah menunjukkan pukul 05.30. Rani menyiapkan makan pagi di meja makan. Menu yang tersaji cukup lengkap dengan teh hangat memenuhi dua cangkir berbahan kristal.

Adi keluar kamar dengan muka bantal. Masih memakai pakaian tidur panjang berjalan menuju kamar mandi. Rani mengintip suami dari balik tirai hijau manik-manik.

"Astagfirullah, dari tadi Mas Adi ternyata baru bangun." Rani sedikit kesal menyusul suami ke  dalam kamar.

Adi memakai sarung dan berdiri tegak. Tangan terangkat ke atas bersiap untuk salat. Namun, Rani dengan cepat menegur.

"Mas Adi, baru salat subuh?" Rani bengong dan sangat terkejut. Adi menurunkan tangan lalu ikut terkejut menoleh cepat ke belakang.

"Iya, aku capek sekali karena lembur tadi malam dan aku juga tidak mendengar suara azan, Rani," terang Adi sambil nyengir.

Rani menghampiri suami perlahan dengan kedua tangan sedikit mengepal. Sangat wajar apa yang dirasakan Rani. Terkejut dan sama sekali tidak menyangka orang yang diagung-agung kan menjadi panutan justru sebaliknya.

"Ini jam berapa? Mas, gak malu sama ayam jago tetangga yang lebih dulu bangun dan berkokok? Rani, sudah membangunkan Mas Adi berkali-kali." Rani sedikit menaikkan nada bicara.

Adi hanya diam sesekali melirik ke wajah tegas istrinya. Menunduk sambil mendengarkan semua ocehan yang keluar dari mulut istri. Pasrah dan mengaku bersalah di dalam hati.

"Iya, aku minta maaf." Adi masih menunduk sambil sesekali masih melirik ke Rani.

Rani menghela napas panjang. Lalu membalikkan badan berlalu meninggalkan Adi. Perasaan jengkel dirasakan oleh Rani. Tidak menyangka suami yang menjadi imam untuk seumur hidup bisa terlambat bangun untuk salat.

Sekilas teringat sosok Raka yang selalu tepat saat mengerjakan salat dan ramah sekali ke Rani. Bahkan, Bapak juga sangat menyayangi Raka.

"Ah, dulu juga Mas Adi selalu salat tepat waktu. Tetapi, sekarang sudah tidak seperti dulu dan berbeda. Mungkin dulu hanya pencitraan." Rani mengeluh kesal duduk di meja makan.

"Rani, makan yang banyak! Jangan sampai kamu menggigil seperti kemarin." Adi mencolek dagu Rani yang halus.

"Mas, kalau kerja harus ingat waktu! Gak boleh seperti itu! Sayangi kesehatan mu! Kamu sudah tidak muda lagi!" Rani sedikit menaikkan nada bicara.

Wajah Adi terlihat sangat kesal sambil menunduk ke layar ponsel. Tangan kiri menggenggam sambil mengetik sesuatu di ponsel. Rani tampak sedikit takut melihat wajah Adi.

"Diam kamu! Cerewet!" Adi mengambil selembar roti tawar dan selai cokelat di dekat Rani.

Mulut Rani melongo cukup lebar dengan netra yang ikut membulat. Sama sekali tidak mengedipkan netra. Tatapan lurus ke wajah suami yang nampak kesal dan emosi.

"Mas Adi?" Rani terbata-bata memanggil satu nama dengan netra mulai hangat.

Adi masih sibuk menatap ponsel. Dahi berkerut dan wajah mulai merah. Seperti menahan amarah tetapi  sungkan untuk diluapkan.

"Mas Adi, seperti nya marah karena aku nasihati," batin Rani sembari memainkan sendok di tangan.

Tidak berselang lama Adi bangkit dari kursi lalu berlalu meninggalkan Rani. Wajar jika Rani terkejut untuk kedua kalinya. Reflek ikut berdiri dengan tangan mengepal.

"Mas Adi, kenapa terburu-buru? Ini baru jam berapa? Kamu juga tidak pamit sama aku?" Rani menarik lengan suami.

Langkah Adi seketika terhenti menghadap ke wajah Rani. Suami istri itu bertatapan beberapa detik tanpa keluar sepatah kata. Adi melepas tangan Rani agak kasar lalu kembali berjalan.

Rani terpaku diam menatap Adi hilang dari pandangan mata. Mata mulai basah diselimuti banyak kecurigaan ke suami. Berjalan cepat menyusul Adi. Mengetuk pintu kaca mobil agak kencang.

"Ada apa?" bentak Adi sambil melotot.

"Kamu kenapa mendadak berubah? Tadi malam kamu sangat manis. Lalu kenapa pagi ini menjadi kasar sama aku?" tanya Rani memegang punggung tangan Adi.

Rani memejamkan mata sambil menunduk sangat dalam. Teringat kembali pesan Bapak untuk menikah dengan Adi karena sosok seperti Adi sangat langka untuk didapatkan. Apalagi umur Rani juga sudah tidak muda lagi. Ejekan perawan tua selalu membayangi diri nya waktu sebelum menikah dengan Adi.

"Dan sekarang hidup ku jauh lebih menderita setelah menikah dengan Mas Adi," batin Rani sangat sesak dan perih.

"Aku mau kerja! Aku sudah terlambat! Perkara salat saja menjadi masalah besar buat kamu! Persetan kamu, Rani!" Adi membentak Rani cukup keras.

"Astagfirullah, Mas Adi!" Rani balik membentak suami.

Adi membuang muka sambil mendengus kesal. Sama sekali tidak peduli dengan semua yang dikatakan Rani. Sebaliknya, Rani tidak berhenti selalu menyebut nama Allah SWT di dalam hati.

"Mas Adi, ini sifat asli mu? Adi yang dikenal saleh, alim, tidak neko-neko itu seperti ini wujud asli nya?" sindir Rani dengan muka penuh amarah.

"Makin lama cerewet sekali si Rani! Beda dengan Citra. Sangat jauh berbeda. Aku menjadi menyesal sudah menikahi Rani," batin Adi menahan amarah di dalam dada.

"Aku hari ini pulang malam! Kamu tidak usah menunggu! Makan sendiri dan tidur sendiri saja!" Adi perlahan menutup kaca mobil. Sama sekali tidak menoleh ke Rani.

"Aku tahu apa yang seharusnya aku lakukan. Dan kamu sebagai suami harus juga tahu apa yang boleh dan tidak boleh kamu lakukan!" Rani berlalu masuk ke dalam rumah. Menutup pintu rumah sangat kencang.

"Apa maksud perkataan Rani?" Adi mengerutkan dahi sembari mengelus dagu berulang kali.

"Mas, aku yakin sekali kalau kamu menerima pesan dari wanita itu. Ada ucapan yang dia katakan hingga membuat kamu marah. Aku harus mencari tahu siapa perempuan yang sudah menjadi benalu di pernikahan kita," ucap Rani seraya duduk tertegun di sofa ruang tamu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status