Share

Iparku Suamiku
Iparku Suamiku
Author: Aaysh

Chapter 1

Kabar duka datang dari rumah. Baru saja keluar dari ruangan Dosen setelah melakukan Ujian Skripsi, Dara tiba tiba mendapat panggilan telfon dari Ardi. Kakak iparnya. Ia mengabarkan bahwa Mira baru saja menghembuskan nafas terakhirnya saat melahirkan bayi pertamanya.

Bak disambar petir di siang bolong. Dara seakan tidak percaya dengan kabar yang baru saja di dengarnya. Rasa lemah dalam sekejap menggerogoti tubuhnya. Ia merosot hampir jatuh ke lantai jika saja sahabatnya tidak menahannya.

"Dar, kamu nggak apa apa kan?" Tanya Winda saat melihat ekspresi wajah Dara berubah total saat setelah menerima telfon.

"Kak Mira, Kak Mira pergi."

Dara merasakan ia tidak bisa lagi memijak kan kakinya. Rasanya ia benar benar tidak mampu lagi berdiri sekarang. Kakaknya yang dilihatnya masih tertawa ria tadi pagi kini mendatangkan kabar duka yang begitu mendalam.

Sekejap kesadaran Dara terbangun, ia segera berlari ingin memastikan kabar yang di dengarkan. Ia tidak percaya. Tidak akan percaya jika tidak melihat dengan mata kepalanya sendiri. Dara tersenyum getir. Berharap semua adalah kebohongan. Berharap semua adalah keisengan semata. Berharap bahwa ia salah dengar.

Winda sama halnya dengan Dara, ia mengikuti langkah sahabatnya, bergegas keluar dari kampus lalu menyetop taksi di sana. Ia terus memperhatikan wajah Dara, tidak ingin terjadi apa apa sama sahabatnya itu.

Dara dan Winda sampai pada salah satu bangsal rumah sakit. Di sana juga tentu ada Ardi, suami kak Mira dan Ibunya yang sedang meratapi kepergian Mira.

Dara melangkah ragu mendekati orang yang terbaring di ranjang rumah sakit itu, jelas yang terbaring itu adalah kakaknya. Spontan ia menutup mulut. Bulir bulir air matanya kini berjatuhan lebih deras tanpa aba aba. Ia menangis sejadi jadinya memanggil manggil nama Mira.

"Kak Mira!!"

"Kak Mira. Bangun kak!!" Dara terus meraung tanpa henti. Ingin sekali kakaknya itu bangkit dari tidurnya. Mengatakan pada Dara bahwa ia sedang bercanda.

Sama halnya dengan Dara, Ardi juga tidak henti hentinya menangis atas kepergian Mira. Memanggil nama tubuh istrinya yang tidak bernyawa lagi itu.

Kini Ardi, dan Dara harus menerima semuanya, kenyataan Mira tidak akan bangun lagi, Ardi harus Terima itu. Harus ikhlas dengan kenyataan menyesakkan ini.

Kini jasad Mira di bawa oleh petugas rumah sakit. Ardi tidak kuasa. Badannya terjatuh ke lantai, bersimbah dengan berlutut. Ia menangis sejadi jadinya masih susah hati menerima kepergian Mira untuk selamanya.

Ibu Rita dan Winda datang menghampiri Ardi dan Dara yang masih pilu dengan perasaan masing masing. Masih kalut dalam kedukaan dalam hati mereka.

"Ayo lihat bayi kamu." Ibu Rita membantu Ardi untuk berdiri. Ia turut berduka dengan kepergian menantunya itu. Tapi apa yang bisa di buatnya. Ia tidak mungkin menghidupkan kembali Mira. Yang ia lakukan hanyalah bisa menerima dan ikhlas.

Ardi tidak menjawab. Ia hanya mengikuti perkataan Ibu Rita dan segera menghapus air matanya. Segera ia berdiri dan keluar menuju ruang NICU tempat bayinya kini berada.

Ardi memperhatikan wajah anaknya dengan Mira, ia tersenyum pilu. Kebahagian karena kehadiran kehidupan baru sedikit tertutup oleh rasa duka yang mendalam. Ardi menangis lagi, mengasihani anaknya yang selamanya tidak akan melihat wajah ibunya. Mengasihani dirinya yang telah kehilangan wanita yang dicintainya.

"Nak. Maafkan papa ya. Papa gak bisa menyelamatkan Mama kamu, Papa gak bisa membawa Mama kamu kesini." Ardi menyentuh kaca inkubator merasakan seolah olah sedang menyentuh pipi anaknya.

"Maafkan papa." Ardi menangis lagi, membiarkan kepiluan hatinya tumpah. Terus dan menerus. Sebentar sebentar kesadarannya kembali untuk menguatkan dirinya.

Setelah Ardi keluar, tidak lama Dara juga muncul di ruangan NICU. Menengok keponakannya yang masih dalam Inkubator, menengok bayi yang akan tumbuh tanpa Ibu itu.

Senyum getir tampak di wajah Dara memperhatikan bayi yang lucu di depannya kini. Dara menulusuri lagi wajah bayi itu. Ia terlihat lebih mirip dengan wajah Mira.

"Kamu yang kuat ya. Maafkan Bibi yang tidak sempat menemani mama kamu. Maafkan Bibi." Dara menatap sendu bayi itu.

"Bibi janji, Bibi akan jaga kamu."

Kini Dara tidak punya siapa siapa lagi. Mira adalah satu satunya keluarganya setelah kepergian Ayah Ibu mereka. Tapi kini ia harus menerima kenyataan bahwa kakaknya itu telah pergi juga, meninggalkan seorang bayi mungil di depannya kini. Yang akan menjadi pengganti Mira, sisa keluarganya.

***

Proses pemakaman selesai. Tinggallah Dara seorang diri di sana. Ia masih menangis tersedu sedu di gundukan pemakaman kakaknya. Ia masih berharap bahwa sedang bermimpi buruk. Masih berharap bahwa ini bukanlah kenyataan.

Dara mengangkat badannya, ia merasakan tidak bisa merasakan pergelangan kakinya. Rupanya ia sudah duduk terlalu lama. Dengan langkah keok dan berat hati ia meninggalkan Mira sendiri di sana.

Sedangkan disisi lain, Ardi sudah lebih pulang lebih dulu khawatir dengan anaknya yang masih di rumah sakit. Dengan bantuan ibunya, Ia menjemput anak dengan jenis kelamin perempuan itu dan membawanya pulang ke rumah.

Walaupun hatinya masih pilu, ia harus bangkit karena ada seorang anak yang kini akan menjadi fokus utamanya. Mau tidak mau inilah yang terjadi. Terima tau tidak, ia tidak mungkin membangunkan Mira dari kuburnya. Ia sekarang harus fokus pada anaknya, dia berpikir Mira juga pasti tidak mau ia terus larut dalam kesedihan dan melupakan keadaan anaknya.

"Hai sayang. Sekarang kamu sama papa saja ya." Ucap Ardi kepada anak yang dalam gendongannya itu.

Ardi menelusuri wajah bayinya lalu menyentuh kelopak matanya, benar benar mirip Mira. Diantara rasa suka itu, ada rasa syukur yang terselip di hati Ardi dikala anaknya itu mirip sekali dengan Mira.

Ibu Fina, mama Ardi sedang sibuknya membuatkan susu untuk cucunya. Kehadiran bayi itu setidaknya sedikit mengobati rasa duka di antara keluarga itu. Ibu Fina melirik kepada Ardi yang tidak bisa mengalihkan pandangan dari bayinya.

"Kamu sudah memikirkan nama untuk bayimu?"

"Sudah Ma. Aku dan Mira sudah mempersiapkan nama sebelumnya." Wajah Ardi berubah dikala saat menyebut nama almarhumah istrinya, membuat kenangan itu teringat kembali.

"Kalau kamu mau ganti nggak apa apa."

"Nggak Ma. Nama itu pemberian dari Mira, setidaknya nama itu yang bisa menjadi kenangannya dengan mamanya." Ujar Ardi sambil memutar memorinya saat Mira dengan antusiasnya terus bertanya nama nama yang sesuai dengan keinginannya. Ia menyinggung kan senyum. Miris, kebahagian yang sudah ia impikan dengan Mira setelah kehadiran anaknya sirna begitu saja.

"Nadira Salma." Ujar Ardi menyebut nama Anaknya yang sudah terekam jelas dalam kepalanya saat Mira menyebutnya beberapa kali.

"Cantik sekali namanya. Halo Dira." Ibu Fina meraih tangan mungil dan menggoyang goyangkan kecil, menyapa cucunya itu.

Setelah bermain main dengan cucunya beberapa menit, Ibu Fina melihat ke arah jam tangannya. Sudah terlalu lama ia meninggalkan papa Ardi di rumah. Ia masih ingin bermain dengan Nadira, tapi ia harus urungkan untuk saat ini. Mengingat kaki suaminya sedang lumpuh.

"Oh ya. Ardi. Mama pulang dulu ya. Kasihan papa tidak ada yang jaga. Itu di atas meja Mama sudah tulis takaran susu. Nanti kalau ada yang kamu tidak mengerti, silahkan hubungi Mama." Pesan Ibu Fina langsung menerima anggukan dari Ardi.

"Iya Ma, hati hati. Aku akan berkunjung lain kali."

"Kamu jaga saja Nadira. Mama pergi dulu." Pamitnya Ibu Fina sambil melambaikan tangan sambil melangkah hingga menghilang dari balik pintu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status