Share

Chapter 5

Setelah selesai dengan ritual malamnya, Dara siap siap untuk tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah hal hal yang di lalui nya hari ini, terlebih lelah pikirannya setelah bertemu Reno sore ini.

Akan tetapi saat Dara akan menutup mata nya, tiba tiba ponselnya berdering. Ia pun mengambilnya dan melihat nama yang tertera dalam ponsel itu.

Ada sekilas pertanyaan yang muncul di benak Dara saat mengetahui orang menghubunginya. Namun tanpa berpikir lama ia segera mengangkat panggilan dari kakak iparnya itu.

"Maaf Dara. Saya mengganggumu malam malam begini. Nadira menangis sejak tadi, aku tidak bisa menenangkannya." Ardi langsung bicara ketika sambungan telfon terhubung, membuat Dara mengerti alasan pria itu menghubunginya.

Dara dapat mendengar getaran dari pemilik suara itu, hatinya pasti cemas dan bingung ketika ia tidak bisa menenangkan Nadira. Suara tangis Nadira terdengar pun juga jelas di telinga Dara. Apa ia harus kesana malam ini sekarang.

"Saya mohon, saya juga tidak bisa meminta ibu saya untuk datang jam begini. Saya bingung harus menghubungi siapa."

Suara tangis Nadira terdengar bersamaan dengan suara Ardi. Dara tidak kuat lagi. Kasihan Nadira. Kasihan keponakannya itu. Ia pun melirik jam yang tertera dalam ponselnya. Pukul 09.13.

"Baik kak. Saya akan kesana sekarang."

Tanpa kata kata lagi Dara bergerak segesit mungkin dan langsung menyambar kunci motor nya. Ia tidak sanggup membiarkan Nadira terus menangis. Ia harus segera berada di sana, mendekap sang bayi mungil itu.

Setelah turun dari motor, Dara langsung membuka pintu yang yang tidak tertutup rapat. Saat masuk Dara melihat Ardi dengan Nadira di gendongannya sudah menunggunya di ruang utama.

Nadira masih terus menangis dan Ardi yang terus menenangkannya. Dara segera mempercepat langkahnya dan menyimpan ponsel dan kunci motornya di atas meja, lalu meraih Nadira dari Ardi.

Dara segera mengayunkan ayunkan Nadira seperti biasa. Ia berkeliling memutari ruang untuk menenangkan bayi kecil itu, kali ini Nadira terus menangis. Raut wajah Ardi dan Dara kini di selimuti kecemasan yang dahsyat.

Dara menyanyikan kembali lagu yang biasa ia nyanyikan untuk Nadira lalu mendekapnya masuk dalam pelukannya memberikan kehangatan pada bayi itu. Dara memperhatikan, kepala Nadira bergerak ke kanan ke kiri seperti mencari sesuatu dengan mulutnya.

Melihat hal itu, Dara termenung. Sepertinya Nadira mencari air susu dari ibunya. Dara menoleh kepada Ardi, dan pria itu sama kagetnya dengan dirinya. Apa yang harus di lakukan. Itulah yang muncul dalam benak mereka.Walaupun seperti itu Dara berhasil menenangkan Nadira. Karena kecapekan menangis anak kakaknya itu kembali tertidur.

Lama Dara membiarkan Nadira dalam gendongannya, membiarkan ia tidur nyenyak dalam pelukannya. Setelah itu ia berjalan masuk ke dalam kamar Nadira dan membaringkan nya pelan ke dalam ranjang ayun itu.

"Maaf. Saya merepotkan mu malam malam." Ucap Ardi setelah melirik jam tangan sambil mengikuti langkah Dara dari belakang.

"Nggak apa apa kak. Ini juga karena Nadira. Dia keponakanku tentu aku sangat peduli padanya."

"Kalau begitu, bisakah kamu tetap disini malam ini. Saya khawatir mungkin Nadira akan menangis lagi. Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi sepertinya ia nyaman berada di dekatmu. Saya mohon. Saya tidak tau harus berbuat apa lagi." Dengan tatapan kecemasan dalam raut wajahnya, Ardi menatap Dara dengan harap harap gadis di depannya ini bersedia.

"Apalagi ini sudah larut, takutnya ada apa apa di jalan."

"Nggak usah kak. Saya pulang saja."

"Tapi ini sudah jam sebelas lewat. Bahaya bisa saja terjadi diluar sana. Apalagi kamu seorang perempuan."

Perkataan Ardi benar, sebenarnya ia juga takut. Apalagi sekarang sudah terlalu larut. Di luar sana pasti banyak orang orang iseng yang berkeliaran. Beraksi di saat saat sunyi begini. Dara ingin menghubungi Winda, tapi tidak mungkin. Terlebih lagi jika ia menghubungi Reno.

Tapi jika ia memilih bermalam sekarang. Maka hanya ada dirinya dan Ardi di rumah ini. Walaupun Ardi adalah kakak iparnya, akan tetapi dia tetaplah seorang pria. Apalagi di rumah itu tidak adalah orang lain selain mereka bertiga. Nadira pun juga hanyalah seorang bayi yang tidak tau apa apa.

"Saya pulang saja kak, nggak baik kalau saya bermalam disini." Dara memutuskan. Lebih baik ia pulang daripada dia dan Ardi mendapatkan fitnah.

Hati Ardi tidak tenang, bagaimana bisa ia membiarkan Dara pulang larut malam begini. Sendirian di jalanan sunyi sana. Ia tidak tega. Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya. Keselamatan Dara adalah tanggung jawab nya saat ini, karena sudah tetap datang untuk Nadira.

"Kamu tetap nggak bisa pulang sendiri malam begini. Saya juga khawatir padamu sebagi adik ipar saya, sebagai adik dari almarhumah istriku." Tukas Ardi.

"Jika kamu tidak nyaman. Saya akan mendirikan tenda dan tidur di luar." Ardi menambahkan menenangkan nya atas kemungkinan alasan Dara tidak mau menginap.

"Tapi k...," Ucapan Dara terpotong, dikala Ardi sudah menyela tidak terima dengan penolakan Dara.

"Ini sudah larut. Kamu tidur saja disini. Lagipula kamu ada disini karena Nadira kan. Percayalah tidak akan terjadi apa apa."

Dara mengangguk ragu. Melihat Ardi terus bersikeras tidak ada gunanya ia menolak. Lebih baik ia menurut saja, terlebih pria itu pasti kelelahan dan ditambah lagi ia akan pergi bekerja besok.

"Kalau begitu silahkan istirahat. Jika Nadira bangun dan kamu kesulitan, kamu bisa memanggil saya di luar."

"Iya kak. Selamat malam."

Setelah Ardi keluar, Dara membaringkan badan ke tempat tidur, meluruskan pinggangnya setelah hampir seharian beraktivitas. Ia juga lelah.

Mata Dara menerawang pada langit langit kamar. Kejadian seharian ini terputar kembali dalam kepalanya. Tentang Reno yang tidak mengizinkan dirinya karena kecemburuannya. Tentang dirinya yang tetap ingin merawat Nadira. Pertanyaan pertanyaan muncul di kepala Dara. Apa yang akan di lakukan Reno? Apa yang akan terjadi pada hubungan mereka jika mereka tetap bersikukuh pada pendirian masing masing.

Dara menghela napas dalam dalam. Ia harus berbicara pada Reno. Harus meyakinkan pria itu, bahwa tidak akan ada yang terjadi di rumah ini.

Lama Dara membiarkan pikirannya bermain, sampai dirasa matanya semakin lama kian berat. Kantuk menyerangnya hingga ia jatuh tertidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status