Share

Chapter 10

Tanpa mempedulikan rasa penasaran alasan mengapa Dara bisa sampai di rumah sakit dan kaki pincang nya. Ardi segera berdiri membantu membawa Dara untuk duduk.

"Untung ada Ibu disini. Saya harus menyampaikan ini kepada Bapak Ibu berdua, agar mengetahui tindakan apa yang harus Bapak Ibu lakukan untuk si bayi." Ujar Dokter.

"Ketika tangisan bayi berlangsung lama dan berlebihan, terdapat fakta bahwa tubuh dan otak mereka dibanjiri oleh hormon stres adrenalin dan kortisol yang tentu hal itu dapat merusak otak bayi."

"Sebaiknya bapak memang banyak belajar untuk memahami perasaan anak bapak dan menggunakan insting serta lakukan apa yang menjadi ke inginkan nya."

"Dan menangis itu adalah cara bayi berkomunikasi untuk mengutarakan keinginan mereka. Alasannya bermacam-macam mulai dari bayi merasa lapar, badannya ada yang sakit atau karena faktor kesepian dan kerinduan." Penjelasan Dokter tertangkap baik oleh indra pendengar Ardi.

"Dan setelah di periksa saya tidak menemukan bahwa bayi bapak badannya sakit atau lapar. Itu kemungkinannya karena rindu atau menunggu kehadiran seseorang." Ardi perlahan mencerna satu per satu kalimat yang di lontarkan dokter wanita di hadapannya.

Dara melirik reaksi Ardi setelah Dokter menjelaskan dengan sedikit kesalahpahaman nya. Tapi pria itu bersikap biasa saja dan hanya fokus mendengarkan penyampaian dokter.

"Terima kasih Dok, kalau begitu kami pergi dulu." Ardi keluar dari posisinya dan mendekat pada sisi kanan Dara untuk membantunya berdiri.

"Aku bisa sendiri kak." tolak Dara berusaha untuk bisa melangkahkan kakinya. Sedangkan Arya menurut saja karena ia harus membawa Nadira ke dalam gendongannya.

Pintu ruangan Dokter di tutup, Ardi memperhatikan jalan Dara yang terpincang pincang. Ia yakin sebab dari cedera kaki Dara pasti karena dirinya, saat dia hari yang lalu membiarkan Dara pulang sendiri dengan kondisi yang lemah dan bingung.

"Maafkan saya." Ucap Ardi tiba tiba.

Dara mengangkat wajahnya memfokuskan matanya kepada Nadira, tidak ingin melihat Ardi, "Kak Ardi nggak ngelakuin hal yang salah."

Melihat sorot mata Dara yang jatuh pada Nadira, Ardi bisa melihat kerinduan dan kecemasan yang di rasakan Dara pada anaknya.

"Kembalilah ke rumah saya dengan Nadira. Kamu bisa merawatnya kembali?" Lontar Ardi kemudian, membuat Dara langsung mengalihkan pandangannya dari Nadira.

"Maaf kak. Sebaiknya kakak segera menemukan babysitter lain untuk Nadira. Ibu Kak Ardi benar, tidak seharusnya saya di rumah itu. Dan lihat kaki saya sakit bahkan sudah cedera." Tolak Dara sambil memperlihatkan kruk nya.

"Saya mohon, demi Nadira. Dia sangat butuh kamu dan saya tidak akan mencari babysitter lain untuk Nadira. Saya hanya butuh bantuan kamu. Dan tentang kaki kamu saya tahu cedera nya terjadi karena saya untuk itu biarkan saya bertanggung jawab akan hal itu juga." Ardi dengan nada suara lembut nya membujuk Dara. Dia sudah memutuskan, ia tidak punya pilihan sekarang selain menikahi Dara untuk Nadira. Ia tidak bisa membiarkan bayi kecil nya itu terus menderita.

Dara diam, ia tidak sanggup. Apa yang harus di lakukannya. Melihat kejadian yang menimpa bayi mungil kecil itu hari ini membuatnya

Kebingungan.

"Aku sudah bilang, saya nggak apa apa kak. Saya bisa pulang dengan teman saya." Dara tetap kekeuh menolak untuk ikut.

"Tolong dengarkan dulu. Biarkan saya bicara dengan mu. kita harus menemukan jalan keluar dari masalah ini. Saya tau kamu juga sangat menyayangi Nadira. Untuk itu saya mohon, harus kamu yang rawat Nadira." Mendengar ucapan Ardi, lagi lagi Dara membelenggu.

"Maksud Kak Ardi?" Dara mengernyitkan kening. Satu pertanyaan besar terlintas di kepalanya. Apakah Kak Ardi malah mengikuti perkataan Ibu nya untuk menikahinya.

"Biarkan saya menikah denganmu." Ungkap Ardi. Dara langsung membeku. Seperti dugaannya.

Meskipun Dara memang sangat menyayangi Nadira, akan tetapi bukan berati Dara harus menikah dengan kakak iparnya. Dia tidak setuju jika harus menggantikan posisi Mira. Bagaimana bisa ia setega itu pada mendiang kakaknya. Seolah olah ia memanfaatkan kesempatan ini untuk merebut posisi kakaknya di keluarga kecil nya.

"Maaf kak. Saya tidak bisa. Jangan menyusahkan diri kakak. Temukan saja babysitter untuk menjaga Nadira segera. Dia pasti akan tenang seperti aku menjaganya." Usul Dara.

"Saya mohon, demi Nadira. Saya tidak bisa menemukan babysitter dan saya yakin Mira pasti sudah menitipkan Nadira padamu." Ungkap Ardi jujur, namun keyakinan tanpa bukti nyata mungkin akan sulit di percayai.

"Tidak kak. Saya tetap nggak bisa. Kak Ardi menyerah saja. Saya minta maaf telah datang dan membuat Kak Ardi telah berharap pada saya." Dara berusaha melangkah kaki setelah menunggu nunggu Winda yang tidak muncul muncul sejak ia dan Ardi keluar dari ruangan Dokter.

"Dara saya mohon." Pinta Ardi lagi. Namun Dara sudah memilih untuk pergi daripada mendengar nya lagi setelah ia menyempatkan memperhatikan Nadira yang masih tidur di gendongan Ardi.

Winda yang sejak awal bersembunyi sengaja membiarkan Dara dan Ardi bicara keluar dari tempat nya. Dengan langkah kaki sedikit berlari ia mencapai Dara dan membawanya pergi dari jangkauan Ardi.

Ardi hanya menatap kepergian dan penolakan Dara. Netra mata nya jatuh kepada Nadira yang masih tidur. Solusi yang bisa ia ambil sekarang, Terpaksa ia harus mencari seseorang untuk menjaga Nadira. Setidaknya untuk membuktikan siapa yang di ingin bayi nya ini kepada Ibu nya dan Dara. Ia harus benar benar membujuk adik dari mendiang istrinya itu untuk Nadira.

Segera Ardi melangkahkan kaki keluar dari rumah sakit dan meraih ponsel nya ketika ia masuk ke dalam mobilnya. Sambil melirik bayi nya yang sudah berada di keranjang bayi di sampingnya, Ardi menempelkan ponsel ke telinganya.

"Mama, bisa mencarikan aku Babysitter. Aku akan menunggu di rumah." Ujar Ardi lalu mematikan ponsel saat Ibu Fani menyetujuinya.

Seorang babysitter dengan kisaran umur lima puluh tahun ke atas telah bekerja sore itu, cukup telaten dan cukup baik. Entah apakah Ardi salah sangka dengan orang di luaran sana. Namun tidak ada salah nya untuk hati hati. Ardi beranjak dari tempatnya setelah mengamati Nadira berasa di dekapan orang lain.

Nama wanita tua itu adalah Ibu Tia. Dia adalah salah satu kenalan Ibu Fina di kampung halamannya. Ibu Fina sendiri memilih secara khusus Ibu Tia karena Ardi yang merasa tidak bisa mempercayai orang orang di luar sana.

Ibu Tia awalnya menolak tawaran kerja Ibu Fina karena ia sendiri ingin menjaga anak bungsunya yang sedang hamil muda di saat suaminya bekerja di luar daerah. Ia pun menerima tawaran Ibu Fina karena Ibu dari Ardi itu meminta padanya untuk bekerja hanya sebulan saja.

Setelah dua hari bekerja, Ibu Tia yang bekerja menjadi babysitter Nadira itu menghampiri Ardi yang baru pulang dari kantor sore itu.

'"Gini loh Nak, Saya nggak bermaksud menggurui kamu.Tapi alangkah baiknya kamu mempertemukan bayi kamu dengan Ibunya, kasihan dia. Yang punya perasaan itu bukan hanya kita orang dewasa tapi bayi juga. Bayi kamu pasti sedang merindukan Ibu nya. Saya kasihan kalau ada sesuatu hal yang buruk terjadi sama bayi kamu." Saran wanita tua itu.

"Istri saya baru saja meninggal Bu." Kata Ardi

"Oh saya minta maaf. Saya tidak tau." Sahut wanita tua itu merasa bersalah.

"Tidak apa apa bu." Pikiran Ardi melayang pada interaksi Dara dan Nadira sebelumnya.

"Maka kamu pasti akan kesulitan." Wanita tua itu turut prihatin dengan kesulitan Ardi.

"Tapi apakah Ibu bisa membantu saya? Saya harus meyakinkan seseorang." Pinta Ardi meminta bantuan dari wanita tua itu.

"Jadi sebelum Ibu datang menjaga anak saya sudah ada seseorang, adik dari mendiang istri saya merawat Nadira. Dan semuanya berjalan baik, Anak saya tenang saat berada dalam dekapannya." Imbuh Ardi

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status