Sambil mengendong Nadira, Dara mengetuk pintu kamar yang di tempati oleh Ibu Tia. Beberapa kali mengetuk dan memanggil, pintu pun terbuka dan menampilkan wajah baru bangun Ibu Tia di sana. "Dara. Ada apa?" tanya Ibu Tia setelah menemukan Dara di depan pintunya. "Aku tidur sama Ibu ya. Aku takut sendiri." Dara tersentak kaget lagi ketika guntur bergemuruh. "Kamu kan punya suami. Kenapa tidur sama Ibu. Terus Nadira, ayahnya pasti khawatir." tanya Ibu Tia lagi sambil melirik Nadira yang di bawa oleh Dara."Nggak apa apa Bu. Kak Ardi nggak keberatan kok, dan Nadira lebih nyaman sama aku." terang Dara lagi bohong. "Tapi Dara, Ibu jadi nggak enak." Ibu Tia jadi bimbang. Rasanya kehadirannya malah menjadi penghalang antara Dara dan Ardi untuk menjadi dekat. "Malam ini saja Bu. Aku mohon." pinta Dara lagi memohon."Baiklah. Hanya malam ini saja." ucap Ibu Tia mengalah. Selanjutnya tidak ada lagi hal begini terjadi. Ribet juga menghadapi suami istri yang tidak saling mencintai.Dara kemudi
"Saya paham pernikahan ini terjadi tanpa dasar cinta. Saya tahu saya tidak perlu mencampuri urusan kamu. Saya tidak akan menuntut hak saya, tapi saya tetap punya kewajiban atas kamu. Ingat kita adalah suami istri yang sah. Saya harap kamu bisa menjaga itu. Saya tidak akan melarang kamu bertemu dengan pacar kamu di luar dana, tapi jangan berlebihan. Kamu sudah punya suami. Jaga sikap, keluargaku atau orang yang aku kenal bisa saja melihatmu di luar sana." pinta Ardi lagi."Aku..., " entahlah Dara tidak tau harus bicara apa sekarang. Niat mengakhiri hubungan dengan Reno malah menjadi berbanding terbalik. Dan kini rasanya dirinya seperti tertangkap basah oleh suaminya sendiri.Akan tetapi apalah daya. Lagipula walaupun ia sudah menikah, Reno lah yang di cintai nya. Dan pernikahan ini bukanlah keinginan nya dan Ardi, mereka berdua tau akan hal itu."Aku minta maaf tidak mengatakannya pada mu secara langsung. Aku berjanji akan berhati hati." Hanya itu yang bisa di katakan Dara. Tentang Ren
Pagi itu terlihat Dara sambil mengendong Nadira ia memperhatikan Ardi yang sedang membantu Ibu Tia membawa barangnya ke dalam bagasi mobil. Pria yang sudah di nikahnya itu akan mengantar Ibu Tia hari ini ke terminal.Ibu Tia melambaikan tangan kepada Dara sementara Ardi ia hanya diam memandang Dara di sana lalu masuk ke dalam mobil. Kini mobil itu sekarang keluar dari halaman dan melaju hingga menghilang dari pandangan Dara. "Terima kasih Bu atas bantuan dan sarannya selama ini. Aku akan mengingatnya baik baik." ujar Ardi setelah mengeluarkan tas besar Ibu Tia dari mobilnya. "Iya sama sama. Tetap pertahankan pernikahan kamu. Untuk Nadira, mendiang istri kamu dan Dara sendiri. Dia gadis yang masih muda, jadi dia masih butuh bimbingan dan banyak perhatian. Kamu yang sabar. Ibu pergi dulu." pesan Ibu Tia. "Baik Bu. Sekali lagi terima kasih." ucap Ardi lagi. Wanita tua itu hanya tersenyum dan kemudian mengangkat tas nya serta membalikan badan dan meninggalkan Ardi.Setelah mengantar Ib
Ardi langsung berjalan menuju kamar. Ia meletakan tas kerjanya serta menarik dasi kasar hingga terlepas dari kerah kemeja nya. Entahlah rasanya ia ingin marah menyaksikan istrinya sendiri sedang dikunjungi oleh kekasih nya di rumah nya sendiri dan bahkan di cium. Namun lagi lagi Ardi hanya bisa menahan nya.Setelah selesai membersihkan diri, Ardi ke arah dapur untuk mengambil air minum. Ia menemukan Nadira tertidur di ranjang dorong nya dan Dara sedang memasukan pakaian kotor ke dalam mesin. "Kak..." sapa Dara, namun tidak di gubris oleh Ardi. Pria itu hanya berlalu saja lalu membuka kulkas untuk mengambil air minum. Ardi kemudian meninggalkan dapur begitu saja, sehingga tingkahnya itu memantik tanda tanya di benak Dara.Kak Ardi terus menghindar bahkan tidak menggubris saat ku sapa. Batin Dara.Dara melanjutkan kembali aktifitasnya, walaupun dirinya juga tidak nyaman dengan situasi ini. Ia tidak bisa apa apa. Meskipun sebelumnya memang kaku, entah mengapa sekarang setelah pulang k
"Sial." umpat Reno. Dara memperhatikan Reno yang menatap tajam pada Ardi. Tampak juga otot otot rahangnya menegang, "Hei. Apa anda tidak sadar, andalah yang merebut Dara dari saya. Seharusnya anda malu." hardik nya. "Bagaimanapun awalnya, nyatanya dia adalah istri saya. Apakah saya perlu membuat pengumuman di sini." sahut Ardi berusaha santai.Dara menatap wajah Ardi, "Kak."Emosi Reno perlahan memuncak. Ia mengepalkan tangannya dan mengangkat nya. Ia ingin segera memukul wajah Ardi. Melampiaskan kekesalan dan kemarahannya pada pria yang telah merebut wanita nya ini. Sudah lama ia menahan. Rasanya ia ingin menghancurkan nya sekarang."Reno jangan!""Saya sedang mengendong bayi. Disini banyak orang, anda hanya akan mempermalukan diri anda sendiri jika mencoba memukul ku. Jika anda ingin melampiaskan kekesalan anda. Silakan hubungi saya. Saya akan meladeni anda dengan baik." Ardi bersuara lagi.Terlihat Reno memperhatikan sekitar. tampak beberapa orang menyadari situasi mereka. Ia tida
Pagi itu setelah berangkat nya Ardi ke kantornya, Reno muncul di depan rumah untuk menemui Dara. "Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Dara setelah membuka pintu tu dan menemukan Reno sudah berada di depan. "Aku ingin dia tahu, bahwa dia salah. Aku yang harus nya berhak atas kamu. Dia yang merusak hubungan kita, Dara." Reno masih teringat dengan kekesalannya kemarin."Ren, kamu jangan kayak gini." tampak raut khawatir di wajah Dara. Ia takut mungkin saja Ardi tiba tiba kembali atau bisa saja orang lain melihat nya sedang bersama orang lain di rumah suami nya sendiri. Ia tidak ingin kedua nya bertemu kembali. "Nggak, Dara. Biarkan aku bertemu dengan mu seperti ini. Aku melakukan hal ini, karna aku ingin juga mengerti dengan keponakan mu." ucap Reno. "Aku tahu, tapi kamu pergi ya." pinta Dara. "Nggak. Kenapa aku harus melakukannya. Biarkan saja dia melihat. Kenapa kamu membuatku merasa bahwa aku harus bersembunyi?""Maksudku bukan itu Reno."Reno tidak mengindahkan perkataan Dara d
"Kamu datang." ujar Reno saat melihat Dara sudah berada di hadapannya. Lelaki itu tersenyum puas saat Dara terlihat di sana."Aku nggak bisa lama lama." cicit Dara sambil duduk. "Aku akan memesan." Reno mengedarkan pandangan mencari waitress lalu mengangkat tangannya."Aku sudah makan." sahut Dara jujur. "Kalau gitu, kita jalan. Aku juga belum merasa lapar." Reno berdiri dari duduk nya seraya meraih tangan Dara. "Ayo."Dara mendongak dan mengikut saja. Biarkan saja malam ini ia mengikuti kemauan Reno. Buru buru gadis itu mengeluarkan masker nya dan memakainya. Ia masih teringat dengan perkataan Ardi tentang seseorang yang di kenal nya bisa saja melihat nya dimana saja. Dia ingin menghindari hal itu. Ia tidak mau Ardi tahu bahwa dirinya dan Reno hanya berduaan saja."Kenapa pakai masker?" tanya Reno sambil mengernyit kan kening nya. "Bisa saja udara malam membuat ku flu." ucap Dara bohong. "Sejak kapan?""Jaga jaga saja. Aku tidak mau sakit, apalagi aku harus menjaga seorang bayi.
Tidak ada gunanya berdebat sekarang, apalagi Nadira yang sedang menangis di pangkuan Dara. Ardi mengeluarkan kunci dari saku celana nya dan berjalan menghampiri pintu kamar.Ketika pintu terbuka dengan gerakan cepat Dara langsung keluar dari sana. Ia butuh waktu sendiri dan tidak ingin melihat Ardi dulu.Tangan Ardi terangkat dan spontan memijat pelipis nya yang tidak sakit itu. Ia hanya merasa pusing dengan situasi pernikahannya sekarang.Dara menenangkan Nadira yang masih menangis. Dalam beberapa saat tangis bayi itu berhenti bersamaan dengan Ardi yang juga muncul di sana."Ini. Aku bawa susu Nadira."Ardi meletakan botol susu Nadira yang sudah di buat nya di atas meja dan diam di sana beberapa saat. Dara yang menyadari Ardi belum keluar juga, mengintip dari sudut matanya. Terlihat pria itu bukannya keluar dari kamar dan malah mendekatinya dengan Nadira."Aku ingin mengucapkan selamat tidur pada nya." ujar Ardi sambil mendekatkan tubuh nya untuk mencium dahi Nadira.Melihat tubuh A