Sebelum membalikan badan, Arya mencium Nadira lebih dulu, membuat Dara yang sedang mengendong Nadira merasakan sensasi yang berbeda. Ia buru buru menepis pikiran anehnya itu sebelum menguasai seluruh otaknya.
Ardi menghilang dari jangkauan pandangan Dara, ia sendiri kini kembali memerhatikan Nadira yang sudah tertidur. Dengan gerakan pelan dan hati hati Dara berdiri dari duduknya dan kemudian perlahan melangkahkan kaki ke kamar Nadira.Di samping tempat tidur bayi, sudah ada ranjang sedang dan sofa yang memang sudah disiapkan untuk menjaga Nadira di sana. Dara mendaratkan diri di sofa itu lalu menyandarkan punggung kebelakang dengan masih ada Nadira dalam pangkuannya. Ia benar benar betah dengan kehadiran Nadira diantara pelukan tangannya.Tidak berselang lama, di dalam rumah yang senyap itu Dara dapat mendengar suara deruman mobil Ardi perlahan redup menghilang dari jangkauan telinganya. Kini sekarang tinggal dirinya dan Nadira yang berada dalam rumah.Saat Nadira tidur di tempat tidurnya, Dara mengambil ponselnya yang sudah di letakan Ardi di atas meja ruang tamu. Lalu kembali ke masuk ke kamar Nadira. Sambil bersandar di sofa ia membuka ponselnya. Ada empat panggilan tidak terjawab dari Reno dua jam lalu saat dirinya sibuk berkutat dengan alat dapur. Dara menghela nafas, kata kata seperti apa yang akan di sampaikan nya kepada Pacarnya itu. Ia benar benar tidak tahu.Suara mobil Ardi kembali datang menghampiri indra pendengaran Dara. Ardi sudah pulang. Karena Nadira masih tidur, Dara tetap berada di sana. Beberapa saat justru munculah Ardi di ambang pintu."Nadira tidur?" Ardi masuk langsung mendekati tempat tidur Nadira. Ia memperhatikan anaknya yang kini tertidur pulas."Iya kak. Baru.""Kamu sudah makan? Saya sudah beli makanan saat perjalanan pulang."Iya kak sudah. Bahkan aku juga sudah siapin untuk kak Ardi di atas meja makan. Nggak enak kalau masak untuk makan sendiri saja. Jadi aku banyakin untuk kak Ardi juga."Ardi diam mendengar perkataan Dara, perhatian dan kelembutan yang di tunjukan Dara mirip sekali dengan Mira. Hal itu memang wajar karena mereka adalah adik kakak. Tapi yang tidak wajar untuk Ardi adalah ia seperti melihat Mira pada diri Dara.Melihat raut wajah Ardi yang hening, Dara berpikir bahwa Ardi mungkin tidak menyukai tindakannya yang kelewatan."Nanti kalau kak Ardi nggak suka, aku nggak akan ulangi lagi.""Nggak apa apa. Kamu bisa melakukannya. Dan untuk makanan yang baru saya beli kamu bisa bawa ke kosan mu. Saya akan juga memakan masakan kamu.""Iya kak. Makasih.""Kalau begitu saya gantian dulu, setelah itu kamu boleh pulang.""Iya kak."Setelah Ardi selesai ganti baju kerja dengan baju santainya. Ia kemudian kembali menghampiri kamar Nadira. Sedangkan Dara juga sudah siap siap dengan tas dan polesan tipis bedak di wajahnya.Sebelum pulang Dara memperhatikan dulu wajah Nadira yang masih tidur, menyimpan semua garis dan bentuk wajah itu dalam otaknya. Ia tidak menyentuhnya karena tidak mau membangunkan Nadira dalam tidur damainya. Kemudian Dara berbalik keluar hendak keluar."Nanti kamu ambil ya makanan nya. Saya taruh di meja depan.""Iya kak. Aku pulang dulu.""Hati hati."Dara keluar dari rumah, ia menaiki motornya yang terparkir lama di depan. Ia pun melakukan motor meninggalkan rumah Ardi.Alangkah kagetnya Dara ketika melihat Reno sudah berada di depan kosannya. Dara tidak mungkin menghindari Reno sekarang. Jalan terbaik ia harus berbicara padanya. Dara mendekat, kini Reno sudah melihat dirinya dengan tatapan marahnya."Kamu darimana?" Tanya Reno tanpa basa basi lagi, tentu ia akan marah beberapa kali ia menghubungi Dara, tapi gadis itu tidak menjawabnya.Dara bingung mau menjawab apa. Ia memutar bola matanya mencoba mencari alasan untuk menjawab pertanyaan Reno. Dan... Dara menemukan kantung tas makanannya yang tergantung di gantungan motor."Aku habis beli makanan.""Selama itu?" Tanya Reno sambil menatap mata Dara mencari kejujuran di sana.Tidak ada gunanya Dara berbohong sekarang. Reno bukanlah orang yang bodoh. Pria itu pasti tau ada yang ia sembunyikan. Dan dia sekarang meminta penjelasan darinya, bukan kebohongan lagi yang terus ia ciptakan dalam kepalanya."Aku pergi ke rumah almarhumah kakakku untuk menjaga keponakanku di sana." Jawab Dara akhirnya mengakui. Sudah, biarkan saja Reno marah. Ia sudah membulatkan tekadnya. Apalagi bagaimana ia melihat Nadira terus menangis. Nadira membutuhkan dirinya. Ia tidak bisa meninggalkannya."Sial." Desis Reno geram. Matanya berkilat tajam dikala mengetahui Dara tidak menurutinya."Maksud kamu apa Dara, kamu jelas tau kalau aku nggak mau kamu kesana.""Aku nggak bisa Ren. Nadira itu keponakan aku. Anak kakak aku. Dia baru kehilangan ibunya. Bagaimana bisa aku mengabaikan dia."Reno diam, sebenarnya bukanlah ini yang ia maksud. Bukanlah ini yang menjadi ketakutan dalam dirinya."Apa kamu nggak punya hati, melarang aku untuk bertemu keponakan aku." Tambah Dara, tidak habis pikir. Ia masih tidak menyangka pria yang di pacari nya selama dua tahun ini berpikiran dangkal seperti sekarang. Ada apa sekarang dengan Reno. Kalimat itu terus berputar dalam kepala Dara. Melihat tingkah Reno yang tidak seharusnya. Ia seperti berubahReno mengepalkan tangannya. Marah. Ia melarang Dara bukan tanpa alasan. Ia takut dan punya firasat buruk tentang kepergian Dara ke rumah itu. Masalahnya bukan terletak pada keponakan Dira tapi ayah dari bayi itu. Ada seorang pria di dalam rumah itu."Aku begini justru aku punya hati, Dara. Apa kamu nggak bisa ngerti?""Nggak. Aku nggak bisa mengerti cara berpikir kamu." Sambil mengambil makanannya Dara turun dari motornya lalu berjalan melewati Reno di sana.Dengan sigap Reno menahan tangan Dara, ia butuh jawaban. Butuh kesimpulan dari hubungan mereka. Dia benar benar tidak bisa, tidak tenang jika Dara terus menerus berada di rumah itu. Bagaimana jika apa yang di dikhawatirkannya terjadi."Dara ini demi hubungan kita." Mohon Reno.Dara menghempas tangan Reno. Dengan kilatan emosi dan kecewa yang terlukis di wajahnya ia berbalik menatap pria itu, "Nggak Ren. Apapun itu jangan melarang aku untuk menemui keponakan aku. Kumohon. Tolong mengerti.""Aku tidak pernah melarang mu menemui keponakan mu. Tapi Ayah dari keponakan mu." Jujur Reno. Terlihat dari raut wajahnya. Ia khawatir dan cemas Dara dekat dengan pria itu.Mulut Dara menganga. Dahinya pun berkerut. Tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Semua dari larangan Reno karena ia cemburu pada Ardi."Apa yang kamu pikirkan!?" Seru Dara."Dara. Aku takut kamu berada di sana karena suami dari almarhumah kakakmu. Dia seorang pria yang pasti butuh pendamping. Butuh ibu untuk anaknya. Aku takut dia merebut kamu dariku. Itu bisa saja terjadi.""Kamu tau nggak, kamu berubah. Picik. Kamu meragukan aku Ren. Meragukan hubungan kita." Dengan rasa kecewa, Dara meninggalkan Reno di depan kosannya. "Aku melakukan ini karena aku sangat cinta sama kamu Dara." Teriak Reno frustasi. Ia bisa mengerti bahwa Dara menyayangi keponakannya itu, tapi ia tidak bisa. Benar benar tidak bisa mengizinkan Dara untuk berada di rumah itu bersama dengan seorang pria dewasa."Jika kamu mencintai aku, tolong mengerti dengan perasaanku. Aku tetap tidak bisa meninggalkan bayi itu." Putus Dara dan berlalu dari sana meninggalkan Reno dengan perasaan frustasi nya.Reno mengacak acak rambutnya. Tidak ada solusi dari masalahnya kini. Rasa cemburunya, rasa takutnya. Keinginan Dara untuk merawat anak kakaknya, benar benar membuat nya marah.Setelah selesai dengan ritual malamnya, Dara siap siap untuk tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah hal hal yang di lalui nya hari ini, terlebih lelah pikirannya setelah bertemu Reno sore ini. Akan tetapi saat Dara akan menutup mata nya, tiba tiba ponselnya berdering. Ia pun mengambilnya dan melihat nama yang tertera dalam ponsel itu.Ada sekilas pertanyaan yang muncul di benak Dara saat mengetahui orang menghubunginya. Namun tanpa berpikir lama ia segera mengangkat panggilan dari kakak iparnya itu. "Maaf Dara. Saya mengganggumu malam malam begini. Nadira menangis sejak tadi, aku tidak bisa menenangkannya." Ardi langsung bicara ketika sambungan telfon terhubung, membuat Dara mengerti alasan pria itu menghubunginya. Dara dapat mendengar getaran dari pemilik suara itu, hatinya pasti cemas dan bingung ketika ia tidak bisa menenangkan Nadira. Suara tangis Nadira terdengar pun juga jelas di telinga Dara. Apa ia harus kesana malam ini sekarang. "Saya mohon, saya juga t
Dara kembali ke kosannya sore ini. Ia membaringkan diri mengistirahatkan badannya sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya yang tergeletak di sampingnya.Dara membaca pesan dari Reno yang masuk sejak ia berada di rumah Ardi. Pesan dengan isi, Reno memintanya untuk bertemu malam ini. Dara memang harus bertemu Reno, ia harus menyelesaikan ketegangan yang terjadi di antara mereka.Setelah selesai menutup pintu, dengan cepat Dara menaiki dan memutar kunci motornya melaju meninggalkan kosannya. Setelah sampai ke tempat yang sudah di tentukan Reno untuk bertemu, tiba tiba Dara mendapat panggilan dari Ardi. Lagi. Ardi tidak bisa menghentikan tangis Nadira.Tanpa kata kata lagi, Dara langsung memutar motornya. Ia tidak sanggup membiarkan Nadira terus menangis. Ia harus segera berada di sana, mendekap sang bayi mungil itu.Dara langsung berlari ke dalam rumah, lalu meraih Nadira dari Ardi. Dengan wajah panik Dara menghentikan tangis Nadira.Nanap. Ardi menatap aneh. Ada apa sebenarnya. Men
Seperti biasa malam itu, Ardi mendirikan tenda di luar dan Dara di dalam rumah bersama Nadira. Namun kali ini Dara tidak bisa tidur rasa lapar melanda nya sejak tadi. Ia menunggu beberapa saat, memastikan Ardi dan Nadira sudah terlelap.Dengan langkah mengendap endap, Dara melangkahkan kakinya ke dapur. Karena aksinya diam diam ia tidak menyalakan lampu dan memilih mengunakan cahaya ponselnya. Kemudian Dara mulai mengeledah, mencari sesuatu yang bisa di makan.Ardi terbangun, ia merasakan haus dan bahkan lupa membawa air minum ke dalam tenda. Ia kemudian keluar dan masuk ke dalam rumah langsung menuju ke arah dapur. Alangkah kagetnya Ardi, menemukan dan menyaksikan seseorang dalam gelap sedang mengacak acak mencari sesuatu di lemari penyimpanan atas. Ia kemudian mengatur posisi waspada, bersiap menangkap orang yang dianggapnya pencuri itu.Karena ukuran sasaran yang lebih kecil darinya, Ardi dengan cepat mendekap dan menahan tangan orang itu dari belakang. Ia lalu menjatuhkan ke bawa
Dara kembali ke dalam kamar dan mengambil ponselnya. Dan kunci motornya ada di lantai atas, bagaimana ia melewati mereka dalam situasi seperti ini. Dara memberanikan langkah kakinya, ia lebih baik pulang sekarang, dia tidak mungkin mengatakan kepada Ibu Fani bahwa ia masih ingin tetap berada di rumah ini. Ia tidak punya hak untuk hal itu, dirinya bukanlah apa apa selain menyandang gelar bibi dari anak Ardi."Kak Ardi. Tante."Mendengar suara Dara, Ardi spontan menoleh ke arah suara. Ia bisa melihat raut pucat lesu gadis itu, sepertinya sakit perutnya belum hilang. Tapi ada yang membuat Ardi lebih gelisah, Dara pasti mendengar pembicaraannya dengan ibunya. Ia takut, Dara mungkin akan sedih dan berpikiran tidak bertemu Nadira lagi. Dara mendekati keduanya dengan langkah tertatih Ratih, ia kemudian melirik Ardi yang menatap dengan raut wajah khawatir."Aku nggak apa apa kak." Ucap Ratih bohong, tidak ingin pria itu merasa cemas padanya."Aku akan pulang." Ucap Dara menambahkan. Ardi m
"Kok gitu? Bukannya kamu yang ingin terus kesana. Lalu bagaimana dengan keponakan kamu?"Dara diam, titik pandangnya jatuh ke bawah. Bingung akan berkata apa. Di samping ia harus menjauh dari Ardi dan Nadira, di sisi lain ia merasa sulit meninggalkan bayi itu. Ia merasa tidak terima dengan situasi ini. Bagaimana keadaan Nadira nanti jika tanpa dirinya. Apakah ia akan tahan merindukan bayi yang sudah sangat di sayangnya itu.Namun terlepas dari hal itu, Dara harus menentukan arah keputusannya. Mau tidak mau, dia harus meninggalkan mereka. Meninggalkan Nadira."Kamu nggak apa apa?" Mendapati Dara hanya diam atas pertanyaan yang sudah ia lontarkan, ada resah di hati Winda memikirkan Dara yang mungkin sedang dilanda masalah.Dara tersadar dari lamunannya. Ia lalu mengangkat wajahnya melihat Winda yang terus menyorotkan pandangan kepadanya. "Kalau kamu nggak mau cerita nggak apa apa."Sambil mengusap rambutnya ke belakang, Dara menghela napas berat dan mengalihkan pandangannya keluar jende
Tanpa mempedulikan rasa penasaran alasan mengapa Dara bisa sampai di rumah sakit dan kaki pincang nya. Ardi segera berdiri membantu membawa Dara untuk duduk."Untung ada Ibu disini. Saya harus menyampaikan ini kepada Bapak Ibu berdua, agar mengetahui tindakan apa yang harus Bapak Ibu lakukan untuk si bayi." Ujar Dokter. "Ketika tangisan bayi berlangsung lama dan berlebihan, terdapat fakta bahwa tubuh dan otak mereka dibanjiri oleh hormon stres adrenalin dan kortisol yang tentu hal itu dapat merusak otak bayi.""Sebaiknya bapak memang banyak belajar untuk memahami perasaan anak bapak dan menggunakan insting serta lakukan apa yang menjadi ke inginkan nya.""Dan menangis itu adalah cara bayi berkomunikasi untuk mengutarakan keinginan mereka. Alasannya bermacam-macam mulai dari bayi merasa lapar, badannya ada yang sakit atau karena faktor kesepian dan kerinduan." Penjelasan Dokter tertangkap baik oleh indra pendengar Ardi."Dan setelah di periksa saya tidak menemukan bahwa bayi bapak bada
Esoknya saat jam istirahat kerja, Ardi datang ke kosan Dara. Mendiang istrinya pernah mengatakan tempat dimana Dara ngekos tapi ia sendiri tidak tau ada dimana tepat nya kosan Dara.Ardi pun mulai bertanya kepada penghuni penghuni area yang ngekos dekat kampus itu dan berhasil mendapatkan kosan Dara setelah mendapat petunjuk salah satu mahasiswa di sana."Terima kasih." Ucap Ardi lalu mengikuti arahan yang di maksud mahasiswa tadi. Ardi mendekati salah satu kosan di sana yang ia yakini adalah tempat Dara karena motor matic yang terparkir di depannya. Namun sepertinya Dara sedang tidak sendiri. Dari pintu yang terbuka itu ia bisa melihat ada seseorang laki laki di sana. Ia mendekat dan samar samar ia bisa mendengar apa yang di bicarakan dua orang dalam kosan itu."Apa aku bilang, gini kan jadinya? Mulai sekarang kamu nggak boleh lagi kesana. Aku nggak suka. Kamu tau aku melarang mu bukan karena menemui keponakan mu." Ujar Reno setelah melihat kondisi Dara."Aku akan pergi. Aku akan ber
Ardi mencari Ibu Tia yang ternyata berasa di dapur sedang memasak. "Bu?" Sapa Ardi"Eh iya." Ibu Tia yang sedang menumis sayur nya mendongak ke belakang. Dilihat nya Ardi sedang menuju ke arah nya. "Hehe ibu lagi masak. Soalnya udah siang. Ibu sudah lapar, pasti kalian juga. Tapi seadanya saja. Bahan bahan di kulkas sudah habis." Kekeuh Ibu Tia ketika Ardi sudah berada di samping. "Saya pesan saja." Ucap Ardi. Ibu Tia kembali melanjutkan mengaduk aduk sayur nya, "Secepat nya kamu harus menikah. Bukan hanya untuk anak kamu tapi kamu juga. Biar ada yang masakin kalau udah pulang kerja. Biar ada yang urus. Kasihan kalau kamu kerepotan sendiri."Iya Bu, terima kasih sarannya. Akhirnya Dara mau menikah dengan saya." Sahut Ardi."Baguslah kalau begitu. Alhamdulillah." Ibu Tia mematikan kompornya ketika di rasa sayur nya telah matang. Lalu ia menoleh kepada Ardi yang menjadi majikannya itu."Tapi Ibu jangan pergi dulu ya." Pinta Ardi memohon. "Loh Kenapa? Kan sudah ada Dara." Ibu Tia me