Keheningan merambat ke seluruh kamar kos Dara, ia belum menghubungi Winda perihal besok ia tidak pergi lagi ke Minimarket tempat biasanya ia bekerja.
Ia pun segera meraih ponsel yang tergeletak asal di tempat tidurnya. Sebuah nama kontak mulai di carinya lalu segera ia menempelkan ponsel ke telinga nya.Sambungan telfon terhubung. Ia mulai menyapa dan memberitahu sahabatnya itu tentang berhenti nya dia dari pekerjaan dan alasan di baliknya."Mulai besok aku nggak masuk lagi, Aku mau jaga Nadira." Ungkap Dara."Serius Dar.... , Kamu udah kasih tau Reno nggak?" Tanya Winda setelah mendengar rencana dari sahabatnya ini.Dara sebenarnya sudah memberitahu Reno perihal hal ini, tapi pacarnya itu justru tidak menyetujuinya dan menolak keinginannya, tanpa ia jelaskan apa alasan dia melarang dirinya untuk menjaga Nadira. Dan sekarang ia tetap melakukannya, yang pastinya jika ia menghubungi pria itu sekarang ia pasti akan marah besar."Aku sudah beritahu, tapi dia tidak setuju. Aku nggak tau alasan dia ngelarang aku. Aku sangat ingin merawat Nadira. Kasihan dia kehilangan Ibu saat lahir. Apalagi ini adalah bentuk abdi Aku kepada kakakku selama ini. Aku belum melakukan apa apa untuknya. Jadi aku nggak bisa tidak melakukannya. Aku punya banyak alasan untuk ini. Karena itu aku mohon sama kamu, jangan beritahu Reno bahwa mulai besok akan berada di rumah kak Mira.""Tapi.... Reno cepat atau lambat Reno pasti akan tahu." Ujar Winda khawatir."Untuk itu, biar jadi urusan aku nanti. Aku benar benar nggak bisa mengikuti permintaan dia. Ku harap kamu juga mengerti dengan maksudku." Mohon Dara agar Winda mengerti dan membantunya."Aku paham padamu Dara. Aku paham sekali."Sebagai sahabat yang paling tau situasi Dara, Winda tentu saja paham dengan maksud sahabatnya itu. Jika Dara sudah membulatkan tekad begini ia juga tidak hak untuk melarang, ia hanya bisa memberi tahu sebab akibat yang mungkin akan di hadapi Dara ke depannya. Yang pasti ia hanya bisa mendukung Dara setiap saat."Baiklah aku akan menutup mulut. Jika Reno bertanya padaku, Aku bisa mengatakan kamu sedang mengunjungi kampung halamanmu atau apa pun itu. ." Tambah Winda lagi."Makasih ya sahabatku sayang.""Sudah. Aku sibuk. Selamat malam." Winda mengakhiri obrolan."Baiklah." Ketika sambungan telepon terputus, Dara meletakan ponsel nya begitu saja.Setelah selesai berbicara dengan Winda, ia membaringkan tubuhnya. Pikiran tentang reaksi Reno terbayang di kepalanya. Siap atau tidak, ia akan menemukan murka dari pria yang telah menjadi kekasihnya itu.***Cahaya matahari mulai terlihat, perlahan menunjukan kehangatan sinarnya pada siapapun dan apapun yang di kenainya. Dara bangun dari tidurnya, seraya menguap ia merenggangkan otot ototnya. Hari bertemu Nadira telah tiba. Dara segera bangkit dari kasur kecilnya dan mengambil handuk lalu masuk ke dalam kamar mandinya.Usai bersiap siap, sebelum berangkat Dara menghangatkan motor matic nya lebih dulu. Di saat itu tiba tiba ponselnya berbunyi, Dara segera membuka tas dan mengambil ponselnya. Alangkah terkejutnya melihat nama yang tertera di layar ponselnya itu. Panggilan dari Reno.Dara tidak berniat mengangkat panggilan telfon Reno. Karena jika kekasihnya tahu sekarang, ia pasti tidak akan bertemu Nadira sekarang. Dara kemudian memasukan ponselnya kembali setelah panggilan Reno berhenti. Ia segera menyalakan motor dan pergi dari kosannya.Dara menekan tombol bel rumah Ardi, dan tidak lama suami kakaknya itu muncul di sana dengan Nadira yang berada di gendongannya dan penampilan Ardi yang err... Membuat Dara langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain."Maaf. Sebelum kamu tiba saya baru saja akan memakai pakaian, tapi tiba tiba Nadira menangis tidak berhenti sampai kamu datang."Melihat hal ini justru keinginan Dara untuk menjaga Nadira semakin kuat lagi. Tentang Reno yang tidak setuju, ia tidak peduli.Dara memfokuskan arah matanya ke Nadira tidak ingin melihat suami almarhumah kakaknya itu dengan celana pendek jauh diatas lutut dan kemeja baju putih yang belum ter kancing. Walaupun Ardi sudah memakai kaos singlet tetap saja Dara bisa melihat bentuk otot dada yang dimiliki Ardi.Segera Dara mengambil Nadira yang masih menangis dari gendongan Ardi dan mengayunkan badan pelan.Ardi memperhatikan tindakan Dara yang bahkan menjatuhkan tas nya tidak sadar karena melihat Nadira terus menangis."Kak Ardi udah kasih susu, mungkin lapar.""Sudah. Sebelum tidur. tidak lama setelah itu bangun lagi sambil menangis. Saya bahkan mandi nya cepat dan sudah buru buru berpakaian." Jawab Ardi dengan cemas di wajahnya.Sementara Nadira terus menangis. Dara membawanya ke dalam dan duduk di sofa. Ia terus mengayun ayunkan gendongannya lalu menggosok gosok lembut punggung Nadira. Di dalam aksinya itu di sertai nyanyian yang dulu Ibunya nyanyikan juga untuk Dirinya dan Mira.Perlahan tangis Nadira mereda, membuat Ardi langsung lega melihatnya. Bayi mungil itu sekarang mulai diam dan membuka matanya. Dara yang bingung karena Nadira berhenti menangis saat ia menyanyikan lagu lama Ibunya, ia menoleh kepada Ardi. Tapi sepertinya pria itu tidak peduli dengan kebingungannya, selain keberhentian tangis anaknya itu.Kini kemeja Ardi sudah di kancing semua dan juga sudah sarungan saja. Tidak lupa ditangannya juga sudah ada botol dot yang sudah terisi susu. Entah kapan Ardi melakukannya. Sepertinya kakak Iparnya ini sudah pandai bergerak dalam sekejap mata.Namun menyadari, serba keburu buruan Ardi pagi ini, Dira langsung merasa bersalah. Seharusnya ia datang lebih pagi lagi, atau bahkan sebelum mentari belum menampakan cahayanya di bumi."Maaf ya kak. Gara gara aku terlambat." Ucap Dara tulus."Nggak apa apa. Saya juga yang salah, nggak kasih tau sepagi apa yang dimaksud.""Kak Ardi silahkan berangkat. Matahari udah mau tinggi loh. Udah terlambat." Perintah Dara pada Ardi yang masih berdiri di sana."Iya."Ardi mengangguk ragu. Matanya masih terpaku pada anaknya. Rasanya ia tidak mampu meninggalkan Nadira di rumah. Apalagi anaknya itu selalu menangis. Mungkin karena kepergian ibunya. Hal itu membuat Ardi agak ragu sekarang. Padahal ia baik baik saja sebelumnya.Dara menyadari ketakutan dan ke khawatiran Ardi. Ia kemudian menatap wajah Nadira yang sedang bermain dengan dunianya itu."Nggak apa apa kak. Nadira aman sama aku. Kalau ada apa apa aku langsung hubungi kak Ardi." Ucap Ratih menenangkan, ingin menghilangkan rasa khawatir pria yang kini berstatus duda satu anak itu."Baiklah. Saya siap siap dulu. Kamu jangan sungkan. Anggap saja seperti sedang di rumah sendiri." Mendengar ucapan Dara ada sedikit ketenangan yang menghinggapi hati Ardi. Ia memang sudah memilih Dara untuk menjaga Nadira karena ia percaya padanya."Iya kak." Jawab Dara sopan.Sebelum membalikan badan, Arya mencium Nadira lebih dulu, membuat Dara yang sedang mengendong Nadira merasakan sensasi yang berbeda. Ia buru buru menepis pikiran anehnya itu sebelum menguasai seluruh otaknya.Ardi menghilang dari jangkauan pandangan Dara, ia sendiri kini kembali memerhatikan Nadira yang sudah tertidur. Dengan gerakan pelan dan hati hati Dara berdiri dari duduknya dan kemudian perlahan melangkahkan kaki ke kamar Nadira.Di samping tempat tidur bayi, sudah ada ranjang sedang dan sofa yang memang sudah disiapkan untuk menjaga Nadira di sana. Dara mendaratkan diri di sofa itu lalu menyandarkan punggung kebelakang dengan masih ada Nadira dalam pangkuannya. Ia benar benar betah dengan kehadiran Nadira diantara pelukan tangannya.Tidak berselang lama, di dalam rumah yang senyap itu Dara dapat mendengar suara deruman mobil Ardi perlahan redup menghilang dari jangkauan telinganya. Kini sekarang tinggal dirinya dan Nadira yang berada dalam rumah. Saat Nadira tidur di tempat ti
Setelah selesai dengan ritual malamnya, Dara siap siap untuk tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah hal hal yang di lalui nya hari ini, terlebih lelah pikirannya setelah bertemu Reno sore ini. Akan tetapi saat Dara akan menutup mata nya, tiba tiba ponselnya berdering. Ia pun mengambilnya dan melihat nama yang tertera dalam ponsel itu.Ada sekilas pertanyaan yang muncul di benak Dara saat mengetahui orang menghubunginya. Namun tanpa berpikir lama ia segera mengangkat panggilan dari kakak iparnya itu. "Maaf Dara. Saya mengganggumu malam malam begini. Nadira menangis sejak tadi, aku tidak bisa menenangkannya." Ardi langsung bicara ketika sambungan telfon terhubung, membuat Dara mengerti alasan pria itu menghubunginya. Dara dapat mendengar getaran dari pemilik suara itu, hatinya pasti cemas dan bingung ketika ia tidak bisa menenangkan Nadira. Suara tangis Nadira terdengar pun juga jelas di telinga Dara. Apa ia harus kesana malam ini sekarang. "Saya mohon, saya juga t
Dara kembali ke kosannya sore ini. Ia membaringkan diri mengistirahatkan badannya sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya yang tergeletak di sampingnya.Dara membaca pesan dari Reno yang masuk sejak ia berada di rumah Ardi. Pesan dengan isi, Reno memintanya untuk bertemu malam ini. Dara memang harus bertemu Reno, ia harus menyelesaikan ketegangan yang terjadi di antara mereka.Setelah selesai menutup pintu, dengan cepat Dara menaiki dan memutar kunci motornya melaju meninggalkan kosannya. Setelah sampai ke tempat yang sudah di tentukan Reno untuk bertemu, tiba tiba Dara mendapat panggilan dari Ardi. Lagi. Ardi tidak bisa menghentikan tangis Nadira.Tanpa kata kata lagi, Dara langsung memutar motornya. Ia tidak sanggup membiarkan Nadira terus menangis. Ia harus segera berada di sana, mendekap sang bayi mungil itu.Dara langsung berlari ke dalam rumah, lalu meraih Nadira dari Ardi. Dengan wajah panik Dara menghentikan tangis Nadira.Nanap. Ardi menatap aneh. Ada apa sebenarnya. Men
Seperti biasa malam itu, Ardi mendirikan tenda di luar dan Dara di dalam rumah bersama Nadira. Namun kali ini Dara tidak bisa tidur rasa lapar melanda nya sejak tadi. Ia menunggu beberapa saat, memastikan Ardi dan Nadira sudah terlelap.Dengan langkah mengendap endap, Dara melangkahkan kakinya ke dapur. Karena aksinya diam diam ia tidak menyalakan lampu dan memilih mengunakan cahaya ponselnya. Kemudian Dara mulai mengeledah, mencari sesuatu yang bisa di makan.Ardi terbangun, ia merasakan haus dan bahkan lupa membawa air minum ke dalam tenda. Ia kemudian keluar dan masuk ke dalam rumah langsung menuju ke arah dapur. Alangkah kagetnya Ardi, menemukan dan menyaksikan seseorang dalam gelap sedang mengacak acak mencari sesuatu di lemari penyimpanan atas. Ia kemudian mengatur posisi waspada, bersiap menangkap orang yang dianggapnya pencuri itu.Karena ukuran sasaran yang lebih kecil darinya, Ardi dengan cepat mendekap dan menahan tangan orang itu dari belakang. Ia lalu menjatuhkan ke bawa
Dara kembali ke dalam kamar dan mengambil ponselnya. Dan kunci motornya ada di lantai atas, bagaimana ia melewati mereka dalam situasi seperti ini. Dara memberanikan langkah kakinya, ia lebih baik pulang sekarang, dia tidak mungkin mengatakan kepada Ibu Fani bahwa ia masih ingin tetap berada di rumah ini. Ia tidak punya hak untuk hal itu, dirinya bukanlah apa apa selain menyandang gelar bibi dari anak Ardi."Kak Ardi. Tante."Mendengar suara Dara, Ardi spontan menoleh ke arah suara. Ia bisa melihat raut pucat lesu gadis itu, sepertinya sakit perutnya belum hilang. Tapi ada yang membuat Ardi lebih gelisah, Dara pasti mendengar pembicaraannya dengan ibunya. Ia takut, Dara mungkin akan sedih dan berpikiran tidak bertemu Nadira lagi. Dara mendekati keduanya dengan langkah tertatih Ratih, ia kemudian melirik Ardi yang menatap dengan raut wajah khawatir."Aku nggak apa apa kak." Ucap Ratih bohong, tidak ingin pria itu merasa cemas padanya."Aku akan pulang." Ucap Dara menambahkan. Ardi m
"Kok gitu? Bukannya kamu yang ingin terus kesana. Lalu bagaimana dengan keponakan kamu?"Dara diam, titik pandangnya jatuh ke bawah. Bingung akan berkata apa. Di samping ia harus menjauh dari Ardi dan Nadira, di sisi lain ia merasa sulit meninggalkan bayi itu. Ia merasa tidak terima dengan situasi ini. Bagaimana keadaan Nadira nanti jika tanpa dirinya. Apakah ia akan tahan merindukan bayi yang sudah sangat di sayangnya itu.Namun terlepas dari hal itu, Dara harus menentukan arah keputusannya. Mau tidak mau, dia harus meninggalkan mereka. Meninggalkan Nadira."Kamu nggak apa apa?" Mendapati Dara hanya diam atas pertanyaan yang sudah ia lontarkan, ada resah di hati Winda memikirkan Dara yang mungkin sedang dilanda masalah.Dara tersadar dari lamunannya. Ia lalu mengangkat wajahnya melihat Winda yang terus menyorotkan pandangan kepadanya. "Kalau kamu nggak mau cerita nggak apa apa."Sambil mengusap rambutnya ke belakang, Dara menghela napas berat dan mengalihkan pandangannya keluar jende
Tanpa mempedulikan rasa penasaran alasan mengapa Dara bisa sampai di rumah sakit dan kaki pincang nya. Ardi segera berdiri membantu membawa Dara untuk duduk."Untung ada Ibu disini. Saya harus menyampaikan ini kepada Bapak Ibu berdua, agar mengetahui tindakan apa yang harus Bapak Ibu lakukan untuk si bayi." Ujar Dokter. "Ketika tangisan bayi berlangsung lama dan berlebihan, terdapat fakta bahwa tubuh dan otak mereka dibanjiri oleh hormon stres adrenalin dan kortisol yang tentu hal itu dapat merusak otak bayi.""Sebaiknya bapak memang banyak belajar untuk memahami perasaan anak bapak dan menggunakan insting serta lakukan apa yang menjadi ke inginkan nya.""Dan menangis itu adalah cara bayi berkomunikasi untuk mengutarakan keinginan mereka. Alasannya bermacam-macam mulai dari bayi merasa lapar, badannya ada yang sakit atau karena faktor kesepian dan kerinduan." Penjelasan Dokter tertangkap baik oleh indra pendengar Ardi."Dan setelah di periksa saya tidak menemukan bahwa bayi bapak bada
Esoknya saat jam istirahat kerja, Ardi datang ke kosan Dara. Mendiang istrinya pernah mengatakan tempat dimana Dara ngekos tapi ia sendiri tidak tau ada dimana tepat nya kosan Dara.Ardi pun mulai bertanya kepada penghuni penghuni area yang ngekos dekat kampus itu dan berhasil mendapatkan kosan Dara setelah mendapat petunjuk salah satu mahasiswa di sana."Terima kasih." Ucap Ardi lalu mengikuti arahan yang di maksud mahasiswa tadi. Ardi mendekati salah satu kosan di sana yang ia yakini adalah tempat Dara karena motor matic yang terparkir di depannya. Namun sepertinya Dara sedang tidak sendiri. Dari pintu yang terbuka itu ia bisa melihat ada seseorang laki laki di sana. Ia mendekat dan samar samar ia bisa mendengar apa yang di bicarakan dua orang dalam kosan itu."Apa aku bilang, gini kan jadinya? Mulai sekarang kamu nggak boleh lagi kesana. Aku nggak suka. Kamu tau aku melarang mu bukan karena menemui keponakan mu." Ujar Reno setelah melihat kondisi Dara."Aku akan pergi. Aku akan ber