Dara kembali ke kosannya sore ini. Ia membaringkan diri mengistirahatkan badannya sebentar lalu mengeluarkan ponsel dari tasnya yang tergeletak di sampingnya.
Dara membaca pesan dari Reno yang masuk sejak ia berada di rumah Ardi. Pesan dengan isi, Reno memintanya untuk bertemu malam ini. Dara memang harus bertemu Reno, ia harus menyelesaikan ketegangan yang terjadi di antara mereka.Setelah selesai menutup pintu, dengan cepat Dara menaiki dan memutar kunci motornya melaju meninggalkan kosannya. Setelah sampai ke tempat yang sudah di tentukan Reno untuk bertemu, tiba tiba Dara mendapat panggilan dari Ardi. Lagi. Ardi tidak bisa menghentikan tangis Nadira.Tanpa kata kata lagi, Dara langsung memutar motornya. Ia tidak sanggup membiarkan Nadira terus menangis. Ia harus segera berada di sana, mendekap sang bayi mungil itu.Dara langsung berlari ke dalam rumah, lalu meraih Nadira dari Ardi. Dengan wajah panik Dara menghentikan tangis Nadira.Nanap. Ardi menatap aneh. Ada apa sebenarnya. Mengapa Nadira kembali tenang ketika berada pangkuan Dara, padahal Ardi adalah ayahnya dan Dara bukanlah ibunya walaupun mereka punya hubungan darah.Setelah Nadira kembali tenang, Dara mengambil tasnya yang ia buang sembarang ke sofa. Dia harus bertemu Reno sekarang. Pria itu pasti sudah menunggunya sekarang.Namun melihat hal itu, Ardi langsung membuka suaranya dan menahan Dara untuk tidak pergi."Bisakah kamu tetap disini malam ini. Saya khawatir mungkin Nadira akan menangis lagi. Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi sepertinya ia nyaman berada di dekatmu. Saya mohon. Saya tidak tau harus berbuat apa lagi." Dengan tatapan kecemasan dalam raut wajahnya, Ardi menatap Dara dengan harap harap gadis di depannya ini bersedia.Dara melirik jam tangannya, Reno pasti masih menunggunya. Tapi jika ia pergi dari sana, bagaimana dengan Nadira. Ardi benar, Nadira akan berhenti menangis saat sudah berada dalam dekapannya. Dara kemudian menengok Nadira di dalam ranjang ayunnya. Ia menjatuhkan tangannya, hingga Tasnya juga ikut terjatuh dari lengannya. Matanya tetap terpaku pada wajah Nadira. Bagaimana bisa ia tega meninggalkan bayi kecil ini."Aku akan menemani Nadira." Ucapan Dara memunculkan ketenangan di hati Ardi. Pria itu menghela napas lega.Ardi kini baru menyadari penampilan Dara yang terlihat rapi dengan dandanan lebih dari biasanya, "apa saya sudah mengganggu kencanmu?""Tidak. Sahabatku meminta bertemu di cafe untuk membahas Skripsinya, dia agak kesulitan. Sekalian kami mau refresh." Dara sengaja berbohong tidak ingin membuat Ardi merasa bersalah karena sudah mengganggu rencana kencannya dengan Reno, apalagi dia melakukan ini karena Nadira."Baiklah. Kalau begitu saya akan membawakan kamu beberapa pakaian santai milik Mira.""Iya kak.""Apa kamu sudah makan?"Karena sudah terlanjur berbohong, Dara harus kembali berbohong lagi. Jika ia mengatakan sudah, maka Ardi akan mengetahui bahwa ia berbohong tentang dia dan sahabatnya pergi ke kafe dan mencari tempat untuk makan."Sudah kak.""Okay. Tunggu sebentar."Setelah Ardi menghilang dari pandangan Dara, panggilan telfon muncul di ponsel Dara, sang pemilik ponsel tidak perlu lagi menebak siapa orang itu. Karena ia tahu bahwa Reno pasti akan menghubunginya karena ketidak munculan dirinya.Dara tidak bisa mengangkat panggilan itu, ia tidak mungkin mengatakan bahwa ia sedang berada di rumah Ardi malam malam dan membatalkan rencana pertemuan mereka.Alasan apa yang ia akan pakai untuk mengatakan ketidak datangannya. Jika ia beralasan sedang sakit dalam kosan, maka Reno akan datang. Bila ia mengatakan ada di rumah Winda, maka dia akan muncul juga. Dan jika ia beralasan pulang ke kampung halaman, maka Reno tidak akan percaya juga bahwa dirinya berangkat malam secara mendadak tanpa alasan yang pasti. Jika ia membiarkan begitu saja, Reno akan marah lagi. Tapi lebih baik begini daripada ia berbohong lagi.Saat sedang terus larut dalam pikirannya, Dara tidak menyadari bahwa Ardi sudah berdiri tidak jauh darinya, memperhatikan dia yang hanya diam."Saya sudah menyimpan pakaian gantimu di atas. Kamu berganti lah.""Baik kak, aku akan berganti lebih dulu."Dara mengambil barang barangnya dan keluar menuju kamar lantai atas. Sesampainya di sana, Dara melirik lagi ponselnya. Melihat lagi daftar nama yang masuk 'panggilan tidak terjawab'. Walaupun dia tidak bisa mengangkat panggilan itu, Dara lebih baik memberitahunya atas ketidak datangnya. Atau ia akan merasa sangat jahat sekarang, dengan membiarkan kekasihnya menunggu dirinya yang hilang tanpa kabar malam ini.Deretan kata terketik dalam ponsel itu. Setelah terkirim buru buru Dara mematikan ponselnya.Usai bergantian, Dara turun kebawah menghampiri keberadaan Ardi dan Nadira. Ayah dan anak itu sekarang berada di ruang keluarga. Nadira sepertinya sudah bagun, tapi bedanya kali ini bayi itu tidak menangis.Terlihat raut wajah Ardi terus mengukir senyum ketika sekali kali sudut bibir Nadira terangkat. Dara terus memperhatikan, sepertinya pria yang baru di tinggal istri untuk selamanya itu sedang bahagia sekarang."Kak Ardi!" Panggil Dara sambil menghampiri Ardi.Masih dengan senyum antusias di wajahnya, Ardi menoleh kepada Dara, "Lihatlah Nadira sudah bisa tersenyum sekarang."Dara menengok keponakannya itu, terlihat Nadira mulai menunjukan senyumnya dalam gendongan Ardi. Senyum itu membuat Dara dan Ardi terlihat bahagia sekarang."Kamu gendong Nadira ya, saya mau buat makan malam dulu."Mendengar Ardi akan membuat makan malamnya, Dara mengajukan tawaran. Lebih baik Ardi bersama Nadira sekarang, ia tidak mau mengganggu senyum bahagia itu."Biar aku aja. Kak Ardi sama Nadira saja."Setelah mendapat anggukan pelan dari Ardi, Dara langsung melejit berjalan ke dapur. Setibanya di sana tanpa pikir lagi ia mengambil bahan bahan yang akan di masaknya malam ini.Masakan Dara siap, dengan gerakan gesit segera menyajikan masakan nya di atas meja untuk satu orang.Ardi dengan Nadira di gendongannya juga berada di sana, memperhatikan setiap gerak Dara sejak tadi. Ia terpaku seperti melihat sosok Mira pada Dara. Gerakannya, fokusnya, langkah, dan hampir semua sisi Dara mirip sekali dengan mendiang istrinya.Apakah saudara kandung harus semirip ini. Ardi jadi merasa aneh, seperti melihat Mira ada di hadapannya. Karena hal ini muncul keganjilan dalam hatinya. Ia ingin memeluk sosok itu. Ardi memejamkan mata, menyadarkan dirinya. Seharusnya ia tidak membiarkan Dara memakai pakaian Mira.Dara yang memang menyadari kehadiran Ardi tidak jauh darinya, segera menghampirinya, "Makanan sudah siap, kak Arya silahkan nikmati.""Iya terimakasih.""Sama sama kak. Ayo Nadira sama Bibi." Setelah menjawab Ardi, Dara langsung mengalihkan pandangannya ke Nadira.Dara tidak pergi dari dapur, ia memperhatikan Ardi melahap makanannya dengan harap harap masakannya itu tidak terlahap habis. Dara meneguk ludah, ingin sekali juga ia ikut makan. Memasukan makanan itu kedalam mulutnya sekarang. Dara meringis dalam hati, ia juga lapar.Amblas, tidak ada yang tersisa. Dara bertanya tanya dalam hati. Apa ia memasak terlalu sedikit, apa Ardi benar benar lapar atau porsi makan pria ini yang memang banyak.Seperti biasa malam itu, Ardi mendirikan tenda di luar dan Dara di dalam rumah bersama Nadira. Namun kali ini Dara tidak bisa tidur rasa lapar melanda nya sejak tadi. Ia menunggu beberapa saat, memastikan Ardi dan Nadira sudah terlelap.Dengan langkah mengendap endap, Dara melangkahkan kakinya ke dapur. Karena aksinya diam diam ia tidak menyalakan lampu dan memilih mengunakan cahaya ponselnya. Kemudian Dara mulai mengeledah, mencari sesuatu yang bisa di makan.Ardi terbangun, ia merasakan haus dan bahkan lupa membawa air minum ke dalam tenda. Ia kemudian keluar dan masuk ke dalam rumah langsung menuju ke arah dapur. Alangkah kagetnya Ardi, menemukan dan menyaksikan seseorang dalam gelap sedang mengacak acak mencari sesuatu di lemari penyimpanan atas. Ia kemudian mengatur posisi waspada, bersiap menangkap orang yang dianggapnya pencuri itu.Karena ukuran sasaran yang lebih kecil darinya, Ardi dengan cepat mendekap dan menahan tangan orang itu dari belakang. Ia lalu menjatuhkan ke bawa
Dara kembali ke dalam kamar dan mengambil ponselnya. Dan kunci motornya ada di lantai atas, bagaimana ia melewati mereka dalam situasi seperti ini. Dara memberanikan langkah kakinya, ia lebih baik pulang sekarang, dia tidak mungkin mengatakan kepada Ibu Fani bahwa ia masih ingin tetap berada di rumah ini. Ia tidak punya hak untuk hal itu, dirinya bukanlah apa apa selain menyandang gelar bibi dari anak Ardi."Kak Ardi. Tante."Mendengar suara Dara, Ardi spontan menoleh ke arah suara. Ia bisa melihat raut pucat lesu gadis itu, sepertinya sakit perutnya belum hilang. Tapi ada yang membuat Ardi lebih gelisah, Dara pasti mendengar pembicaraannya dengan ibunya. Ia takut, Dara mungkin akan sedih dan berpikiran tidak bertemu Nadira lagi. Dara mendekati keduanya dengan langkah tertatih Ratih, ia kemudian melirik Ardi yang menatap dengan raut wajah khawatir."Aku nggak apa apa kak." Ucap Ratih bohong, tidak ingin pria itu merasa cemas padanya."Aku akan pulang." Ucap Dara menambahkan. Ardi m
"Kok gitu? Bukannya kamu yang ingin terus kesana. Lalu bagaimana dengan keponakan kamu?"Dara diam, titik pandangnya jatuh ke bawah. Bingung akan berkata apa. Di samping ia harus menjauh dari Ardi dan Nadira, di sisi lain ia merasa sulit meninggalkan bayi itu. Ia merasa tidak terima dengan situasi ini. Bagaimana keadaan Nadira nanti jika tanpa dirinya. Apakah ia akan tahan merindukan bayi yang sudah sangat di sayangnya itu.Namun terlepas dari hal itu, Dara harus menentukan arah keputusannya. Mau tidak mau, dia harus meninggalkan mereka. Meninggalkan Nadira."Kamu nggak apa apa?" Mendapati Dara hanya diam atas pertanyaan yang sudah ia lontarkan, ada resah di hati Winda memikirkan Dara yang mungkin sedang dilanda masalah.Dara tersadar dari lamunannya. Ia lalu mengangkat wajahnya melihat Winda yang terus menyorotkan pandangan kepadanya. "Kalau kamu nggak mau cerita nggak apa apa."Sambil mengusap rambutnya ke belakang, Dara menghela napas berat dan mengalihkan pandangannya keluar jende
Tanpa mempedulikan rasa penasaran alasan mengapa Dara bisa sampai di rumah sakit dan kaki pincang nya. Ardi segera berdiri membantu membawa Dara untuk duduk."Untung ada Ibu disini. Saya harus menyampaikan ini kepada Bapak Ibu berdua, agar mengetahui tindakan apa yang harus Bapak Ibu lakukan untuk si bayi." Ujar Dokter. "Ketika tangisan bayi berlangsung lama dan berlebihan, terdapat fakta bahwa tubuh dan otak mereka dibanjiri oleh hormon stres adrenalin dan kortisol yang tentu hal itu dapat merusak otak bayi.""Sebaiknya bapak memang banyak belajar untuk memahami perasaan anak bapak dan menggunakan insting serta lakukan apa yang menjadi ke inginkan nya.""Dan menangis itu adalah cara bayi berkomunikasi untuk mengutarakan keinginan mereka. Alasannya bermacam-macam mulai dari bayi merasa lapar, badannya ada yang sakit atau karena faktor kesepian dan kerinduan." Penjelasan Dokter tertangkap baik oleh indra pendengar Ardi."Dan setelah di periksa saya tidak menemukan bahwa bayi bapak bada
Esoknya saat jam istirahat kerja, Ardi datang ke kosan Dara. Mendiang istrinya pernah mengatakan tempat dimana Dara ngekos tapi ia sendiri tidak tau ada dimana tepat nya kosan Dara.Ardi pun mulai bertanya kepada penghuni penghuni area yang ngekos dekat kampus itu dan berhasil mendapatkan kosan Dara setelah mendapat petunjuk salah satu mahasiswa di sana."Terima kasih." Ucap Ardi lalu mengikuti arahan yang di maksud mahasiswa tadi. Ardi mendekati salah satu kosan di sana yang ia yakini adalah tempat Dara karena motor matic yang terparkir di depannya. Namun sepertinya Dara sedang tidak sendiri. Dari pintu yang terbuka itu ia bisa melihat ada seseorang laki laki di sana. Ia mendekat dan samar samar ia bisa mendengar apa yang di bicarakan dua orang dalam kosan itu."Apa aku bilang, gini kan jadinya? Mulai sekarang kamu nggak boleh lagi kesana. Aku nggak suka. Kamu tau aku melarang mu bukan karena menemui keponakan mu." Ujar Reno setelah melihat kondisi Dara."Aku akan pergi. Aku akan ber
Ardi mencari Ibu Tia yang ternyata berasa di dapur sedang memasak. "Bu?" Sapa Ardi"Eh iya." Ibu Tia yang sedang menumis sayur nya mendongak ke belakang. Dilihat nya Ardi sedang menuju ke arah nya. "Hehe ibu lagi masak. Soalnya udah siang. Ibu sudah lapar, pasti kalian juga. Tapi seadanya saja. Bahan bahan di kulkas sudah habis." Kekeuh Ibu Tia ketika Ardi sudah berada di samping. "Saya pesan saja." Ucap Ardi. Ibu Tia kembali melanjutkan mengaduk aduk sayur nya, "Secepat nya kamu harus menikah. Bukan hanya untuk anak kamu tapi kamu juga. Biar ada yang masakin kalau udah pulang kerja. Biar ada yang urus. Kasihan kalau kamu kerepotan sendiri."Iya Bu, terima kasih sarannya. Akhirnya Dara mau menikah dengan saya." Sahut Ardi."Baguslah kalau begitu. Alhamdulillah." Ibu Tia mematikan kompornya ketika di rasa sayur nya telah matang. Lalu ia menoleh kepada Ardi yang menjadi majikannya itu."Tapi Ibu jangan pergi dulu ya." Pinta Ardi memohon. "Loh Kenapa? Kan sudah ada Dara." Ibu Tia me
Melihat Dara mengangguk Ardi pun mulai mengulurkan tangan dan menyentuh punggung gadis itu. Saat itu juga perasaan Dara campur aduk. Malu, berdebar, dan canggung pun beradu menjadikan dia hanya bisa menutup mata rapat rapat.Ardi mengambil aba aba dan mengangkat Dara lalu cepat menerobos hujan. Di bawah deras nya hujan itu tidak mungkin lah mereka tidak basah. Ardi memasukan Dara ke dalam mobil dengan cepat. Lalu memutari mobil ke pintu sebelah.Ardi segera keluar dari area kosan dan mengendara hati hati di bawah serangan hujan yang tidak kunjung reda. Dara melirik Arya yang sudah basah kuyup akibat bolak balik mengangkat barang dan diri nya.Hingga sampailah Dara dan Ardi di depan rumah. Ardi membukakan pintu mobil untuk Dara tapi tidak berani menyentuh nya lagi."Nanti barang barang mu aku keluarkan selesai gantian. Dan kita harus melihat Nadira dulu.""Iya kak." Jawab Dara.Ardi dan Dara menghampiri Ibu Tia yang sedang mengendong Nadira. Dia pun menoleh ketika melihat mereka. Sedan
Malam itu pasangan suami istri ini tidak banyak berinteraksi. Dara bahkan menjauhkan diri dari Ardi. Rasanya ia belum siap harus berada dalam satu ruang bersama pria itu.Dara membuka pintu kamar bayi pelan, membuat Ibu Tia yang sudah hampir tertidur di sana langsung membuka mata ketika mendengar decitan pintu."Ada apa? Kok Nak Dara kesini?" tanya Ibu Tia heran. Dara melangkah masuk dan duduk di tepi tempat tidur, "Saya tidur di sini ya Bu. Aku jaga Nadira.""Loh. Kamu kan pengantin baru. Masa baru nikah udah pisah ranjang." tanya Ibu Tia lagi sambil menatap Dara. Dara menggigit bibir nya sebelum menyahut ucapan Ibu Tia "Ibu kan tau alasan aku sama kak Ardi nikah." Ibu Tia tidak ingin ikut campur dengan urusan hubungan Ardi dan Dara sekarang, apalagi pernikahan mereka yang tidak di dasari karena ingin memiliki satu sama lain, ia tidak bisa memberi nasehat selain membiarkan mereka menjalani sendiri.Sebelum beranjak Ibu Tia mengusap lengan atas Dara, "Ya sudah, kalau begitu Ibu ke k