Share

Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku
Iparku Menjadi Ibu Susu Anakku
Author: Rumaika Sally

1. Kemeja yang Basah

"Lisa? Ngapain kamu di sini?" Mario Guntoro terkejut setengah mati. Sekitar lima meter di depannya, Lisa sedang berdiri dengan sebuah tas besar. Penampilannya sungguh kacau, seperti orang yang tak terurus. Melihat kondisi adik iparnya yang setahun lalu diusir dari rumah itu membuat Mario tak kuasa untuk menahan diri dan menghampiri wanita itu.

Wanita yang dipanggil Lisa itu menunduk. Rambutnya kusut, wajah ayu blasteran yang dulu selalu memukau para lelaki itu kini tampak kuyu. Apa dia sakit? Mario membatin dengan penasaran.

"Lisa?" Mario mulai makin menatap cemas pada adik istrinya itu. Tak sengaja matanya menangkap baju warna cokelat muda yang dikenakan Lisa itu tampak basah di bagian dadanya. 

"Bu Lisa? Ini berkasnya. Surat kematian anak Ibu di dalam, ya. Administrasi sudah beres juga, ya." Seorang perawat tampak mengulurkan sebuah dokumen dalam map warna cokelat. 

Lisa menerima map itu dengan cepat dan buru-buru. Ia mengucapkan terima kasih dengan lirih. Lalu dengan kepala masih tertunduk ia bergegas pergi tanpa menghiraukan keberadaan Mario, ia pergi begitu saja.

"Lisa! Lisa!" Mario berlari mengejar Lisa yang rupanya juga berlari menghindarinya.

Lisa berlari makin cepat. Hingga akhirnya di lorong rumah sakit yang sepi itu Mario berhasil menarik tangan Lisa. Lisa memberontak dan ingin melepaskan diri, tapi rupanya tangan Mario lebih kuat menggengamnya.

Bugh!

Hingga akhirnya tas yang dibawa Lisa itu terjatuh. Isinya berhamburan keluar dari kancing yang tadinya memang sudah terbuka karena tak muat menampung isinya yang banyak.

Mario menatap isi tas itu dengan mata membulat. Ia amat terkejut. Baju-baju bayi? Botol minum bayi? Popok bayi?

"Li--lisa. Katakan apa yang terjadi sama kamu selama menghilang setahun ini. Itu barang-barang bayi siapa? Lalu perawat tadi bilang apa? Surat keterangan kematian anak kamu? Lisa, katakan pada saya! Kamu punya anak?" Mario tampak makin terkejut. Tangan Lisa masih ia genggam agar adik iparnya itu tidak melarikan diri.

Lisa tak menjawab. Bibirnya terkatup rapat tapi air matanya mulai bercucuran. 

Mario paling tak tega melihat perempuan menangis. Apalagi Lisa ini bukan orang lain baginya. Dengan spontan ia memeluk wanita itu. Mario berusaha menenangkannya. 

Entah berapa lama pelukan itu berlangsung. Yang jelas ketika mereka saling melepaskan diri, Lisa langsung panik saat menyadari kemeja Mario ikut basah karenanya.

"Maaf, Mas. Baju Mas basah karena air susu saya." Lisa tampak malu. Ia menutupi bajunya yang basah di bagian dada itu lalu berjongkok memunguti barang-barangnya yang berserakan.

Mario menatap tak percaya. Masih dengan kepala yang menyimpan banyak tanya, ia segera ikut berjongkok dan membantu Lisa merapikan dan memasukkan barang-barang itu kembali ke dalam tas.

Lisa tampak canggung. Ia seperti ingin kabur dan menghindari Mario. Mana ia menyangka kalau kakak iparnya itu ada di kota ini. Ada di rumah sakit yang sama pula dengan dirinya.

"Kamu sendiri? Suami kamu mana? Saya antar pulang, ya?" Mario tampak ikut berdiri dan mengimbangi langkah Lisa begitu wanita itu berjalan terburu-buru meninggalkan lorong.

Lisa hanya menggeleng. Sambil mendekap tas besar itu di dada agar menutupi baju basahnya, ia menengok ke kiri dan kanan dengan penuh waspada. Sungguh wajahnya tampak seperti orang yang sedang ketakutan.

"Lisa! Jawab saya!" Mario makin tak bisa menahan dirinya. 

Mario melupakan semua urusannya di rumah sakit ini sejenak. Ada yang lebih penting, yaitu keanehan Lisa. Ia harus menyelidikinya. Ia harus tahu apa yang terjadi setahun belakangan ini selama adik iparnya itu pergi meninggalkan rumah.

"Mas. Udah, Mas. Jangan ikuti saya. Sana pergi. Anggap kita nggak pernah ketemu. Nanti kalau mbak Risa lihat, dia bisa marah sama aku. Aku nggak mau itu terjadi," ucap Lisa pada akhirnya.

Mereka rupanya telah sampai di area luar rumah sakit. Lisa tampak makin kelihatan kusut berada di bawah sinar matahari langsung begini. 

Mario melirik ke arah mobilnya yang kebetulan berjarak tak begitu jauh dari sana. Ya, saatnya memakai trik ini. 

Tiba-tiba saja disahutnya tas itu dari tangan Lisa. Lisa tampak terkejut. Mario berjalan cepat menuju mobilnya dan melemparkan tas itu ke jok belakang.

"Mas! Mas Mario! Tas saya!" Lisa tampak panik. Ia berusaha mengejar Mario. Tatapannya sungguh menyedihkan dan membuat iba.

Mario tentu tidak tega melihat adik iparnya begini. Tapi dia tidak punya pilihan lain.

"Dengar, Lisa. Kakak kamu nggak akan tahu. Dia nggak akan lihat kita. Sekarang kamu masuk mobil. Atau mungkin kamu mau ganti baju dulu? Saya tungguin," ucap Mario sambil melirik sekilas ke arah baju Lisa yang makin kelihatan basah di bagian dadanya.

Lisa tampak frustasi. Ingin ia kabur tapi barang-barangnya ada di tas itu. Begitu pula dengan ponsel dan dompetnya. Semua ada di dalam tas yang kini teronggok di mobil Mario.

"Saya nggak bawa baju ganti. Tadi buru-buru ke sini karena kata perawat kamar rawat bayi saya sudah mau ditempati pasien baru." Lisa menjawab dengan lirih.

Ya ampun, mata sendu itu. Mario makin tak tega melihatnya. Berbagai pertanyaan dan rasa penasaran di kepalanya makin meledak minta dikeluarkan, tapi ia tahan. Setidaknya ia harus membuat Lisa percaya dulu padanya. Setidaknya ia harus membuat Lisa merasa aman di dekatnya. Siapa tahu nanti ia akan cerita sendiri. Jangan sampai Lisa kabur lagi darinya.

"Saya punya beberapa potong kemeja. Mungkin agak kebesaran di kamu. Tapi coba kamu pakai kalau mau. Ada yang warna putih. Jadi misalkan basah lagi nggak terlalu kelihatan," ucap Mario yang tanpa menunggu respon dari Lisa ia segera mengambilnya dari dalam mobil.

Lisa diam saja. Ia berdiri mematung seperti orang ling-lung. Dari sorot matanya ia masih kelihatan cemas dan takut. Ia takut kakaknya yang ia takuti itu melihatnya dan mengamuk karena salah paham. Risa adalah wanita pencemburu. Lisa tahu betul itu.

"Ini. Pakai. Ganti di toilet sebelah sana," ucap Mario sambil menunjuk ke arah sebuah toilet di dekat area parkir.

Lisa menatap kemeja putih bersih itu dengan ragu. Mario terus menyodorkan padanya. Akhirnya dengan keraguan hatinya, Lisa menerima kemeja itu dan mengganti baju.

Sembari menunggu Lisa, Mario menyandarkan punggungnya ke mobil. Wajah pria itu mengernyit dalam seakan memikirkan suatu hal yang rumit. Pikirannya kini membayangkan baju sang adik ipar yang basah karena air susunya. Selain itu, bukankah istrinya mengatakan bahwa Lisa pergi ke luar kota setelah diusir dari rumah? Mengapa wanita itu kini muncul di hadapannya?

"Surat kematian anak? Apa Lisa sudah menikah?" batin Mario.

Mario memejamkan matanya. Merangkai beberapa kemungkinan di kepalanya. Jika memang adik iparnya itu sudah menikah, ke mana suaminya? Suami mana yang meninggalkan istrinya sendiri ketika anaknya baru saja meninggal dunia?

Tiba-tiba, Mario membuka matanya lebar-lebar. 

"Apa jangan-jangan..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status