Share

5. Permintaan Tolong

"Jika Lisa punya ASI yang melimpah, dan Marsa membutuhkan donor ASI, apakah mungkin jika Lisa membantunya menjadi ibu susu untuk Marsa?"

Mario terus memikirkan hal itu ketika Lisa masih sibuk berurusan dengan suster di Rumah Sakit. Jika memang Lisa menjadi ibu susu untuk anaknya, Mario tidak perlu bersusah payah untuk bergantung kepada Daniel demi mencarikan donor ASI untuk Marsa.

Suasana canggung meliputi Risa dan Mario. Mario tampak menelan ludahnya dengan susah payah. Ia lalu berdiri dari duduknya.

"Kamu sudah selesai, Lisa? Kalau sudah, ayo kita ke mobil." Mario berkata dengan terbata.

Lisa hanya mengangguk lalu berjalan perlahan hingga langkah mereka sejajar.

Mario tampak melirik beberapa kali ke arah adik iparnya itu. Pria itu sudah mengambil keputusan, setidaknya dia harus membicarakan hal ini kepada si adik ipar. Namun, ia bingung bagaimana membuka obrolan ini. Ia tahu Lisa adalah wanita baik hati. Mengingat Marsa adalah keponakan dari Lisa, apakah mungkin jika Lisa menolak untuk membantunya mendonorkan ASI untuk keponakannya sendiri?

Tapi Lisa kan juga baru kehilangan bayinya. Sanggupkah ia membagi cairan yang berharga dari tubuhnya itu untuk bayi lain? 

Mario kembali mengingat ketika dokter di rumah sakit mengharuskannya untuk mencarikan donor untuk Marsa. Dokter bilang kesehatan bayi itu makin menurun drastis dan berat badannya makin menyusut juga. Aneka alternatif susu lain sudah dicoba dokter. Susu formula soya, asam amino, hidrolisa ekstensif. Semua sudah dicoba. Anak itu tetap diare parah. 

Bayi yang belum genap sebulan itu hanya bisa minum susu. Lalu mencari pendonor ASI juga tidak mudah. 

"Lisa, maaf tapi tadi aku tak sengaja mendengar pembicaraanmu. Oleh karena itu, nanti saya bisa antar kamu mampir ke apotek untuk beli ... apa itu tadi yang dibilang suster?" Mario mencoba bicara sambil mereka terus berjalan ke area parkir.

"Breastpad? Nanti saya beli sendiri, Mas." Lisa menjawab sungkan. Pipinya memerah karena merasa malu harus membicarakan hal ini kepada pria yang merupakan kakak iparnya sendiri.

"Jangan menolak, Lisa. Anggap saja ini permintaan maafku sebagai kakak ipar yang membiarkanmu diusir dari rumah."

***

Sepanjang perjalanan menuju apotek, Lisa termenung mengingat bagaimana kakaknya sendiri mengusirnya dari rumah karena dianggap ingin merebut suaminya. 

Pertengkaran hebat yang terjadi di rumah itu terjadi karena sebuah kecemburuan Risa terhadap Lisa. Kakaknya menganggap Lisa menggoda Mario. Padahal itu cuma salah paham. Mario pun sudah menjelaskan tapi Risa masih mengamuk dan tak percaya.

Mario yang datang ke rumah malam itu untuk menemui Risa, justru melihat Lisa tiba-tiba terkulai lemas dengan bibirnya yang memucat. Perutnya kram karena saat itu dia sedang datang bulan.

Mario menolongnya dan nekat menginap. Lisa bilang ia tidak apa-apa tapi Mario tidak tega meninggalkan Lisa sendirian di rumah dalam keadaan begitu. 

Kesalahpahaman terjadi. Paginya Risa pulang dari luar kota dan terkejut menemukan Mario berada di rumah bersama dengan Lisa. Ia menuduh Lisa yang gatal dan menggoda. Mario berusaha menjelaskan tapi tak didengar. 

"Kamu keterlaluan, Lisa! Sudah merepotkan, dan sekarang kamu coba-coba godain calon suamiku? Lancang ya kamu! Kamu cuma bisa bikin kecewa. Kamu pergi aja dari rumah ini. Jangan anggap aku kakakmu lagi. Sana! Terserah kamu! Urus hidup kamu sendiri!"

Dan kata-kata itu terlontar juga dari mulut Risa. Lisa hanya menunduk dan diam. Sore itu juga, ia diam-diam pergi membawa ransel dijemput lelaki. Dan semenjak sore itu dia menghilang, tak pernah pulang. 

Pernikahan Mario dan Risa tetap berjalan. Mereka jauh dari keluarga besar. Apalagi keluarga dari pihak ayah mereka di luar negeri. Tak ada yang menanyakan Lisa ke mana.

***

"Lisa, Lis?"

Lamunan Lisa dihentikan oleh sentuhan Mario di pundaknya. Tak hanya itu, mereka bahkan sudah sampai di apotek dan Mario sudah membawa sebuah kantong plastik berisikan breastpad  yang dibutuhkan Lisa.

"Ah, maaf Mas Mario. Karena aku, Mas sendiri yang harus beli barang ini ke apotek" ucap Lisa.

Melihat Lisa yang ingin meluruskan sandaran kursi mobil, Mario menahannya. Dia tak ingin mengganggu Lisa, karena dia saar bahwa wanita di hadapannya ini jelas membutuhkan istirahat.

"Tidak apa-apa, Lisa. Kamu istirahat saja," tutur Mario. Pria itu pun terduduk kembali di bangku kemudi dan memasang sabuk pengaman.

Ketika tangannya menggenggam rem, Mario menatap Lisa nanar. Dia merasa bahwa dia harus membicarakan tentang Marsa kepada Lisa saat ini juga.

"Lisa, ada yang ingin saya bicarakan denganmu,"

Mendengar Mario, Lisa pun menoleh. "Bicara apa, Mas?"

"Sebetulnya, Risa sudah memiliki anak." Suara Mario terdengar pelan, namun ucapan itu tetap terdengar oleh Lisa.

Lisa cukup terkejut dengan kabar itu, karena yang dia tahu, dulu Kakaknya pernah mengakui bahwa dia tidak menginginkan seorang anak. 

Tersadar bahwa Lisa tak memberikan respon, Mario melanjutkan pembicaraannya. "Namanya Marsa. Belum ada sebulan umurnya.

Perempuan, cantik, lucu. Kamu punya keponakan, Lisa." 

Mario kini menatap Lisa lebih dalam, dia menyaksikan ekspresi adik iparnya yang terlihat mengernyit, namun terkejut di saat yang bersamaan. Pria itu juga merasa khawatir jika emosi Lisa justru akan meledak-ledak, mengingat wanita itu juga baru saja kehilangan anak. Namun, kekhawatirannya menghilang ketika melihat Lisa mengeluarkan senyuman tipis di bibirnya.

"Marsa, nama yang bagus, Mas. Tapi, kenapa Mas Mario baru bilang sekarang?" tanya Lisa, berusaha menyembunyikan rasa bahagianya. Meskipun hubungan dengan kakaknya tidak berjalan lancar, wanita itu diam-diam berharap bahwa dia bisa menjadi tante yang baik bagi keponakannya.

Dengan gugup, Mario mencoba meneguhkan hatinya untuk bicara. "Karena aku butuh pertolonganmu"

"Pertolongan apa, Mas?"

"Apakah kamu ingin membantuku mendonorkan ASI untuk anakku?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status