Share

2. Mana Suamimu?

"Apa jangan-jangan Lisa hamil di luar nikah?" Mario segera menggelengkan kepalanya, menyesali fakta bahwa dirinya baru saja menuduh adik iparnya sendiri.

Ketika Mario masih disibukkan dengan konflik batinnya, Lisa tiba-tiba sudah berada di depan Mario.

"Mas. Mas Mario?"

Manik Mario melihat betapa kemeja putih miliknya itu tampak kedodoran di badan Lisa. Tangan wanita itu memegang baju basahnya yang sudah ia lipat dengan canggung.

"Eh, Lisa. Maaf ya, saya melamun. Ayo segera masuk mobil, takutnya kamu masuk angin." Mario yang melamun langsung gugup. Ia segera membukakan pintu penumpang di depan dan meminta Lisa masuk.

Mario yang sudah menyalakan mesin mobilnya itu tampak menunggu hingga Lisa memasang sabuk pengamannya. Ia kelihatan tidak nyaman ketika benda itu menyilang melintasi tubuh bagian depannya. Bibirnya tampak sedikit meringis seperti menahan sakit.

Sebagai pria yang sudah beristri, Mario tahu mungkin Lisa mengalami nyeri karena salah satu kelenjar penting di tubuhnya itu mengalami banyak perubahan setelah melahirkan. Istrinya juga mengalami itu beberapa pekan terakhir dan ia paham.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Mario setelah melihat wajah Lisa yang meringis menahan sakit.

"Aku tidak apa-apa, Mas Mario." 

Mendengar tak ada jawaban lanjut dari adik iparnya, Mario pun membuka pembicaraan lebih lanjut, "Apakah suamimu tidak menjemputmu, Lisa? Jika memang tidak, biar aku yang antar. Kamu tinggal di mana?" tanya Mario. 

Lisa terdiam. Ia tampak kebingungan. Tak mungkin ia menceritakan kepada kakak iparnya bahwa dirinya sudah tak memiliki suami. Wanita itu juga segan jika harus berhubungan dengan kakak kandungnya yang posesif terhadap suaminya, sehingga selalu menuduhnya ingin merebut Mario darinya.

Mario ikut terdiam. Ia pikir Lisa diam saja karena tidak ingin keberadaannya atau tempat tinggalnya diketahui. Maka dari itu ia tidak berani membahasnya lagi. Ia hanya bisa menebak-nebak dalam hati. Bebrapa tahun menghilang begini, rahasia apa lagi yang disembunyikan Lisa?

Hening. 

Entah kenapa percakapan ini menjadi canggung. Apalagi mereka hanya berduaan saja di dalam mobil. 

Diam-diam Mario mencuri pandang pada adik iparnya yang cantik itu. Sungguh, wajah cantik itulah yang dulu mengalihkan dunianya, hingga Mario yang pemalu nekat menuliskan pesan rahasia untuknya 2 tahun lalu.

***

"Mas, kasih ke meja nomor 16 ya." Mario menyelipkan kertas dan selembar uang tips pada pelayan cafe itu.

Sang pelayan mengangguk lalu berlalu pergi. Sayangnya ada pengujung yang memanggilnya, sehingga pelayan itu tidak langsung ke meja 16. Mario menunggu dengan tegang.

Sampai akhirnya kesalahpahaman pertama itu terjadi. Lisa yang sedang duduk sambil asyik dengan laptopnya itu tiba-tiba pergi ke kamar mandi saat kakaknya alias Risa datang. Mereka rupanya janjian untuk makan berdua di tempat itu.

Mario panik. Di meja 16 bukan Lisa lagi yang duduk, tapi Risa. Dan surat itu pun diberikan pelayan untuk Risa.

[Hai, saya tahu ini cara norak untuk berkenalan dengan seorang gadis. Tapi dari tadi kamu mengalihkan perhatian saya. Nama saya Mario. Saya pemalu kalau berkenalan secara langsung. Apa kamu ingin berteman? Kamu bisa hubungi saya nomor saya. Tenang, saya bukan pria jahat. Saya hanya malu berkenalan.]

Lalu di bawah surat itu ada nomor ponsel Mario. Entah kenapa hari itu Mario berani melakukan hal senekat itu. Mungkin ia lelah diledek teman sekantornya karena tak kunjung punya istri.

Sore itu untuk pertama kali Mario mendapatkan respon dari seorang gadis. Risa tampak tersenyum ke arahnya.

Mario panik. Karena merasa salah orang dan makin gugup, Mario pun buru-buru pergi meninggalkan cafe hingga dompetnya ketinggalan di meja.

Risa tertawa. Wajahnya berbunga-bunga. Pria yang ia senyumi itu memang benar-benar pemalu seperti yang ia katakan dalam suratnya. Buktinya ketika Risa meresponnya ia malah kabur dan pergi. Dompetnya sampai ketinggalan lagi. Begitu pikirnya waktu itu.

Singkatnya Risa yang memungut dompet itu dan menghubungi nomor Mario yang dituliskan di surat. Hubungan mereka berlanjut serius. Mario yang cupu sejak masa sekolah maupun kuliah itu akhirnya punya pacar.

Risa pun sama. Ia punya masalah soal kepercayaan diri karena wajahnya memang tidak secantik Lisa walaupun mereka kakak beradik kandung. Mereka sering dibanding-bandingkan dan hal itu membuat Risa merasa minder di pergaulan.

Mario adalah cinta pertama Risa. Cinta yang berbalas tentunya. Karena sebelumnya hati Risa selalu patah karena semua lelaki yang ia sukai tidak membalas cintanya. 

***

"Lisa, andai saja dulu kamu tidak beranjak dari kursi itu, mungkin kita tidak bertemu seperti ini," batin Mario, maniknya masih menatap Lisa yang terus menunduk sejak tadi.

Saat itu, Mario segera menghilangkan pikirannya. Bisa-bisanya dia masih memikirkan masa lalu, terutama ketika istrinya saat ini sedang terbaring lemah tak sadarkan diri di rumah sakit.

"L--lisa, saya tidak tahu bagaimana harus menghadapi situasi ini. Saya minta maaf kalau mungkin nanti saya menanyakan sesuatu yang sensitif atau membuat kamu tersinggung. Tapi, setidaknya saya harus tahu kamu ingin diantar ke mana." ucap Mario, merasa gemas karena wanita yang terduduk di bangku penumpang itu hanya terdiam, tak lagi bersuara. 

Setelah diam sekian lama akhirnya Lisa memberanikan diri untuk menoleh dan menatap mata kakak iparnya itu. Ia masih terlihat takut.

"Mas, saya bisa pulang sendiri, kok. Saya bisa naik taksi. Tolong ya, Mas. Mas nggak usah cari saya. Saya takut mbak Risa marah. Saya nggak ingin ada kesalahpahaman lagi. Biarkan saya turun. Kembalikan tas saya, Mas," ucap Lisa sambil menatap ke arah tasnya yang teronggok di jok baris tengah di mobil Mario ini.

Mario menarik napas panjang. Harus bagaimana ia meyakinkan Lisa kalau ia aman dari kakaknya? 

"Lisa, kakak kamu sakit. Sudah hampir seminggu koma. Dia sekarat."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status