Share

Haid Pertamaku
Haid Pertamaku
Author: Pena Asmara

1. Tiba Di Villa

Amira, gadis belasan tahun itu terlihat turun dari motor yang mengantarkannya ke tempat dingin ini. Memandangi rumah dengan bentuk lama tapi indah dan terawat dengan cahaya lampu yang terang.

Malam yang pekat tidak mengurangi keindahan rumah ini, yang mereka bilang sebagai Villa, itu yang didengar Amira. Entah untuk apa dia dibawa ke tempat ini, ternyata bukan Koh Abun yang ingin memakai jasanya, tetapi sepertinya orang yang ada di Villa ini. 

"Kamu tunggu di sini, jangan kemana-mana." 

"Baik, Bang," jawab pelan Amira.

Pria muda yang bersamanya segera masuk ke dalam vila tersebut, dan tidak beberapa lama keluar lagi bersama lelaki paruh baya yang sepertinya penunggu rumah villa ini.

"Kamu ikut Bapak ini. Setelah urusanmu selesai, tunggu saja di depan teras, nanti kujemput lagi," ucap pria muda itu mengingatkan.

Amira mengangguk, dan mulai mengikuti bapak tua itu masuk kedalam villa, dan si pria muda tersebut langsung berlalu dengan motornya.

"Duduk dulu, Neng!" ujar si bapak, setelah mereka berada di ruang tamu, dan dia langsung masuk ke ruangan dalam, kemudian langsung keluar rumah dan menutup pintu dari luar tanpa berbicara lagi kepada Amira.

Sendiri di ruang tamu yang lumayan luas, dengan map biru berada dipangkuan. Amira resah, gelisah ... apa yang akan terjadi dengan nasib dia selanjutnya. Apakah hanya akan berubah pemangsa saja? Terlepas sementara dari mulut Singa dan Srigala malah menjadi santapan Buaya. Amira hanya bisa berpasrah kepada pelindung takdir hidup.

Amira percaya, jika Sang Pelindung itu ada. Yang mengatur dan merencanakan hidup kedepannya. Tidak terlihat tetapi Dia yang mengatur semua.

kadang-kadang, mungkin karena keceplosan ataupun lelah dengan hidup yang dijalaninya. Tante banci pun suka bercerita tentang Tuhan, walaupun saat menyadarinya dia tidak mau lagi membahas tentang itu, tetapi dia selalu menggambarkan tentang sosok Tuhan yang dia ceritakan kepada Amira dan penghuni lainnya.

"Kamu siapa?" 

suara berat bertanya kepada Amira. Sedikit mengagetkan buatnya di tengah-tengah lamunan tadi. Cepat Amira menoleh dan menatap mata pemilik suara berat tersebut. Seorang pria paruh baya bertubuh tegap dan entahlah, ada kesan kewibawaan dalam dirinya. Menatap Amira dalam dengan wajah bersihnya yang memancarkan cahaya ketenangan dan pesona yang terpancar. 

Ada rasa nyaman merambat dalam diri Amira. Semoga apa yang terlihat dan terasa adalah bukan tipuan belaka. Harap hati gadis muda itu. 

"Sa--saya, Amira, Tuan," jawab Amira sedikit terbata.

"Ada urusan apa kamu menemui saya?" selidiknya, sembari tetap melihat Amira dalam, dan gadis muda itu tertunduk, tidak mampu lagi melihat tatap mata pria gagah tersebut.

"Sa-saya, tidak tahu, Tuan," jawab Amira, pandangannya tetap menunduk dalam.

"Ko bisa, kamu sendiri tidak tahu lalu tiba-tiba ada di tempat penginapan saya?" Pertanyaannya masih tentang keberadaan Amira di villa miliknya. 

"Saya hanya disuruh, Tuan. Tanpa saya tahu apa tujuannya."

Pria itu mendekati, dan duduk pas di bangku mebel depan Amira yang hanya terhalang oleh sebuah meja kayu berwarna coklat tua.

"Yang Kamu bawa itu apa?" tanyanya kembali.

"Entahlah Tuan, saya benar-benar tidak tahu."

"Coba Kamu berikan pada saya," ucapnya sambil menyodorkan tangannya ke arah Amira, meminta map biru yang sedari tadi ada di pangkuannya.

Amira memberikan map berisi dokumen tersebut, sembari memberanikan diri menatap ke arah lawan bicaranya.

Dibuka-bukanya map itu sebentar  oleh pria tersebut, dan pria paruh baya itu lantas berkata, "Hmm ... benar ternyata." 

Diletakkan map yang dibawa Amira tersebut di atas meja. Sesaat pria itu terdiam, sembari matanya tetap memperhatikan Amira dalam.

"Siapa Kamu sebenarnya? Apakah kamu semacam kado atau upeti yang diberikan untuk saya?" Terus saja mencecar Amira dengan banyak pertanyaan.

"Upeti itu apa, Tuan?" tanya Amira, karena memang tidak tahu maknanya.

"Sudahlah, jika kamu tidak tahu, tidak apa-apa." Dia seperti malas untuk menjelaskan. 

Pria paruh baya itu lalu berdiri dan masuk ke ruangan dalam, tidak beberapa lama Ia keluar lagi dengan membawa dua gelas minuman.

"Minum dulu teh manis hangat ini, badanmu menggigil kedinginan," ujarnya sambil terus menatap tajam.

"Terima kasih, Tuan." Segera Amira mengambil gelas itu dan meminumnya perlahan. Pria dewasa ini memang benar, tubuh Amira menggigil kedinginan.

"Berapa usiamu?" tanyanya lagi. 

"Jalan 14 tahun, Tuan."

"Kamu tahu, kenapa kamu disuruh menemui saya di sini, dan untuk apa?"

Amira terdiam, kembali menunduk, walaupun dia tahu tujuannya menemui pria ini, tetapi gadis itu tidak punya keberanian untuk menjelaskan.

"Kamu tahu, jika tubuhmu sengaja di serahkan untuk saya?" Ada penekanan pada ucapannya. Amira tetap tertunduk diam.

"Kamu suka rela menyerahkannya?"

Amira berusaha mengendalikan debar di dada, menarik napas dalam-dalam dan memberanikan diri memulai bicara.

"Itu bukan inginku, Tuan," jawab Amira, sesaat memberanikan diri melihat ke arah pria tersebut.

"Sedari kecil, aku tidak punya hak untuk menentukan hidupku sendiri. Semua sudah ditentukan oleh orang yang mengasuhku."

"Maksudnya?" tanyanya lagi, sambil meminum tehnya, tetapi tatap matanya tidak lepas ke arah Amira.

"Dari bayi, aku dan beberapa kawan yang lain, sengaja diasuh hanya untuk dijual keperawanannya, Tuan," jawab Amira terus terang. Air mata mulai mengembang di netranya.

Pria paruh baya yang tampan itu terlihat kaget mendengar penjelasan Amira, menarik napas panjang, dan mulai menyandarkan tubuhnya di kursi empuk.

"Siapa, namamu?" tanyanya, terus menatap lekat.

"Amira, Tuan, nama saya Amira."

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Nana
cerita bagus
goodnovel comment avatar
Nana
suka banget ceritanya
goodnovel comment avatar
Mila Daffa
seru ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status