Share

4. Mungkin Memang Takdir

Aku benar-benar dibuat sedih, bingung sekaligus panik, dengan kedatangan haid pertamaku.

Rasa ketakutan, jika keperawananku akan di jual dan harus melayani kepuasan sang pemenang tender atas tubuhku, menimbulkan rasa ketakutan yang teramat sangat.

"Apa yang harus kulakukan?" menyerah perlahan pada keadaan, atau menyembunyikan kehaid'anku secara diam-diam.

Aku menoleh ke kiri dan kanan. Memperhatikan sekitar tempatku menjemur pakaian, di lantai paling atas tempat penyekapan kami. Sepi tidak ada siapapun,

cepat-cepat kubersihkan darah haid,  menyembunyikan pakaian bekas kupakai membersihkan darah, dan mengambil sebuah kaus t-shirt untuk menyembunyikan darah haidku. Entah milik siapa. 

Ijin keluar membeli pembalut pasti tidaklah mungkin, melihat ketatnya pengawasan keluar masuk yang di jaga 24 jam oleh tukang pukul Mami Merry. Bahkan untuk membeli camilan atau minuman ringan di warung dekat tempat kami diasuh pun, diawasi sangat ketat.

Satu-satunya cara adalah, jika di antara senior mendapatkan haid, lalu  menyuruhku untuk membelikan pembalut. Itu pun harus ditemani si senior untuk meminta ijin kepada para bodyguard tersebut. 

Selesaiku menjemur pakaian, kutemui Asmah, kuajak Asmah untuk sedikit menjauh, membicarakan tentang haid ini kepadanya secara diam-diam.

"Aku dapat haid, As," kataku pelan kepada Asmah, sembari mataku mengawasi sekitar.

"Kapan?" setengah berbisik, Asmah menanyakan.

"Tadi, di saat aku sedang menjemur pakaian."

"Trus, buat nutupin haidmu, bagaimana?" sembari Asmah menoleh kekiri dan kanan.

"Aku gunakan T-shirt untuk menutupinya," jawabku pada Asmah.

"Mau berapa lama kau sanggup menyembunyikan haidmu?" tanya Asmah

"Entahlah ... aku juga bingung," jawabku

Air mataku mulai mengembang, mengalir perlahan.

"Aku tidak sanggup melakukannya, Asmah." Ku mengusap air mata.

"Aku harus bagaimana sekarang?"

"Kamu tunggu sebentar, sepertinya ... aku masih menyimpan beberapa pembalut, sisa haidku kemarin." Asmah segera bergegas menuju kamarnya, tidak lama Asmah kembali dan membawa pembalut sisa, agak sedikit di sembunyikan oleh Asmah.

"Nanti, jika aku keluar menemani tamuku, akan aku belikan pembalut yang baru buatmu," kata Asmah.

Aku hanya meng'angguk.

"Terimakasih yah As." Asmah hanya tersenyum, dan meninggalkan aku.

Bergegas, segeraku ke kamar mandi, untuk memakai pembalut.

Tapi, bagaimana caraku menyembunyikan t-shirt bekas yang kupakai menutupi haidku, aku lupa membawa plastik.

Kusembunyikan, t-shirt bekas tadi menutupi haidku di sudut kamar mandi, di belakang rendaman cucian pakaian, entah rendaman pakaian siapa, sebentar ini pikirku. Bergegas  segera mencari kantong plastik.

Kutemukan kantong plastik di sudut-sudut kamar kami semua, junior-junior yang belum di jual Mami Merry, karena kami disatukan di kamar yang sama. Berbeda dengan yang senior.

Saatku menuju kamar mandi, terkejut aku menyaksikan Mami Merry sudah berada di situ, diikuti Tante banci, bodyguardnya, dan beberapa teman sepenampungan, segeraku berbalik arah kembali.

"Amira! ... Kembali ke sini!" Celaka aku. Mami Merry melihatku, dan berteriak memanggilku.

Takut-takut kudekati Mami Merry.

"Apa itu yang kau pegang di tanganmu!" Bentaknya.

Ragu-ragu, kutunjuki kantong plastik yang tadi kusembunyikan.

Tidak banyak bicara, ditamparnya keras wajahku, hingga terjatuh, dijambaknya rambutku, dan kakinya yang besar itu menendangku.

Sakit rasanya. Aku hanya bisa menangis.

Terlihat di sudut ruangan, Asmah pun ikut menangis, melihatku disiksa Mami Merry.

"Kurang ajar kamu, anak sialan....! Berani-beraninya kau coba membohongi aku!"

Kakinya sekali lagi menendang tubuhku.

Tidak ... aku tidak minta ampun ataupun minta Mami Merry tuk berhenti menyiksaku.

Aku hanya diam dan menangis.

"Sekali lagi, kau coba membohongiku, akan kubunuh dirimu!" Teriak keras, Mami Merry mengancamku.

Mami Merry, meninggalkan aku yg terkulai di lantai, diikuti yang lainnya.

Asmah segera menghampiri, memelukku erat, menangis terisak-isak dipelukannya, dan menangis kami bersama.

"Yang sabar yah Ra," ucapnya, sembari terus memelukku.

***

Malam ini, aku didandani layaknya orang dewasa, malam ini, aku dipaksa menjual keperawananku, kepada pemenang tender tertinggi yang aku tidak tahu siapa

"Cantiknya kamu neekk ... Tante banci memujiku, dalam hatiku menangis. Sakit sekali.

Tiba-tiba Mami Merry masuk ke dalam ruangan tempatku didandani, tersenyum dia melihatku.

"Kau, Amira! ... harga jual keperawananmu adalah tertinggi, selama aku berbisnis ini. Kamu memang calon primadona baru di sini." Sambil tertawa terbahak Mami Merry.

"Layani pemenang tendermu dengan baik, praktekkan yang selama ini sudah diajarkan padamu. Buat pelangganmu puas, akan kuberikan kau uang sepuluh juta dan hape android terbaru untukmu." Berlalu keluar ruangan Mami Merry. Sembari terus tertawa keras, bahagia sekali dia nampaknya.

"Mungkin memang ini jalan takdirku."

Menangis hatiku ... sakitt rasanya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nana
makin seru aja nih
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
Makin nyesek
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status