Share

6. Sebagai Kado Pemberian

Ruangan yang disebut lobby ini begitu indahnya, dengan lampu kristal besar menggantung di ruang utama, lalu ada dua wanita dewasa yang cantik berseragam menerima setiap tamu yang datang, dengan bangku-bangku besar super mewah yang empuk, aku dengan bos gendut menunggu di situ.

Tidak lama seorang pria datang menemui kami, separas dan kulit yang sama dengan bos gendut dan mereka berbincang-bincang dengan bahasa yang tidak aku mengerti.

"Kamu tunggu di sini dulu sebentar, jangan kemana-mana," pesannya jelas.

Aku hanya mengangguk saja, lalu bos besar itu meninggalkan aku di ruangan besar yang super mewah ini, nyaman sekali duduk di bangku seempuk dan semewah ini.

""Mungkin ini kesempatan untuk lari dari sini." Niat hatiku.

Menoleh kearah kiri dan kanan, keadaan ruangan mewah itu sedikit lenggang, berdiri perlahan, sudah bulat tekad untuk segera terlepas dari genggaman Mami Merry.

"Ayo, kita pergi lagi." Suara bos gendut, dari arah belakangku, dan cukup membuatku terkejut.

Sedan mewah yang membawaku, menuju ke arah luar kota, dan sepertinya pria yang tadi bertemu bos gendut juga mengikuti dengan membawa kendaraan sendiri.

Melewati seperti jalan pegunungan, tetapi ramai kendaraan. Dengan banyak orang-orang berkumpul di sepanjang pinggir jalan. "ke puncak" itu yang tadi bos gendut bilang kepada sopir pribadinya.

Sepanjang perjalanan, si bos terus saja menelpon dengan bahasa yang tidak aku mengerti, sepertinya sedang berbicara dengan pria yang di lobby hotel tadi, sesaat dia berhenti menelpon dan menoleh kearahku.

"Lu udah makan?" tanya si bos. Aku menggeleng, dan memang belum masuk makanan apapun sejak dari siang tadi.

"Lu mau makan apa?" tanya si bos lagi.

"Apa saja tuan," jawabku pelan.

"Jagung bakal saja yah, bial bisa makan di jalan," tawarnya, dengan logat yang sedikit cadel. Aku hanya mengangguk.

Mobil pun menepi sesaat, dan sopir bergegas turun, setelah si bos memberikan uang kepadanya tadi. Tidak beberapa lama sopir bos kembali masuk ke dalam mobil dan memberikan jagung yang baru dibelinya kepada tuan gendut. Dia pun memberikan satu jagung kepadaku, dan mobil kembali bergerak ke arah atas puncak.

"Nama lu  siapa?" tanya si bos, aku belum menjawab, sembari menghabiskan sisa kunyahan jagung di mulutku.

"Amira tuan...." Bos Gendut semakin mendekatkan wajahnya ke arahku.

"Lu olang cantik ... sayang...." Segera dia kembali duduk seperti semula, aku yang sempat merasakan takut, sedikit kembali merasakan tenang.

Kendaraan yang membawaku, mulai memasuki halaman sebuah rumah besar dengan banyak pepohonan taman, juga terdapat kolam renang pas di ujung tembok halaman memanjang hingga hampir mendekati pintu masuk rumah.

Akupun segera turun, dan mendadak hawa dingin menyergap tubuh kecilku yang berbalutkan pakaian minim seadanya, menggigil langsung badan ini. Menatap dalam rumah ini sesaat.

"Apakah rumah ini akan menjadi saksi hilangnya sebuah kehormatan." dalam diam, lirih berbisik ke hatiku sendiri.

Tidak beberapa lama, mobil yang dikendarai pria yang tadi berbincang di lobby pun tiba, dan pria itu segera turun mendekati.

"Jadi ini hadiah yang akan kamu berikan?" tanya pria itu kepada bos besar.

"Iya, bagaimana menurutmu." Bos besar memegang tanganku, dan mengajak masuk kedalam rumah itu.

"Cantik, masih perawan?" tanyanya lagi.

"Di jamin." Bos besar tertawa terbahak-bahak.

"Buat owe saja jika begitu," ucap pria itu, sembari matanya menatapku dengan penuh nafsu.

"Jika bukan buat mendapatkan kakap besar, mending buat owe sendiri," jawab bos besar, dan tangannya mulai menyentuh tubuhku.

"Semoga keperawanan anak ini mendatangkan cuan yang besar buat kita." Sekarang pria itu yang tertawa lepas. Tangannya pun ikut menjamah tubuhku, dan aku hanya bisa terdiam, merintih pedih dalam hati.

"Aku berada di antara Singa dan Serigala." hatiku mengeluh, dan takdir masih bermain-main dengan jalan hidupku.

Udara lembab pegunungan meresap menembus kulit, membuat tubuh ini mengiggil dan wajahku seperti membeku, pakaian yang kukenakan memang  tidak layak untuk hawa dingin menusuk seperti ini.

Bos gendut masih terus berbincang dengan pria asing tersebut, sesekali pandangan mereka menatap tajam dan itu jauh membuatku merasa merinding dibandingkan hawa dingin yang berbincang. Situasi ini semakin membuat ketakutan, karena memang faktanya bos gendut adalah pemenang lelang  atas tubuhku.

Seorang pria muda masuk tergopoh-gopoh, tanpa mengucapkan salam dan langsung menemui pria asing dan bos gendut yang masih duduk di depanku, dan mereka mulai bercakap-cakap menggunakan Bahasa Indonesia.

"Amila, lo ikut dia." Perintah si bos, sembari menatapku dalam. Sopir pribadinya segera mendekati dan menyerahkan map yang sedari tadi di pegangnya dan memberikan kepadaku.

"Nanti lo kasih map tersebut kepada olang yang ental Lo temuin nanti," ucapnya lagi, dan aku hanya mengangguk perlahan.

"Ayu, kamu ikut saya," ucap pria muda yang baru datang tadi. Aku segera beranjak dari tempat duduk dan mengikuti langkahnya, diikuti oleh semua orang yang ada di situ.

"Lo kasih selvis yang bagus sama olang itu, setelah ulusan lo selesai tunggu saja di depan vila, nanti di jemput, lo ngelti?" tegas bos gendut, sesaat akan menaiki motor mengikuti pria muda tersebut. 

Sekali lagi aku mengangguk. Lalu pria muda itu mengantarkanku sebagai kado pemberian, hingga akhirnya aku berada di Villa ini bersama Tuan Darmawan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status