Share

3. Datang Bulan Pertama

Amira kembali memandangi wajah polosnya pada cermin. Gambar diri sebenarnya, bersih tanpa make-up, warna-warni kepalsuan yang menempel pada kulit wajah. Terus saja memandangi. Perlahan, pikirannya mulai kembali ke masa lalu hingga dia bisa berada di Villa ini. 

Flashback [ POV AMIRA ]

Aku, Amira--gadis kecil berusia 14 tahun, korban dari mafia perdagangan anak. Menurut desas-desus, aku terjual saat masih bayi pada Mami Merry--seorang muncikari penyedia khusus perempuan muda di bawah usia dua puluh dua tahun.

Aku terpenjara dalam asuhan Mami Merry. Sama seperti lima gadis kecil lainnya. Sengaja diasuh untuk dijadikan pemuas nafsu lelaki berduit.

Di bawah pantauan mami Merry, tidak ada tenaga yang terbuang. Mencuci, memasak, dan segala pekerjaan rumah adalah tugas yang tak boleh dibantah. Kami adalah budak. Patuh pada perintah adalah keharusan mutlak.

Keperawanan kami adalah harta berharganya. Puluhan juta, bahkan sampai di atas seratus juta--harga yang Mami Merry tawarkan kepada para pelanggan--bos-bos penikmat maksiat. Berharap khasiat pada sebuah darah keperawanan.

"Itu harga yang pantas, untuk mengembalikan uang yang sudah aku keluarkan untuk merawat kalian." Begitu ucap mami kepada kami.

Di usia dini, kami sudah diajarkan cara merias diri. Memuaskan pria, mengenalkan titik-titik birahi pria, cara bersenggama, inti utamanya adalah memberikan servis yang terbaik kepada para tamu langganannya.

Siang itu, aku melihat Asmah yang bernasib sama denganku, sedang menangis di pojok kamar mandi. Tubuhnya menyender di tembok dan tangannya memeluk lutut kaki.

"Kamu kenapa, Asmah?" ujarku sambil ikut jongkok di sampingnya. Tanganku menyentuh bahu Asmah. "Kamu kenapa?" tanyaku sekali lagi.

Ragu-ragu Asmah menjawab pertanyaan, "A--a--aku dapat haid, Ra."

Asmah memeluk erat dan menangis dalam pelukanku.

"Ya ... Allah ...," ucapku lirih

Haid adalah azab bagi kami--budak-budak Mami Merry. Seperti layaknya menunggu sebuah kematian yang pasti datang, tetapi tidak tahu kapan. Kedatangan haid adalah pertanda jika kami siap untuk ditawarkan, di lelang dengan harga termahal.

Mami Merry hanya tinggal menghubungi pelanggan kelas atas, dan mencari siapa penawar tertinggi. Lantas setelah masa haid Asmah berakhir, maka siap untuk dijual dan ditawarkan keperawanannya.

Malam ini, Asmah dan Anita sudah di persiapkan. Diberikan pakaian bagus dan di dandani layaknya wanita dewasa. Tidak lupa, Tante Yusnia-lelaki yang berperilaku seperti perempuan--asisten Mami Merry--mewanti-wanti dan mengingatkan mereka berdua untuk mempraktikkan ilmu maksiat yang sudah di ajarkan. Agar dapat memberikan kepuasan kepada pemenang lelangnya.

Hingga menjelang subuh, aku tidak bisa tidur, atau mungkin memang tidak pingin tidur. Aku menunggu Asmah dan mencari tahu bagaimana keadaannya. Khawatir sangat.

Asmah dan Anita pulang dengan wajah yang lelah dan seperti menahan rasa sakit. Langkah mereka tertatih-tatih, memegang pangkal paha. Air mata berurai di pipi. Asmah terus menangis memelukku. Dia tidak bercerita apa pun dan hanya menangis saja. Terus menangis.

Menjelang siang, Mami Merry--si raksasa gendut datang dan langsung masuk ke kamar. Mengumpulkan kami berlima di dalam kamar, dipanggilnya Asmah dan Anita.

"Ini uang untuk kalian berdua, lima juta untukmu Anita dan lima juta untukmu Asmah." Sembari menyerahkan uang itu ke tangan Asmah dan Anita, Mami Merry menoleh ke arah Tante Yusnia.

"Ini hape android termahal untuk kalian berdua," katanya lagi sambil menyerahkan gawai android terbaru untuk Anita dan Asmah.

"Dan kalian berdua, Anita dan Asmah, kalian tidak perlu lagi bekerja untuk membersihkan rumah. Hanya khusus menerima pelanggan saja."

Licik memang Mami Merry. Kami yang terbiasa tidak pernah memegang duit, diberikan duit sebesar itu dan gawai terbaru. Juga tidak perlu bekerja lagi. Itu cara licik Mami Merry untuk terus menjerat kami semua.

Beberapa bulan kemudian, kulihat Asmah dan Anita perilakunya sudah mulai berubah. Sepertinya mereka sudah mulai menikmati uang yang mudah untuk didapatkan. 

Mereka bisa membeli apa saja yang mereka mau dan inginkan. Sesekali Asmah memberikan uang jajan kepadaku dan banyak bercerita jika sering diberikan barang-barang mewah dari pelanggannya. Aku hanya diam saja. Dalam hati, aku tidak ingin seperti Asmah.

Hari ini terasa lelah sekali. Kerjaan  seakan tidak pernah habis buatku. Di saat aku sedang menjemur pakaian, aku terhenyak, ada darah mengalir dari pangkal paha turun ke arah betis kakiku. Air mataku mengembang, mengalir perlahan.

"Apakah ini memang takdirku?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
alur cerita yg berbeda.....lanjuuttt thorr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status