"Bunuh dia~"Vanya mendengar dengan jelas suara Kiyo yang meminta pengasuhnya untuk membunuh Freddy. Keinara melemparkan sebuah belati ke arah pria itu, tapi lemparannya meleset. Belati itu tertancap di dinding, sedang tubuh Freddy selamat meski tubuhnya gemetar. Dalam ingatannya, ia melihat Keinara sebagai gadis kecil cantik berambut pirang dan kini ia tak menyangka gadis itu sudah dewasa. "Katakan! Anda yang membunuh Kiyo, 'kan?" Suara Keinara menggema memecah keheningan, matanya tajam memandang pria kaya itu. Langkahnya sedikit maju menghampiri Freddy, sedangkan itu Yura dan Vanya menghentikannya. Mulut gadis itu terus berbicara mengeluarkan fakta yang selama ini tak diketahui banyak orang, bahkan tentang rumah yang selama ini ditinggali oleh Yura dan anaknya. "Kamu datang membuat kehancuran!" ujar Freddy menuding Keinara. Namun gadis itu hanya tertawa lepas, ia balik menyerang pria itu dan mencekiknya begitu kuat. Pelayan dan Yura segera memisahkan mereka, melepaskan Freddy
Seorang pria mengendarai mobilnya, kendaraan itu melaju kencang di antara kegelapan hutan. Begitu mencekam jalanan itu, tetapi tak membuatnya berhenti untuk terus melaju.Semua terlihat baik-baik saja sampai mobilnya harus mengerem secara tiba-tiba. Seperti ada benda yang terjatuh menimpa atap mobilnya. Hal itu membuat pria tersebut harus mengecek keluar.Aneh. Itulah yang ia rasakan saat menengok ke arah atap mobil, tidak ada satu pun benda ataupun hewan yang jatuh. Ditatapnya sekeliling, hutan itu terasa sunyi dan tak ada satu pun mobil yang melewati jalanan sepi itu selain dirinya. Pria tersebut berusaha menepis semua pikiran buruk dan kembali masuk ke dalam mobil. Ia melirik ke kaca spion, tubuhnya seketika saja membeku. Mulutnya pun seakan terkunci. Terdapat sosok aneh dan asing tengah menatapnya tajam. Setengah dari wajah itu hancur dan terlihat begitu menyeramkan. "KALIAN HARUS BERTANGGUNG JAWAB!" Dengan tiba-tiba makhluk itu berubah wujud menjadi lebih besar dan tinggi. Ra
Menginjakkan kaki di tempat kerja, untuk pertama kalinya Keinara harus berada di sana. Keluarga yang ramah menyambut baik kedatangan gadis itu."Vanya, kenalin. Ini namanya Kak Keinara, dia jadi teman baru kamu." Langkah gadis itu perlahan mendekati sang pengasuh, menjabat tangannya yang halus lalu menciumnya."Halo, Kak Keinala, aku Vanya." "Iya, Cantik, panggil aja Kak Kei. Oh, ya, Kakak punya sesuatu buat kamu." Sebuah kotak mainan berisi boneka Barbie diberikannya pada gadis itu. Senyum tipis tersungging di wajahnya, tatapan sayu Vanya mengarah padanya mengisyaratkan tanda terima kasih. Setelah pertemuan itu, Yura mulai mengantarnya ke kamar baru sang pengasuh yang sudah disiapkan untuknya."Ini kamar kamu, Kei. Semoga kamu betah ya," ucap Yura menunjukkan kamar baru Keinara. Menelisik ke dalam ruangan itu membuatnya merasa familiar akan sesuatu hal di masa lampau, tapi ia melupakannya. Yura meminta izin untuk meninggalkan Keinara di sana, tinggal-lah ia seorang diri. Sunyi ya
"Aaaaaaaa!" jerit gadis itu membuat si anak asuh berlari menghampirinya."Kak Kei kenapa?" Vanya menepuk bahu sang pengasuh. Kepalanya menoleh dengan wajah yang pucat lalu melihat lagi foto itu. Terlihat baik-baik saja, tak ada yang salah dengan barang itu. "Gak apa-apa, Sayang," sahut Keinara menoleh ke arah Vanya.Gadis itu menoleh ke arah anak asuhnya, tapi yang ia dapat adalah sesuatu yang lebih mengerikan. Tubuhnya terpaku, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, membeku bagai es. Kini, yang di hadapannya bukanlah Vanya, melainkan makhluk berwajah hancur menatap ke sudut ketakutannya dengan senyum mengerikan. "Mau main, Kak?" Suara anak kecil itu berubah berat membuat mulutnya yang membungkam ingin berteriak. "HAHAHAHAHAHAHA!"***Keinara terperanjat dalam kegelapan kamar, terbangun dengan keringat yang membasahi dahi. Mimpi menyeramkan seperti amat nyata, tangannya yang merasakan pecahan foto itu masih terasa.Gadis muda itu mengusap wajahnya dengan kasar, menyilakan ram
"Ada Kak Kiyo di situ," bisik Vanya sambil membenamkan wajahnya ke leher pengasuhnya. Nama yang tentunya sudah ia dengar kesekian kalinya, tapi gadis itu kini tak antusias untuk menyambut "sahabat"nya dengan riang. Keinara merasakan aura gadis kecil yang begitu dikekang oleh seseorang di luar keluarganya. Romanya seakan mendeteksi sesuatu yang mengintainya di belakang. Ruangan gelap yang nampak sepi seakan tak ada kehidupan, merasa bahwa ada seseorang di dalam sana. Namun, siluet samar menggambarkan sesosok pemuda tertunduk lalu menatap ke arahnya dengan tatapan marah. Suara derap langkah dari arah ruangan itu semakin lama, semakin mendekat. Meskipun samar, tapi Keinara dapat memdengar suara hembusan napas yang kuat seakan gembira menemukan mangsa. Gelap sendu hari itu memambah aura mencekam. PLAK, PLAK, PLAK! Samar terdengar suara kepakan yang semakin keras dan cepat. "Ayo, Kak!" Vanya menarik tangannya menjauh dari ruang tamu. Gadis itu tak berani lagi untuk menoleh ke belaka
Gadis itu terpaku, matanya menatap dengan perasaan campur aduk. Kakinya berusaha menghindar, tapi cengkeraman wanita itu sangat kuat. Serasa betisnya digenggam erat sampai tulangnya mati rasa. Bagai diperas oleh tangan-tangan kejam, serasa cairan merah mengucur dari sana. Suara wanita paru baya yang menangis itu semakin lama berubah menjadi jeritan dicampur dengan tawa. "Bu, anda kenapa?" Keinara mencoba untuk menyadarkan wanita itu dari sujudnya. Perlahan telapaknya mengusap bahu sang ibu rumah tangga, sentuhannya disambut dengan tawa. Suara seperti retakan terdengar ketika wanita itu menoleh ke wajahnya dengan perlahan. Mata yang memutih dan senyum penuh kekejaman tergambar di wajah hancur wanita itu. "KAMU TIDAK AKAN PERNAH BISA PERGI!" ucap wanita itu dengan suara berat. Seketika Keinara mematung, ia mengalihkan pandangan ke arah wanita-wanita yang berkumpul di sana. Raut-raut menyeramkan itu tertangkap oleh matanya, keadaan wanita-wanita itu tak jauh berbeda. Mereka melotot
Yura berlari kencang sambil melupakan keberadaan sang kakek misterius itu. Suara teriakan gadis itu semakin mengeras menggema di ruang-ruang rumah. "Kei!" jerit wanita itu mendapati Keinara tengah kerasukan. Dari bola matanya yang memutih, ada sebuah raut kemarahan dan rasa bangga. Gadis itu telah dikuasai sepenuhnya oleh sosok halus yang merasukinya. Sementara itu, warga yang mengantar Keinara ke rumah Vanya merasa tak kuasa menahan berat tubuh sang pengasuh cantik itu, ditambah tubuhnya terus meronta-ronta."LEPASIN!" jerit gadis itu sambil menepis pegangan para warga. Tepisan itu begitu kuat sampai-sampai para warga terpental sedikit jauh. Tubuh Keinara melayang, suara tawanya kencang membahana seperti tawa seorang pria. Ia berjalan tanpa sadar menuju ke pekarangan belakang rumah, sedang Yura dan yang lain mengikuti gadis itu. Perempuan muda nan cantik itu berdiri mematung menghadap pohon, kemudian berjongkok dan mencakar-cakar gundukan tanah di bawah pohon itu sambi meraung. S
"Pa, lihat, Pa!" seru wanita itu sambil terus menatap ke arah ranjang tidur. Lian terkejut saat ia melihat hal yang tak akan pernah ia lupakan. Pasangan suami-istri itu memandang dengan mata kepalanya sendiri saat tubuh Keinara melayang di atas ranjang. Gadis itu tampak lemas tak berdaya dan matanya terpejam. "Tidak mungkin," gumam Lian menenangkan pikirannya yang tetap tak percaya dengan semua hal janggal itu. Aroma semerbak kayu yang tengah dibelah itu tercium sangat kuat di sekeliling kamar sang pengasuh. Pandangan pasutri itu tiba-tiba kabur, tangan mereka mencoba meraih tubuh Kei. Samar sosok hitam muncul seakan menggendong tubuh gadis itu. Semakin lama, sosok itu semakin jelas. Hingga titik dimana mereka lebih melebarkan mata, tubuh yang lemas itu serasa kaku seketika. Di hadapan mereka bukanlah sosok manusia. "GADIS INI MILIKKU!"Suara berat menggelegar, tapi sebaliknya suara pasangan suami-istri seakan dibungkam dan mereka tak bisa membangunkan Keinara. Mereka terpaku mel