Share

BAB 2

Menginjakkan kaki di tempat kerja, untuk pertama kalinya Keinara harus berada di sana. Keluarga yang ramah menyambut baik kedatangan gadis itu.

"Vanya, kenalin. Ini namanya Kak Keinara, dia jadi teman baru kamu." Langkah gadis itu perlahan mendekati sang pengasuh, menjabat tangannya yang halus lalu menciumnya.

"Halo, Kak Keinala, aku Vanya." 

"Iya, Cantik, panggil aja Kak Kei. Oh, ya, Kakak punya sesuatu buat kamu." 

Sebuah kotak mainan berisi boneka Barbie diberikannya pada gadis itu. Senyum tipis tersungging di wajahnya, tatapan sayu Vanya mengarah padanya mengisyaratkan tanda terima kasih. Setelah pertemuan itu, Yura mulai mengantarnya ke kamar baru sang pengasuh yang sudah disiapkan untuknya.

"Ini kamar kamu, Kei. Semoga kamu betah ya," ucap Yura menunjukkan kamar baru Keinara. 

Menelisik ke dalam ruangan itu membuatnya merasa familiar akan sesuatu hal di masa lampau, tapi ia melupakannya. Yura meminta izin untuk meninggalkan Keinara di sana, tinggal-lah ia seorang diri. 

Sunyi yang merambat ketika pagi tiba, membuka pintu lemari yang kosong tanpa sehelai kain yang tertata di sana. Dalam hati Keinara penuh harap ia akan merasa betah di sana. Tangannya dengan perlahan menata pakaian itu ke dalam lemari pakaian. 

Aura dingin merambati tubuhnya, merasa di ruangan itu bukan hanya dirinya seorang. Serasa tangan dingin menyentuh tengkuk lehernya. 

"Siapa itu?" Keinara berteriak keras seraya menoleh. 

Napasnya terengah mendapati sesuatu janggal tengah menyerang dirinya. Tak ada waktu lama untuk memikirkannya, sesegera mungkin ia harus menyelesaikan tata ruang kamarnya. 

*

Berada di ruang makan yang remang, sunyi sepi yang menghias pedesaan kala malam. Para warga sudah menutup diri dari kegelapan menambah kesan seram pada desa itu. Hanya suara ketukan sendok di atas piring yang membuat bising di antara sunyi. 

"Betah di sini, Nak?" tanya Lian. Keinara tersentak dari lamunannya, menatap pria itu dengan kaku lalu menganggukkan kepala. 

"B-betah, kok, Pak," jawabnya tergagap. 

"Ma, Kak Kiyo boleh ikut makan?" Pertanyaan polos dari gadis kecil itu seketika menghentikan kegiatan makan malam.

"Boleh, tapi nanti aja ya," ujar Yura.

Keinara kini terjebak kembali dalam lamunan, nama yang terlontar itu seperti tak asing di telinganya. Cerita yang tak masuk akal dari Vanya hanya membuatnya semakin takut untuk terus berada di sana. Namun, ia harus melakukannya demi membiayai kuliahnya. 

"Kiyo itu siapa, Bu?" 

"Itu cuma teman khayalan Vanya aja, kamu gak usah takut." Itulah jawaban yang terlontar dari mulut Lian, tak membuat rasa penasarannya terobati.

Yura dan Keinara seakan merasakan suatu hal yang sama. Hal janggal dan kegelisahan setiap kali mereka berada di dalam rumah itu. Lian bertutur, rumah itu dibelinya dari seorang Fredy Henderson yang mengaku dialah pemilik sebenarnya. Satu lagi nama yang tak asing dalam ingatannya, tapi ia melupakannya.

Waktu ini semakin misterius dan terkesan aneh disaat Keinara berada di dalam kamar Vanya. Netranya menatap gadis kecil itu dengan perasaan penuh tanda tanya. Dengan siapa ia bicara.

"Kak Kei kenapa kesini?" tanya Vanya yang tersentak setelah melihat sang pengasuh berdiri menatapnya. 

Raut wajah gadis itu menyiratkan sebuah ketakutan, apalagi ia memucat saat Keinara memasuki kamarnya. 

"Emang Kakak gak boleh datang ke kamar Vanya?" tanya Keinara dengan lembut meski tersirat sebuah pertanyaan lain. 

"Boleh, kok. Tapi, Kakak gak boleh datang kesini malam-malam."

Keinara mengernyitkan dahinya, merasa bingung dengan alasan mengapa Vanya melarangnya mendatangi kamarnya jika malam tiba. Melihat wajah sang pengasuh yang kebingungan, segera Vanya menarik tangannya untuk duduk di dekatnya. 

"Kakak mau denger ceritaku, nggak?" 

Kepala Keinara mengangguk meski dirinya masih diliputi tanda tanya. Anak kecil itu terduduk dengan tenang, menatap wajah gadis muda itu dengan kepolosan. Bercerita ia tentang seorang pemuda tampan yang penuh akan rasa dendam. 

"Dulu ada seolang anak cowok yang tinggal di rumah ini. Dia suka banget baca buku, dapat nilai bagus. Pada suatu hari, anak itu udah gede tapi ditinggal sama orangtuanya ke surga."

"Oh, terus?" Ia terduduk dirinya mendengar cerita gadis mungil itu. 

"Anak cowok itu tinggal sendiri di rumah ini, tapi dia ikut meninggal." 

Dahinya mengernyit setelah mendengar cerita Vanya, ia berpikir itu hanyalah karangan semata. Sudah cukup Keinara mendengar kisah khayalan itu, menghentikan ceritanya di tengah jalan adalah keputusan yang tepat. Tepat disaat ia mengajak anak itu ke ranjangnya. 

PYAAAAR!

Sebuah foto yang terpajang di dinding kamar Vanya tiba-tiba terjatuh. Langkahnya kini beralih menuju ke figura itu. Tangannya mengangkat foto itu, samar ia terbawa ke memori masa lalu nampak tak asing baginya.

Separuh wajah itu ditatapnya cukup lama, itu adalah rupa anak lelaki. Semakin lama dilihat, wujud wajah anak itu semakin berubah. Ia mengusap matanya berulang kali dan perlahan melepas tangannya dari kelopak mata. 

"A ... apa ini?" 

Dari telapak tangannya, cairan merah pekat mengucur dan menodai figura beserta muka foto. Mata Keinara terus tertuju pada wajah anak lelaki itu, menyipitkan matanya. Sampai cairan aneh itu berhenti mengalir, sesuatu hal yang amat mengerikan tampak mencolok di gambar anak lelaki itu.

~***~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status