Yura berlari kencang sambil melupakan keberadaan sang kakek misterius itu. Suara teriakan gadis itu semakin mengeras menggema di ruang-ruang rumah.
"Kei!" jerit wanita itu mendapati Keinara tengah kerasukan.
Dari bola matanya yang memutih, ada sebuah raut kemarahan dan rasa bangga. Gadis itu telah dikuasai sepenuhnya oleh sosok halus yang merasukinya. Sementara itu, warga yang mengantar Keinara ke rumah Vanya merasa tak kuasa menahan berat tubuh sang pengasuh cantik itu, ditambah tubuhnya terus meronta-ronta.
"LEPASIN!" jerit gadis itu sambil menepis pegangan para warga.
Tepisan itu begitu kuat sampai-sampai para warga terpental sedikit jauh. Tubuh Keinara melayang, suara tawanya kencang membahana seperti tawa seorang pria. Ia berjalan tanpa sadar menuju ke pekarangan belakang rumah, sedang Yura dan yang lain mengikuti gadis itu.
Perempuan muda nan cantik itu berdiri mematung menghadap pohon, kemudian berjongkok dan mencakar-cakar gundukan tanah di bawah pohon itu sambi meraung. Sekejap ia terhenti, lalu berdiri menghadap semua orang. Roh jahat yang merasuki tubuh Keinara telah mengambil keperawanan, menanggalkan pakaian gadis itu agar warga melihat betapa indahnya tubuh sang Bunga Pengasuh.
Beberapa pasang mata mulai menutup karena tak ingin melihat aurat itu, sedang dua orang wanita segera menutup tubuh sang gadis menggunakan sehelai kain batik yang membentang.
Seorang pria yang diduga cenayang datang karena dihubungi Lian. Netra Yura menatap ke arah sang cenayang yang berpakaian sama seperti sang kakek misterius itu, tapi pria ini terlihat muda. Tanpa banyak bicara dan bertanya, pria sakti itu mulai menyadarkan Keinara.
"AAAAAAAAA!" Teriakan kesakitan terdengar memilukan, bahkan Yura tak tega dengan keadaan pengasuh anaknya itu.
Namun, pemandangan memilukan telah berakhir ketika tubuh Keinara lunglai dan jatuh ke tanah.
"Cepat, bawa gadis ini sebelum roh jahat itu kembali merasuk ke tubuhnya!" titah dari Sang Cenayang.
Gadis yang lemah tak berdaya itu kini dibawa masuk ke dalam rumah, sedang warga yang terlibat masih menunggunya sampai perempuan cantik itu tersadar dari alam lain. Keinara hanya bisa mematung saat Yura dan Lian menceritakan kejadian janggal itu. Ia tidak bisa berpikir karena seluruh pikirannya hanya terbayang oleh sosok pemuda menyeramkan yang dilihatnya di hutan itu.
Setelah peristiwa yang hampir mencelakai pengasuhnya, Yura mencoba untuk berbicara dengan suaminya. Bukan tanpa alasan, ia sangat mencemaskan putrinya dan pengasuhnya itu.
"Sekarang kamu percaya, 'kan, Pa? Kamu percaya sama apa yang dikatakan Kei?"
Melihat istrinya ketakutan, Lian tak sedikit pun menganggap hal itu serius.
"Omong kosong macam apa ini, Ma? Kamu itu terlalu khawatir!"
"Memang apa salahnya Mama khawatir? Kita sudah meminta anak orang untuk mengasuh putri kita dan dia hampir kehilangan nyawanya. Apa Papa gak mengkhawatirkan itu!"
Sang suami hanya menghela napas panjang, terdiam sembari menutup bukunya. Kacamata bening yang dikenakannya dilepas. Embusan napas dan raut lelahnya yang seakan tak ingin membahas hal sama terlihat di mata Yura.
"Sudahlah, aku gak mau bahas itu lagi," ujarnya seraya beranjak dari ruang tamu.
Malam semakin gelap, sedikit sinar yang merambati ruang-ruang rumahnya. Keinara terpejam dalam kegelapan dan hanya lentera remang menemani tidurnya. Gadis itu sangat tenang bermimpi.
Angin lembut mulai berembus memasuki ruang kamarnya. Seperti sesuatu tak kasat mata telah mengendap di sebalik selimut. Sang gadis manis yang tenang tidurnya kini mulai merasa tak nyaman sampai napasnya sedikit tersengal.
"Hhhaaah ... ugh ... hhaaahhhh," desahnya.
Suara desahan itu malah semakin membuat makhluk tak kasat mata mengeluarkan seluruh nafsunya. Napas Keinara semakin keras terdengar. Meski tak terlihat, tapi sesuatu yang memasuki kemaluannya tampak nyata.
Keringatnya mengucur deras ke seluruh tubuhnya. Sedikit matanya terbuka, pandangannya samar namun sosok hitam itu terlihat. Semakin lama, semakin jelas sosok bayangan hitam itu. Ia menindih tubuh gadis itu, menatapnya dengan tatapan yang datar.
Rupa yang hancur menyisakan sisi ketampanannya tak membuat sang pengasuh cantik itu tertarik.
"AAAAAAAAAAAAA!"
Teriakan yang begitu nyaring, memecah kesunyian rumah itu. Yura dan Lian kompak berlari menuju ke kamar Keinara. Aneh, sesampainya mereka di sana, pintu kamar gadis itu terkunci dari dalam.
Yura tahu betul pengasuh putrinya tidak akan pernah mengunci pintu kamarnya.
Sementara teriakan dari kamar itu terdengar menyiksa dan Lian beberapa kali mendobrak pintu.
"Kei! Kei, buka pintunya!" seru Yura yang cemas.
Setelah lama mencoba membuka dengan paksa, pintu itu secara tiba-tiba terbuka dengan sendirinya. Suami Yura itu terjerembab jatuh ke lantai, sedang dirinya terperangah melihat sesuatu yang tak lazim.
~***~
"Pa, lihat, Pa!" seru wanita itu sambil terus menatap ke arah ranjang tidur. Lian terkejut saat ia melihat hal yang tak akan pernah ia lupakan. Pasangan suami-istri itu memandang dengan mata kepalanya sendiri saat tubuh Keinara melayang di atas ranjang. Gadis itu tampak lemas tak berdaya dan matanya terpejam. "Tidak mungkin," gumam Lian menenangkan pikirannya yang tetap tak percaya dengan semua hal janggal itu. Aroma semerbak kayu yang tengah dibelah itu tercium sangat kuat di sekeliling kamar sang pengasuh. Pandangan pasutri itu tiba-tiba kabur, tangan mereka mencoba meraih tubuh Kei. Samar sosok hitam muncul seakan menggendong tubuh gadis itu. Semakin lama, sosok itu semakin jelas. Hingga titik dimana mereka lebih melebarkan mata, tubuh yang lemas itu serasa kaku seketika. Di hadapan mereka bukanlah sosok manusia. "GADIS INI MILIKKU!"Suara berat menggelegar, tapi sebaliknya suara pasangan suami-istri seakan dibungkam dan mereka tak bisa membangunkan Keinara. Mereka terpaku mel
Keinara merasa ragu untuk keluar dari rumah itu setelah kejadian semalam, ditambah gangguan yang menyerangnya sering kali ia dapatkan. Baik siang maupun malam, makhluk halus di dalam sana seakan tak ingin dirinya tenang. Meski pemikiran untuk dropout dari tempatnya berkuliah terus mengitari kepalanya, tapi seorang dosen mencegahnya untuk pergi dari sana. Itulah mengapa pagi ini, dirinya sudah siap untuk berangkat kuliah. "Bu, saya pamit kuliah dulu ya?" Dijabatnya tangan sang nyonya rumah kemudian diciumnya tangan lembut itu. Yura merasa sangat cemas dengan keadaan pengasuh putrinya, ia tak khawatir akan terjadi sebuah hal buruk menimpanya. "Kamu yakin mau berangkat ke kampus, Nak?" tanya wanita itu dengan perasaan yang dilema di antara kekhawatiran. "Iya, Bu. Saya yakin. Cuma bentar aja, kok, nanti saya balik lagi." Ucapan Keinara itu sedikit membuat hatinya tenang, tapi dirinya juga masih mencemaskan gadis itu. Hingga waktu dimana Yura harus melepas Keinara untuk pergi sejenak
Lian melangkah menuju ke teras sebuah rumah megah, pemilik dari rumah yang ia tempati. Ada hal yang harus diselesaikannya terutama urusan gaib yang menyerang keluarga dan pengasuh putrinya. Kedatangannya itu disambut hangat oleh seorang pria bertubuh gempal dengan perawakan yang bersahaja, mereka saling menjabat tangan kemudian berpelukan bak seorang sahabat. "Bukankah anda Pak Lian Brawijaya?""Iya, saya Lian Brawijaya yang sempat menghubungi anda."Pria itu mengajak Lian untuk masuk ke dalam rumahnya, duduk di sofa ruang tamu. Rumah itu sangat megah bahkan ruangan-ruangan di sana juga amat luas. Ayah dari Vanya itu menatap ke arah foto pria pemilik rumah, di bingkaimya terdapat tulisan nama Freddy Henderson. "Perjalanannya sangat jauh ya, Pak Lian," ucap pria tersebut yang ternyata bernama Freddy Henderson. "Yah, lumayan, tapi saya sangat bersyukur bisa sampai di sini." "Seharusnya seperti itu karena ... rumah baru anda cukup jauh dari perkotaan, bukan?" Freddy menyipitkan mata
***Perempuan dengan piyama yang masih melekat di tubuhnya itu mulai berjalan menuju ke ruang tamu, lalu berdiri di depan pintu sebuah ruangan kosong yang tidak pernah ditempati itu. "Bu Yura bilang pintu ini tidak pernah dibuka, dikunci pula dari luar. Kata beliau juga kuncinya gak tahu ada dimana. Terus kenapa waktu itu kebuka ya? Siapa yang buka?" gumamnya seraya menempelkan telapak tangannya pada gagang pintu itu. Mencoba menekan engsel pintu itu, rupanya terkunci. Keinara pernah mendengar Yura menutup pintu ini, tapi setelah dicobanya untuk dibuka kembali, secara ajaib pintu itu terkunci. Kejanggalan pada ruangan itu seakan siapa saja tak boleh memasukinya, ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya. "Ya udah deh, mungkin kamarnya emang dibiarin gitu aja," gumamnya yang lalu membersihkan lemari kecil di ruang tamu, di samping ruangan misterius itu. Hal aneh kembali terjadi, tepat saat gadis itu membersihkan debu-debu di atas lemari kecil itu, terdengar suara decit pintu yang te
"Apa alasannya dia gak ngebolehin Kak Kei nemenin kamu main?" Pertanyaan itu kembali terlontar di mulut Keinara dengan perasaan yang masih syok. "Itu karena Kak Kei lagi hamil anaknya," jawab Vanya dengan rintihan. Entah gadis itu harus mempercayai cerita anak asuhnya, tapi yang dikatakan seorang anak kecil bukanlah isapan jempol belaka. Semua menjadi nyata tatkala sang pengasuh mulai merasakan sesuatu yang menggelitiki di dalam perutnya. Kepalanya menunduk ke arah perut yang mulai membuncit meski tak besar. "Nggak ... nggak mungkin! Aku gak mau hamil." Bulir air mata itu mulai keluar dari matanya yang bening, sedang Vanya juga ikut menangis karena cemas dengan keadaan kakak asuhnya. Keinara tak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya tengah mengandung bayi setan dari sosok yang entah apa namanya. Tentunya perut yang semakin membesar itu diketahui oleh Yura dan Lian. Kejadian yang amat janggal, terlebih semenjak Keinara dikatakan hamil, semakin banyak teror tak masuk akal di dalam r
Seketika Vanya menoleh ke arah sang pengasuh, tapi tatapannya terfokus pada perut Keinara yang semakin lama membesar dan menggembung. Hujan keringat di tubuh gadis itu membuat si anak asuh merasa cemas. Beranjak dari tempat tidur, tapi kakinya tak bisa digerakkan. Seperti terdapat tangan yang memeganginya, suara gadis kecil yang malang itu pula seakan dibungkam. Sementara sang pengasuh berusaha untuk terbangun dari mimpi buruknya, berjuang untuk bangun. Namun saat netra indah terbuka, sosok wajah setengah hancur itu berada dekat dengannya. Keinara merasa sangat ketakutan, apalagi Vanya yang hanya bisa menangis. Tubuh sang pengasuh cantik itu seakan terbelenggu oleh tubuh aneh Kiyo. Jari-jemari bercakar yang mengusap perutnya membuatnya semakin mengembang. Melihat sang jin pelindungnya tengah menyerang pengasuhnya, Vanya berusaha untuk bersuara memanggil Kiyo agar menghentikannya. "K ... Ka ... Kak." Suaranya tertahan, tapi ia tak mudah menyerah. Seraya dalam hati berdoa agar gang
Di sepanjang perjamuan malam itu, mata sang nenek terfokus pada perut pengasuh Vanya yang membuncit. Tatapan sinis dan penuh kecurigaan itu membuatnya salah paham dengan menantunya sendiri. "Sudah berapa bulan?" tanyanya pada Keinara. "Sudah enam bulan." Gadis itu menunduk seraya mengusap perutnya. Sang nenek kembali bertanya, tapi kali ini pertanyaan itu akan menguras hati gadis muda. Wanita tua itu seperti menuduh Lian telah berselingkuh dengan Keinara. "Kamu hamil sama siapa?" Sontak Keinara tersentak mendengarnya lalu memasang wajah sendu. Tak disangka apa yang ditanyakan nenek dari Vanya itu telah membuat murka Kiyo. Diliriknya makhluk yang sudah memasang wajah amarahnya ke arah sang nenek. "Bu, gak baik tanya begitu." Yura menghentikan tindakan ibunya itu, tapi jika seorang wanita sudah curiga tentu akan sulit untuk mereda. "Apa kamu gak curiga sama suamimu, Yur?" "Tapi---""Seorang gadis pengasuh, wajahnya cantik pula. Pasti dia suka merebut suami orang, mana mungkin ng
Keinara terhenyak sesaat mendengar bisikan itu. Raganya seakan dibawa melayang menuju ke sebuah tempat yang entah apa namanya. Ia tersadar bahwa dirinya sudah tak ada lagi di dalam kamar kosong, melainkan berada di luar rumah dengan suasana yang berbeda. Matanya menatap sekeliling, melihat bahwa rumah yang kini menjadi milik keluarga Lian tampak berbeda dan di belakang bangunan antik itu terdapat sebuah pondok mebel. Suara deru mesin pemotong kayu terdengar keras dan di sela-sela suara itu telinganya mendengar jeritan kesakitan seorang pemuda. "JANGAAAAAAN! SAKIIIIIIIIT!"Teriakan yang begitu memilukan itu membuat perhatian Keinara terpancing dan segera berlari menuju ke halaman belakang rumah. "Haaah? Apa ini?!"Keinara membulat matanya melihat kejadian yang menyeramkan. Seorang pemuda tampan sudah mulai menemui ajalnya, keadaannya begitu memprihatinkan. Mesin pemotomg kayu itu telah memotong beberapa bagian tubuhnya hidup-hidup.Tubuh pemuda itu hampir terbelah dan lehernya nyari