Share

BAB 5

Gadis itu terpaku, matanya menatap dengan perasaan campur aduk. Kakinya berusaha menghindar, tapi cengkeraman wanita itu sangat kuat. Serasa betisnya digenggam erat sampai tulangnya mati rasa. 

Bagai diperas oleh tangan-tangan kejam, serasa cairan merah mengucur dari sana. Suara wanita paru baya yang menangis itu semakin lama berubah menjadi jeritan dicampur dengan tawa. 

"Bu, anda kenapa?" Keinara mencoba untuk menyadarkan wanita itu dari sujudnya. 

Perlahan telapaknya mengusap bahu sang ibu rumah tangga, sentuhannya disambut dengan tawa. Suara seperti retakan terdengar ketika wanita itu menoleh ke wajahnya dengan perlahan. Mata yang memutih dan senyum penuh kekejaman tergambar di wajah hancur wanita itu. 

"KAMU TIDAK AKAN PERNAH BISA PERGI!" ucap wanita itu dengan suara berat. 

Seketika Keinara mematung, ia mengalihkan pandangan ke arah wanita-wanita yang berkumpul di sana. Raut-raut menyeramkan itu tertangkap oleh matanya, keadaan wanita-wanita itu tak jauh berbeda. 

Mereka melototkan mata putihnya sembari menunjukkan gigi-gigi tajam penuh cairan merah. Luka-luka yang berada di sekujur tubuh menjadi tempat bersarang bagi ulat dan belatung membuat gadis pengasuh itu bergidik ngeri. 

Gadis itu mencoba menarik kakinya dari cengkeraman tangan berkuku tajam itu, sembari berkomat-kamit berdoa dalam hati. Namun tangan iblis itu begitu kuat memegangi betisnya.

"Kamu tidak akan bisa lari ... Keinara!"

"S-siapa kamu? Siapa kalian?" Sang pengasuh tak kuasa mendengar kata-kata yang tak ia mengerti. 

Ia menutup kedua telinganya dengan kuat sambil menangis sembari berusaha melepaskan dari dari cengkeraman wanita yang entah sedang apa. Kini, ibu paru baya itu merangkak menjangkau tubuh Keinara. 

Namun, sebelum itu terjadi, gadis itu berhasil melarikan diri. Langkahnya begitu kencang dan gerombolan wanita berwajah aneh itu mengejar. Tanpa sadar dirinya sudah melangkah jauh dari pedesaan, berada di hutan yang amat gelap. 

Kegelapan di sana secara tiba-tiba menyelimuti hutan itu, tapi ia berusaha untuk berlari. Suara-suara aneh yang memohon agar gadis itu tidak melupakan seseorang berdengung, menggema di hutan. 

"Keinara ... Keinara."

Suara itu terus memanggilnya. 

"Siapa kamu? Aku gak tahu siapa kamu?" teriaknya. 

Cukup lama gadis pengasuh itu berlari, ia berhenti di sebuah pohon besar yang tumbuh rindang di belakang rumah Vanya. Senyum kebahagiaan di tengah kabut tebal terpancar di wajahnya. Segera ia berlari ke belakang pohon itu. 

Namun, bukan rumah keluarga Yura yang ia dapat, melainkan jurang terjal di sebalik pepohonan lebat. Di titik ini, Keinara mulai frustasi, berteriak tanpa henti mencari pertolongan. 

"Aku mau pulang! Aku gak mau di sini," tangisnya. 

Gadis itu bersandar setelah lelah berteriak, lalu tertelungkup menyembunyikan wajahnya sembari menangis. Merintih di tengah sepinya hutan, tapi terhenti ketika dirinya mendengar bunyi seperti dedaunan kering yang diinjak. 

Perlahan, ia menggerakkan kepalanya sedikit hingga menengadah ke arah seseorang yang berhenti di depannya. Lagi-lagi, Keinara harus kehilangan suaranya karena berteriak cukup banyak. Apa yang dilihatnya bukanlah manusia. 

"Nggak ... jangan kamu lagi," tangisnya saat melihat sosok pemuda dengan wajah setengah h*ncur. 

Perlahan-lahan pandangannya mulai kabur, semua menjadi putih kemudian gelap. Entah berapa lama ia tak sadarkan diri, tapi telinganya seakan mendengar suara Vanya dan kedua orangtua anak asuhnya tengah memanggilnya. 

"Kei, kamu gak apa-apa?" Suara Yura berhasil membangunkannya dari alam bawah sadar. 

Keinara membuka matanya, melihat semua orang berkumpul menatapnya dengan penuh cemas. Netranya melihat bahwa dirinya berada di ruang tamu, ia juga melihat ibu-ibu parubaya yang berkumpul di kedai sayur mengelilinginya. 

"Kei, kamu gak apa-apa 'kan?" tanya Yura dengan raut cemas. 

Gadis itu tak dapat mencerna apa yang telah terjadi padanya. 

"Ada apa dengan saya?" tanya Keinara parau. 

"Kamu tadi kerasukan," jawab Lian. 

Mata sayu itu kini membulat pepat setelah mengetahui kenyataan yang begitu berbeda dengan yang dialaminya. 

***

Waktu yang sama, di tempat yang berbeda. Vanya bermain seorang diri di halaman depan rumahnya sembari bermain bersama boneka kesayangannya. Sesekali ia menoleh ke arah rimbunan pohon bambu yang tumbuh di samping rumahnya, samar sosok pemuda menatapnya dari kegelapan. 

Wajah gadis itu menunduk ketakutan, suara tangisnya yang pelan seraya berharap kakak pengasuhnya pulang dari belanja. Ia mengenal sosok itu dan gadis kecil itu mengetahui sesosok yang menjaganya dari kecil tengah marah karena cemburu. 

"Maaf ... maafin aku, Kak Kiyo," gumannya sambil menggegam pasir. 

Tak lama sebuah mobil berhenti di depan rumahnya, segera Vanya berlari ke arah mobil itu. 

"Mamaaa ... Papaaa!" serunya sambil berlari kecil. 

Lian segera memeluk dan menggendong putri tunggalnya, melepas rindu karena begitu lama terpisah. Tangan Yura mengusap rambut Vanya dengan lembut dan tersenyum bahwa anak mungilnya baik-baik saja. 

"Kamu baik-baik aja, Sayang?" 

"Iya, Ma, Pa." 

Yura dan Lian mencoba melirik keadaan rumahnya yang tampak sepi, mereka tak menemukan Keinara menyambutnya. 

"Kak Keinara mana, Sayang?" 

"Kak Kei lagi belanja, Ma," jawab gadis kecil itu, dibalas anggukan Yura. 

Keluarga kecil itu melangkah memasuki rumah, masih terasa hawa dingin yang begitu berbeda. Yura menoleh ke arah pintu ruangan gelap yang terbuka, ia tampak aneh saat melihatnya. 

Pintu itu terkunci dari luar, kunci pintu tersebut juga tak tahu dimana rimbanya. Ruangan gelap yang terlupakan, tidak pernah dibuka sejak pemilik awal meninggal. Sang ibu muda berpikir bahwa pengasuhnya-lah yang membukanya. 

Beralih dari ruang tamu menuju dapur untuk membuat beberapa minuman hangat. Tangan lembut itu dicucinya di atas wastafel lalu mengambil dua cangkir beserta serbu teh. 

Ujung matanya menangkap sosok kakek tua yang berdiri menghadap ke arah pohon itu. Pria tua itu tampak memukul-mukul gundukan tanah di bawah pohon itu menggunakan tongkat kayunya. Sementara Yura memperhatikan kakek tua dengan pakaian serba hitam itu. 

Perlahan, sang kakek menoleh ke arahnya. Tatapannya begitu tajam, terlihat mata kirinya mengalami kebutaan. Mereka saling beradu tatap sampai suara mengejutkan membuyarkan semuanya. 

"AAAAAAAA ... HAHAHAHA!" 

Suara itu terdengar dari luar membuat Yura sangat panik. Kembali ia menoleh ke arah sang kakek tua misterius itu, tapi sosoknya mulai menghilang dengan sekejap. 

~***~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status