Kekecewaaan Dinda karena tak kunjung lulus dari sidang skripsi, membuatnya bersumpah akan menerima pinangan pria yang mengajaknya menikah dalam waktu dekat. Tanpa diduga, petir menggelegar seakan mengamini sumpah Dinda. Akankah Dinda dapat melewati sidang skripsi untuk yang ketiga kali dengan hasil yang memuaskan? Atau perjuangannya berakhir di meja KUA? Simak perjalanan skripsi dan cinta Dinda berikut ini.
View MoreDinda menunggu kedatangan Arya yang masih mengisi kelas terakhirnya. Ia duduk termenung di ruangan Arya. Obsesi Mega terhadap Arya sungguh mengerikan. Ia tidak mengira jika Mega mencintai Arya hingga melakukan hal di luar logika. Bertengkar hanya karena pria yang tidak mencintainya. Berulang kali Dinda menggelengkan kepalanya. Apakah ini adalah salah satu alasan dirinya gagal dalam sidang skripsi yang lalu? Pintu ruangan Arya terbuka. Dinda langsung berdiri dari tempatnya, takut kalau-kalau orang itu adalah Mega yang datang kembali mencari masalah dengannya. "Din!" Wajah Mita yang menyembul dari balik daun pintu. Wajahnya terlihat khawatir. "Lu nggak kenapa-kenapa kan?" "Mita? Kenapa bisa ada di sini?" Dinda mengabaikan pertanyaan Mita. Dia sibuk dengan memikirkan kehadiran Mita di sini. "Lah gua kan memang ke kampus juga hari ini. Bayar wisuda. Gua tadi ngomong ke elu deh Din waktu sarapan tadi, tapi keliatannya lu lagi konsen sama Pak Arya." "Ooh.... Jadi maksud elu ke rumah
"Mengapa kamu tidak mengerti juga? Mengapa kamu masih saja mendekati Arya-ku? Apa belum cukup peringatanku kemarin?" Mega terus mendorong tubuh Dinda hingga tubuh gadis itu terbentur pada tembok di belakangnya. Kepala Dinda terasa sakit. Dinda mulai merasa pening. Kepalanya sempat terantuk cukup keras. Suara Mega yang cukup keras membuat beberapa mahasiswa yang berkumpul di depan ruangan Hasan terkejut dan mulai berdatangan ke ruangan Arya. Beberapa dari mereka mengenali Dinda, dan langsung masuk ke ruangan Arya, berusaha menjauhkan Mega dari Dinda. Saat itu, posisi tangan Mega hendak meraih ujung rambut Dinda, namun segera ditepis oleh mahasiswa bimbingan Hasan yang bernama Riski. "Bu! Hentikan!!" Riski terpaksa membentak Mega. "Kamu mau apa?! Tidak usah ikut campur! Jangan sok-sok an menjadi pahlawan kesiangan!" Mega menatap tajam ke arah Riski. Dinda memegangi bagian kepalanya yang terasa sakit. "Pak Arya sudah datang?" tanya Riski pada Dinda. "Kamu sudah bertemu dengan Pak A
"Apakah aku yang pertama melakukan semua ini padamu?" Arya mendekatkan wajahnya ke wajah Dinda yang memerah. Dinda sengaja tidak menjawab, karena merasa malu. "Hmm. Terima kasih sudah menjaga semuanya untukku." Kembali Arya menghadiahi sebuah ciuman hangat di pucuk kepala Dinda. Ia merasa sangat beruntung hingga bibirnya tidak pernah lepas dari do'a. "Kita berangkat ke kampus bareng ya?" Arya melepaskan Dinda dari pelukannya. "Nanti kamu tunggu dulu. Aku ada empat kelas hari ini. Kita akan pulang jam satu." Dinda tidak menjawab. Hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja. Takut nanti kalau-kalau suaranya akan menjadi senjata makan tuan baginya. "Ya sudah. Tunggu di sini, Aku mandi dulu." Tanpa mengucap apa pun lagi, Arya bangkit dari kasur, berjalan menuju kamar mandi yang sudah tersedia di kamar itu. Dinda buru-buru bangun dari tidurnya. Jangan sampai Arya melihat dirinya masih berbaring manja di atas kasur. Bisa-bisa dirinya benar-benar berakhir menjadi sarapan pagi Arya. Din
Teriakan Mega ternyata terdengar oleh Mona. Mona bergegas menuju kerumunan orang yang tidak jauh dari panggung. Mona menyeruak masuk, mencari Mega. Ia memandangi semua orang yang ada di sana, dan ia dibuat terkejut dengan kehadiran dua pria tampan yang berwajah mirip bak pinang dibelah dua. "Pak Arya ... ? Kenapa bisa ada dua?" Mona menatap Arya dan Fahri secara bergantian. "Mona! Mereka bilang, kalau Pak Arya sudah menikah." Mega tertawa. "Mereka lucu sekali. Candaan yang garing." Mona menatap Mita lalu ke arah Dinda. Ia tidak dapat mengenali Mita maupun Dinda. "Kalian ,,," Mita mengangguk, dan bagi Mona, anggukan Mita adalah sebuah jawaban yang tidak bisa ia tolak kebenarannya. "Terima kasih sudah mengundang kami berdua di acara pertunanganmu. Biarkan kami berdua mengundangmu di acara pesta pernikahan kami besok." Mona terhenyak, mendengar perkataan Mita barusan. Menikah? Mita dan Dinda sudah menikah? Mereka berdua justru sudah menikah lebih dulu daripada dirinya? Mega ter
Arya mendekat ke arah Mita dan Fahri yang saat itu sedang berbicara dengan seorang wanita yang mirip dengan Mega. Kode yang dikirim Mita untuk Dinda ternyata terbaca oleh Arya, hingga ia yakin jika wanita yang sedang membelakangi dirinya dan Dinda adalah benar adanya. "Selamat Malam, Bu Mega. Apakah Ibu mencari saya?" Langkah Arya dan Dinda semakin mendekat ke tempat Mita dan Fahri berada. Arya memasang wajah datar khas dirinya setiap kali bertemu dengan Mega. Ia tidak pernah bersikap ramah pada Mega kecuali saat dia sedang merasa kesal kepada Dinda, karena tidak kunjung memberi jawaban atas niatnya untuk mengajak Dinda menikah. Wanita yang ia sapa menghentikan langkahnya secara tiba-tiba, lalu memutar tubuhnya dengan cepat hingga mereka kini saling berhadap-hadapan. Wajah Mega pucat pasi. Ia tampaknya sangat terkejut dengan kehadiran Arya di depannya. Ia menatap ke arah wanita di samping Arya, yang beberapa detik sebelumnya juga mengucap salam padanya. "Selamat Malam, Bu Mega.
Mita sibuk mengambil beberapa tusuk sate. Ia meletakkan lima tusuk sate ke piring Fahri baru kemudian ke piringnya. "Lima? Kebanyakan, tiga aja." Fahri hendak mengembalikan dua tusuk sate ke tempatnya, tapi Mita langsung merampasnya. "Nggak sopan. Makanan yang sudah diambil tidak boleh dikembalikan. Nggak baik." Mita meletakkan dua tusuk sate Fahri ke piringnya. Tanpa banyak bicara, Mita langsung melahap ke lima tusuk sate itu. Fahri mengawasi semua tingkah dan sikap Mita. Ada banyak hal yang harus ia pelajari mengenai Mita, dan Mita pun harus belajar mengenal dan memahami semua tentang Fahri, mengingat pertemuan mereka begitu singkat dan pernikahan mereka yang begitu cepat. Kemampuan Mita dalam mengunyah makanan yang begitu cepat, mengundang tatapan dan decakan kagum Fahri. Ia suka gaya Mita yang apa adanya. Mita begitu berbeda dengan gadis kebanyakan yang justru menutupi keadaan dirinya, demi mendapatkan citra baik di mata orang lain. Mita meletakkan piring kotor di meja yang te
Mega terpaku pada sosok pria dan wanita yang bergandengan tangan demikian mesra di depannya. Ia tidak mungkin salah mengenali rekan kerjanya, yang selama tiga tahun ini sudah berhasil mencuri perhatiannya "Pak Arya?" desisnya pelan. Ia tidak yakin dengan penglihatannya sendiri. Akan tetapi, apa yang ia lihat saat ini adalah sebuah kenyataan, yang tidak bisa ia tolak. Seseorang mencolek bahunya. "Banyak tamu mengantri di belakang." Mega sontak berjalan kembali ke posisinya. Ia menerima tamu dengan seribu satu pertanyaan di benaknya. Siapa wanita yang bergandengan begitu mesra dengan rekan kerjanya? Itu sangat mengganggu konsentrasinya. Sepuluh menit berlalu, Mega kembali melihat Arya, mengantri masuk dan bersalaman dengan penerima tamu pria. Keningnya berkerut. 'Itu siapa ya? Pak Arya? Apakah Pak Arya tadi keluar lagi lalu sekarang mengantri untuk masuk lagi?' Lagi-lagi, bersamaan dengan pria yang mirip Arya itu mulai bersalaman dengan para penerima tamu pria, ada seorang wanita
Tidak biasanya Mega duduk gelisah sepanjang rapat di ruang rapat gedung rektorat. Ia duduk tidak tenang dan lebih sering menatap jam tangannya. Berulang kali mendesah, mencoba mengusir rasa bosan yang kali ini sering datang menggoda. "Masih lama ya, Pak Hasan?" bisik Mega pada Hasan yang berbanding terbalik dengannya. Hasan fokus sekali pada rapat kali ini, karena menyangkut penetapan tim penguji sidang skripsi besok. Usulan beberapa waktu lalu, yang melarang dosen pendamping mendampingi dan ikut menjadi tim penguji, membuat banyak pihak mengajukan protes, tidak terkecuali Hasan dan Arya. "Baru juga setengah jam yang lalu dimulai, Bu Mega. Pembahasan kali ini sangat penting, jadi tidak mungkin berlangsung cepat." Lagi-lagi, Mega menghela napasnya. Hasan hanya menggelengkan kepalanya. Ia kembali fokus pada materi rapat, karena hasil ini akan ia diskusikan lagi dengan Arya mengenai hasilnya. Mega akhirnya meraih ponsel yang semula ia geletakkan di meja. Ia memilih mengirim pesan pad
Arya langsung menyeret Fahri pergi dari rumah Mita. Waktu sudah sedemikian mepet, tapi kakaknya itu justru tidak juga segera bergerak. "E-E-Eeh! Tunggu! Mau kemana?" seru Dinda menghentikan langkah Fahri dan Arya. "Cari cincin-lah. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?" jawab Arya kesal. "Terus Mita nggak diajak sekalian? Gimana bisa tahu ukurannya kalau Mita justru ditinggal di sini?" Dinda menarik Mita agar mengikuti dirinya menyusul suami dan kakak iparnya. "Tante. Kami permisi dulu." Susan dan Chandra melepas kepergian mereka. Keduanya menerima kedatangan EO yang akan segera menghias rumah mereka. Sedangkan Arya dan rombongan langsung meluncur ke mall, ke tempat ia memesan cincin kawinnya. -0- Rudy sedang tertawa di ruang adminstrasi kampus. Ia sedang memamerkan foto-foto yang ia dapat saat ia dan Hasan menjadi saksi pernikahan Arya dan Dinda. Teriakan iri dan decakan kagum terdengar di ruangan itu. Cerita yang ia sampaikan membuat mereka yang mendengar ikut membayangkan suasan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.