Share

Bukan Pembantu Gratisan
Bukan Pembantu Gratisan
Author: Henny_Hutabarat

Kuhancurkan Semua

"Yatiii!” Ibu mertua memanggilku dengan suara lantang dan memekik, tergopoh tungkai kaki ini menghampiri.

“Dari mana saja kamu, hah?! Ini cepat beresin rumah berantakan semua!” titah Bu Anik– mertuaku dengan wajah bengisnya.

“Tadi sudah saya bersihkan, Bu, tapi anak-anak Kak Mila yang berantakin lagi," ucapku gugup sambil meremas ujung baju kaos yang sedang aku kenakan.

“Jangan banyak alasan! Ayo, beresin lagi!" Dengan mata melotot Bu Anik berteriak memberi perintah.

"Ba … baik, Bu," ucapku lagi dengan nada suara yang masih gugup dan takut.

"Kamu itu, udah numpang hidup di sini, harusnya tahu diri, jangan sampai Arjuna menceraikan kamu, dan balik lagi kamu ke kampung lalu jadi kuli di ladang orang! Dasar menantu nggak tahu diri, udah jelek, bodoh, dan mandul lagi!" cecar ibu mertua tanpa perasaan.

Gusti Allah.

Perih rasanya hati ini ... dengan hati yang terluka, aku membersihkan lagi rumah mertua, iris mata ini membayang dan dalam hitungan detik bulir air mata sudah jatuh ke atas pipi.

Beginilah nasib diriku, selalu dijadikan babu gratisan oleh ibu mertua. Mungkin karena aku ini miskin, dekil dan dari kampung, ditambah tidak bisa memberikannya cucu, sehingga ibu mertua tidak pernah bersikap baik terhadapku.

Beda perlakuannya kepada Kak Mila–istri dari abang iparku, dia cantik dan sudah jadi PNS. Kak Mila, selalu disanjung, dipuji-puji, padahal dia tidak pernah peduli dengan keadaan rumah ini. Aku yang selalu membersihkan rumah, memasak, dan semuanya.

Bahkan, anaknya Kak Mila yang kembar––Rana dan Radit––aku yang selalu merawatnya, karena ibu mereka bekerja. Namun, aku selalu jadi bulan bulanan kemarahan mertuaku, sedangkan Mas Arjuna tidak pernah membelaku.

Hari Minggu ini arisan keluarga akan diadakan di rumah mertuaku. Seperti biasa aku orang yang paling repot. Bukan karena keinginanku, tetapi karena Bu Anik sedari Subuh memberi perintah, ini dan itu.

“Yati, beli ayam tiga kilogram di pasar!” hardik Bu Anik, aku pun segera berlari ke pasar,

"Yati! Sikat kamar mandi, nanti banyak saudara datang, kamar mandi kotor!” cecar Bu Anik kemudian. Aku langsung menyikat kamar mandi sampai bersih.

"Yati! Piring-piring dilap semua!“ hardiknya kembali dan aku langsung kerjakan, layaknya seorang robot, begitulah diri ini diperlakukan.

Semua saudara, sudah berkumpul, di rumah. Makanan juga sudah tertata rapi. Mereka duduk, sambil bersenda gurau.

“Ini semua Mila yang kerjakan, loh ... dia memang menantu the best,“ ucap mertuaku, diiringi senyum sok manis Kak Mila.

“Ah ... Ibu bisa aja, ini udah kewajiban saya sebagai menantu,“ ucap Kak Mila sambil mengibaskan rambutnya yang baru selesai rebonding.

Hah ... apa? Bukankah Kak Mila hanya tiduran sedari tadi, dia beralasan menemani anaknya, gumamku, dalam hati.

“Terus, Yati ke mana, Nik?” ucap Bude, kakak dari mertuaku.

“Itu anak lelet, nggak tahu apa-apa, tiap disuruh salah melulu, beda dengan Mila yang pintar dan cekatan,“ ucap Bu Anik.

Kesabaranku sudah habis, aku tidak bisa diam seperti orang bodoh seperti ini, segera aku melangkah ke depan dan menghampiri mereka yang sedang berkumpul.

"Ibu itu sudah tua, sudah bau tanah, seharusnya tidak ada dusta yang terucap dari mulut Ibu. Sedari pagi aku yang mengerjakan semua, malah Ibu berkata kalau Kak Mila yang pemalas ini yang mengerjakan, apa Ibu sudah buta? Hah! Aku yang mengerjakan, Bu!" cecarku dengan penuh emosi, amarahku tidak terbendung lagi.

"Hilih! Ngomong apa sih, kamu! Ayo cepat ke dapur!" hardik Bu Anik dengan menunjuk ke arah dapur.

"Tidak Bu! Aku tidak bisa lagi menuruti perintah Ibu, suruh saja menantu kesayangan Ibu itu, aku pengen lihat, bisa tidak dia mengerjakan pekerjaan rumah yang seperti Ibu bilang."

"Jangan aneh-aneh kamu, Yati! Ayo cepat cepat hidangkan, makanan! Dasar bodoh, lelet, udik, dekil. Ya Tuhan, dosa apa aku sampai memiliki menantu sampah seperti kamu, itu!" Bu Anik berdiri sambil berkacak pinggang menghardikku

Gegas aku menuju dapur dan meraup sambal di dalam mangkuk, kuhampiri mertua yang sedari tadi masih terus menghinaku. Lalu ku rem*s mulut mertuaku dengan sambal yang aku genggam, puas rasanya hati ini.

”Yati ... apa-apaan, kamu!“ teriak Bu Anik sambil membersihkan sambal yang belepotan di mulutnya.

Bu Anik hendak menampar tapi dengan cepat aku menangkis.

"Yati! Kurang ajar sekali, kamu!" teriak Kak Mila, wanita itu menghampiriku dan bersiap hendak menampar, tapi aku berlari ke arah dapur, entah karena emosi, sehingga Kak Mila tidak memperhatikan langkahnya sehingga ia terpeleset dan kakinya menyenggol meja kecil yang di atasnya terdapat opor ayam sehingga opor tersebut jatuh mengenai wajahnya, aku tertawa nyaring menyaksikannya.

Semua bergidik ngeri melihatku, mereka seperti melihat monster yang siap menerkam. Mas Arjuna menghampiriku, tangannya sudah siap menampar, tetapi kalah cepat denganku. Dengan kekuatan penuh, kutangkis pergerakan tangannya yang ingin menyakitiku.

“Dasar laki nggak berguna, kau nikahi aku hanya untuk jadi pembantu di rumah orang tuamu?!” teriakku.

Semua orang yang ada di rumah itu ketakutan melihatku. Bagaikan seorang monster, mata ini mendelik agar terkesan seram di hadapan mereka. Aku benar-benar lelah menjadi baik dan menurut.

Aku menuju kamar dan kukemasi barang-barang milikku. Biarlah diri ini balik ke kampung menjadi kuli di ladang orang, tidak masalah bagiku. Toh, di sini juga aku diperlakukan bagai kuli, nggak digaji, dihina pula mending aku pulang ke kampung.

"Yati! Keluar kamu! Keluar! Tidak akan kubiarkan kau lolos dari hukumanku, Yati!" teriak Mas Arjuna dari balik pintu. Aku merinding mendengarnya, apakah aku bisa melarikan diri?

Bersambung.

Bersambung.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Erli Wati
lanjut Kusuka ceritanya
goodnovel comment avatar
Pathan Molding
Bagus ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status