Share

Meminta Pertolongan

‘Aku harus segera pergi dari sini, sebelum Mas Arjuna memukulku’ batin ku sambil mengemasi barang-barangku.

Tangan ini bergerak cepat memasukkan pakaian ke dalam tas yang dulu aku bawa saat pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini, aku kumpulkan rasa berani dari ancaman Mas Arjuna, tapi kalau aku terus-terusan merasa takut, mereka akan terus mengintimidasi mental dan jiwaku. 

Aku mendengar mertuaku menangis meraung-raung penuh drama. Padahal, masih melekat ingatan di kepalaku, dia juga pernah mencocol mulutku pakai sambal, saat aku ketiduran setelah menyetrika pakaian mereka yang menggunung.

Setelah selesai berkemas dan sudah berganti pakaian, aku menuju pintu keluar. Sebelum keluar, tangan yang bekas sambal tadi kusapukan di baju Mas Arjuna yang tersusun rapi di lemari. Biar saat dia memakai baju yang terkena sambal, merasakan sensasi hangat terbakar di kulitnya. Agak konyol, tetapi biar saja karena dia juga sering membuatku sakit hati.

Kubuka pintu kamar, seketika semua mata tertuju padaku. Mas Arjuna menghampiriku dengan amarah.

“Mau kemana kamu, Yati! Dasar nggak tahu diri, sudah menumpang malah kurang ajar sama ibuku!” umpatnya. 

Plak!

 Sebuah tamparan keras mendarat di pipiku. Bu Anik dan Mila tersenyum puas. Bahkan kakak ipar itu seperti senyum mengejek ke arahku. 

Segera kuambil guci kecil di lemari yang posisinya pas di samping aku berdiri, kulempar ke arah Kak Mila. Tepat sasaran, benda itu mengenai jidatnya.

 Bug!

 “Aww!” teriak Mila.

Tak kusia-siakan kesempatan, segera kaki ini berlari ke arah pintu keluar.

 “Sudah cukup kalian, keluarga durjana! Sudah cukup kalian memperlakukanku seperti binatang!“ teriakku dari halaman rumah. Sontak membuat semua tetangga berhamburan keluar dan mendekati keributan yang telah aku ciptakan.

Tetangga sudah ramai di depan rumah mertua. Kulihat dari dalam, suami dan mertuaku tergopoh-gopoh dengan wajah pucat pasi melihat diri ini menjerit histeris seperti orang kesurupan.

"Tolooong ... tolooong!" Aku berteriak dengan sekuat tenaga.

Mas Arjuna berusaha menarik tangan ini untuk masuk kembali ke dalam rumah. Aku berusaha memberontak, tapi tenagaku kalah kuat dengannya. 

"Aku tidak akan membiarkanmu, lolos, kau harus menerima konsekuensi dari perbuatanmu," bisiknya sambil terus menarik tubuh ini agar masuk kembali ke dalam rumahnya. 

‘Ya Allah, aku harus bagaimana lagi. Aku benar-benar tidak ingin lagi kembali ke rumah itu.’ batinku dalam hati sambil terus berpikir bagaimana aku bisa lepas dari cengkraman Mas Arjuna.

Semua aku lakukan agar Mas Arjuna kewalahan menarik tanganku, Sorot mata ini tajam menantang ke arah lelaki yang masih berstatus suamiku itu, layaknya orang kesurupan dengan harapan agar Mas Arjuna takut. Terbukti, caraku berhasil. Dia mundur beberapa langkah.

Semenjak ijab kabul, hanya sebulan aku menikmati indahnya pernikahan. Makian sudah menjadi makananku sehari-hari, bahkan saat aku demam panas mereka juga tidak peduli, Bagaikan sapi perah, diri ini harus kerja, kerja, dan kerja. Hingga mencuci bekas menstruasi Kak Mila, diri inilah yang melakukan. 

Karena suara teriakan Mas Arjuna, akhirnya Pak RT datang. Beliau menanyakan apa yang terjadi, Bu Sarti juga datang dan langsung memeluk tubuh ringkih ini  yang sudah hilang kendali.

"Sudah, tenang, Nak," bisik Bu Sarti seraya mengelus pundakku 

Pak RT mengajak masuk agar permasalahan ini diselesaikan secara damai. Akan tetapi, aku sudah tidak mau menginjakkan kaki di tempat itu lagi. Lagi-lagi, Bu Sarti meyakinkanku semua akan baik-baik saja. 

Dengan langkah kaki gamang, diri ini memasuki kembali rumah yang menurutku tempat penyiksaan. Tanpa diminta, tubuh ini gemetar, tetapi Bu Sarti memegang erat tangan ini, seperti mengatakan kalau semua akan baik-baik saja. 

 "Dia menantu kurang ajar! Kurang baik apa keluarga ini sama dia, tapi malah dia tega mempermalukan aku!" ucap Bu Anik sambil berurai air mata dan menangis meraung-raung penuh drama, seolah dialah yang tersiksa.

Munafik, batinku. 

“Dia telah durhaka padaku! Dengan kejam, sambal diremas ke mulutku, padahal selama ini, akulah yang mengurusnya. Bahkan saat dia sakit, akulah yang rela begadang untuknya," ucap Bu Anik lagi, mencoba memfitnahku. 

Kulihat Mas Arjuna memeluk menenangkan ibunya. Pintar sekali  dia bersandiwara. Ya Allah, sudah tua, tetapi tidak sadar dengan umur. Padahal, dialah selama ini tidak memperlakukanku layaknya manusia.

Bahkan, dia sempat memberi nasi basi dan memaksaku agar memakannya. Karena menahan lapar seharian, aku pun tak punya pilihan, menyuap dengan rasa perih mendera di hati ini.

Bu Sarti mengelus tanganku, dia memberiku kekuatan agar menceritakan yang sebenarnya. Diri ini bercerita, dari awal pernikahan sampai kejadian tadi. Para tetangga mendengarkan dengan seksama, ada yang beristighfar kebanyakan hanya bisa menggelengkan kepala dan menarik napas panjang mendengar cerita ini. 

 "Bohong, itu! Bohong semua itu!” seru Kak Mila.

 Cih, muak sekali aku melihat wanita ini, dasar munafik, batinku kesal. 

 "Dia bohong, Pak, Bu. Mertua saya malah baik kepadanya. Tapi malah dia yang kurang ajar!” teriak Mila.

 "Cukup, Mila!" seruku sambil menatapnya tajam.

Sepertinya lemparanku tadi masih menyimpan rasa ketakutan baginya, ditambah tatapan tajamku pas ke arah bola matanya membuatnya menciut dan berlindung di balik badan ipar lelakiku.

"Aku berharap kamu menceraikanku, Mas!" teriakku. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status