Share

Tinggal Di Rumah Bu Sarti

"Yati ...Yati ...."

Aku sudah setengah sadar, ketika mendengar ada suara yang memanggil namaku. Kurasakan juga, sebuah tangan lembut membelai rambut. Dengan mata yang masih berat, aku memaksa mataku terbuka.

"Bu ... aku di mana?" ucapku berbisik, setengah memicingkan mata karena silau.

Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Aku bingung dengan suasana yang masih asing, lalu mencoba untuk duduk di pinggiran kasur, dengan dibantu oleh Bu Sarti.

“Kamu istirahat dulu, Nak, kamu lagi di rumah Ibu. Sementara kamu di sini dulu,” ucapnya ramah sambil menyunggingkan senyum.

"Ini ada teh dan bubur, kamu makanlah dulu tadi kamu pucat sekali," ucap Bu Sarti penuh dengan kasih sayang.

Aku teringat belum ada satu makanan pun yang masuk ke dalam lambung. Karena kalau aku kedapatan makan sebelum acara arisan selesai, Bu Anik pasti sudah berteriak dengan sadis dan brutal.

Segala caci maki lepas bebas dari mulutnya untukku.

Walau dengan rasa malu, aku menghabiskan semangkuk bubur ayam dan teh hangat. Bu Sarti tak lepas memandangku dengan mimik wajah yang sulit aku ungkapkan. Mungkin ada semacam rasa iba saat melihat diri ini makan dengan lahap. Tanpa dikomando, aku melihat air matanya menganak sungai di netra indah Bu Sarti. Tak lama jatuh ke pipinya.

“Maaf, Bu. Saya lapar sekali.” Dengan tertunduk, aku mengucapkan kata-kata itu.

“Tidak apa, Yati. Apa kamu mau tambah lagi?” tanyanya menawarkan.

"Sudah cukup Bu, terima kasih," ucapku pelan dan tetap bersikap sopan.

Setelah lama kami terdiam dalam pikiran masing-masing, aku memecah keheningan yang bisa membuatku canggung.

"Bu ... maaf, saya jadi merepotkan Ibu," ucapku kembali dengan wajah sungkan

"Tidak apa-apa, Yati, Ibu kasihan sama kamu, bukankah kita sebagai umat manusia harus saling tolong menolong. Sungguh, malang sekali nasibmu, Nak,” ucap Bu Sarti lembut.

Air mataku jatuh tanpa permisi. Luapan emosi kesedihan meluap sudah. Begitu banyak kepedihan yang aku alami selama ini. Bertahan tetap dalam keadaan waras saja itu sudah cukup.

Bu Sarti memelukku penuh dengan kasih sayang, membuat tangisan semakin pecah. Karena selama ini batinku sangat tersiksa. Satu perlakuan lembut, bisa membuat diri ini terhanyut dan terenyuh.

"Sudah jangan nangis lagi, kamu istirahat saja, Ibu mau keluar sebentar. Yati, Ibu tinggal, ya, di rumah ada Nadya putri Ibu, dan Mbok Darmi. Kalau ada apa-apa panggil Mbok Darmi saja," ucap Bu Sarti sambil tersenyum.

"Baik, terima kasih, Bu" ucapku sopan, dan membalas senyumnya.

Bu Sarti pun keluar kamar membiarkanku untuk istirahat.

***

Sinar mentari pagi masuk dari celah jendela sehingga membuat sedikit silau. Aku membuka mata, lalu pandangan mencari keberadaan jam dinding, tetapi tidak ditemukan. Aku pun segera beranjak dari tempat tidur untuk keluar kamar, mencari keberadaan Bu Sarti ternyata beliau lagi masak di dapur ditemani Mbok Darmi.

"Maaf Bu, saya bangun kesiangan," ucapku sungkan, segera aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, aku melihat sekeliling mencari objek yang bisa dikerjakan.

"Yati ... sudah tidak apa-apa, kamu istirahat saja dulu," ucap Bu Sarti

"Tidak, Bu, saya harus membantu Ibu," ucapku tak enak hati.

Kebiasaan setiap hari untuk bekerja di rumah mertua, membuatku sungkan berada di sini kalau tidak melakukan apa-apa. Segera kuambil sapu yang terletak di ujung dapur. Melihatku tetap kukuh, lalu Bu Sarti pun memberikan tugas yang gampang saja.

"Kalau kamu tetap maksa, ayo sini bantuin Ibu masak."

Wangi masakan Bu Sarti begitu menggoda selera. Aku mengaduk sup ayam kampung buatan Bu Sarti yang sebentar lagi siap di sajikan.

"Yati, Ibu bisa minta tolong buatkan sambal buat sup ini? Mbok Darmi tangannya sudah tidak kuat mengulek sambal apalagi tangan Ibu," ucap Bu Sarti

"Baik, Bu," ucapku penuh semangat.

Aku mengambil beberapa bawang, cabai merah, rawit merah, lalu dengan cekatan aku memotong bahan-bahan tadi di atas talenan lalu diulek. Ada perasaan mual yang menjalar di tubuhku, Aroma bawang sangat mengganggu.

Aku meneruskan tugas menghancurkan bawang dan cabai agar menjadi sebuah sambal yang siap dinikmati bersama sup ayam kampung. Akan tetapi, tiba-tiba perasaan mual yang sangat hebat menghampiri. Setengah berlari, aku menuju ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perut. Bu Sarti yang sedari tadi memperhatikanku, tampak khawatir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status