Share

Diselamatkan oleh warga

Mas Arjuna dan Bu Anik seolah tidak percaya dengan apa yang barusan aku ucapkan. Mereka berpikir aku wanita yang lemah dan hanya mengandalkan uang pemberian suami, tidak mungkin meminta cerai dari Mas Arjuna.

"Aku tidak akan menceraikan kamu, Yati?! Kamu harus balik lagi ke rumah!" teriaknya.

Aku bergidik ngeri membayangkan harus balik ke rumah yang sudah seperti ne*aka itu. Seketika diri ini meng*muk, aku menghampiri Mas Arjuna, tanpa terduga olehnya, kukuku sudah tert*ncap di kulitnya, lalu tak lupa, aku pun menghadiahi sebuah tend*ngan telak di daerah terlarangnya.

Aku bagaikan monster yang mengamuk bertarung melawan musuh. Warga memegangi kedua tanganku, tetapi aku terus berontak dengan sekuat tenaga. Ingin rasanya menc*bik-c*bik wajah Mas Arjuna, dia ingin aku lebih lama lagi tersiksa di rumah ibunya.

"Lihatlah dia ... begitu kurang ajarnya, kepada suaminya!?" teriak Bu Anik

"Sudah gila, dia,” lanjutnya lagi sembari mencebikkan bibirnya.

Rasanya ingin kuc*kari wajah Bu Anik, dia yang membuat aku seperti ini. Dulu aku wanita yang lugu, polos, dan lembut. Namun, semenjak menikah dengan Mas Arjuna, siks*an demi siksaan aku alami, membuat hatiku beku dan penuh dengan amarah.

"Tolong, Bu Sarti, tolong, Pak RT, saya ingin bercerai dengan dia, saya diperlakukan seperti bin*tang di rumahnya, tolong!” ucapku pilu meminta pertolongan.

"Nak Arjuna, jika Yati sudah seperti ini sebaiknya ceraikan saja dia," ucap Bu Sarti dibarengi anggukan warga yang lain.

“Baiklah, untuk sementara, Yati balik ke kampung dulu,” ucap Pak RT. “Biarlah orang tuamu yang datang ke sini, Yati, untuk menyelesaikan masalah ini. Saya rasa untuk sementara itu penyelesaian yang terbaik.” Pak RT meneruskan pembicaraan, setelah sebelumnya terjeda dengan suara batuknya.

"Sebaiknya, Nak Arjuna, mengantarkan Yati ke kampung jika tidak keberatan, ditemani beberapa warga di sini,” ucap Pak RT lagi.

"Tidak sudi, ya, anak saya menginjakkan kaki di kampung wanita si*lan ini!" ucap Bu Anik dengan angkuhnya

"Astagfirullah," ucap beberapa warga.

“Baiklah, Pak RT, saya akan ceraikan dia, saya juga tersiksa menikah dengan wanita jelek dari kampung seperti dia, saya menikahinya agar ada yang bekerja di rumah Ibu. Lagian saya sudah punya kekasih yang jauh lebih segalanya dari Yati,” ucap Mas Arjuna dengan entengnya merendahkan diri ini.

Harga diriku seperti tidak ada. Menunggu waktu Mas Arjuna lengah, aku pun mendekatinya. Tangan ini seketika men*mpar pipinya dengan keras sekali.

"Si*lan, kau, Yati!" teriak Mas Arjuna.

"Kau, yang si*lan?!" balasku.

Lelaki ini sungguh sangat biadab masa depanku hancur dibuatnya. Dengan entengnya dia berkata menjadikan diri ini pembantu di rumah ibunya secara gratis. Sungguh k*jam.

Masih ingat di kepala, bagaimana dia memperjuangkanku dan berhasil merebut hati kedua orang tuaku sampai akhirnya aku menikah dengannya.

Padahal waktu itu aku berniat mengikuti kursus membuat kue agar mempunyai keterampilan dan tidak di cap wanita bodoh lagi. Lagi pula aku sangat tertarik dengan baking cake dan bermimpi mempunyai toko roti sendiri. Sedikit demi sedikit, aku menyisihkan sebagian penghasilan dari gaji menjadi pekerja di ladang orang lain. Namun, cita-cita itu sirna karena baj*ngan ini.

Aku harus bangkit, aku harus kuat, aku tidak mau menyerah dengan nasib.

"Hei, Yati! Siap-siap saja kamu jadi sampah setelah bercerai dengan anakku. Siapa lagi yang mau denganmu yang j*lek begitu. Udah j*lek, b*doh, miskin, paket komplit untuk dibuang ke comberan!" seru Bu Anik dengan wajah merendahkan sambil tersenyum sinis.

Sungguh ke*am sekali mulut mertuaku ini. Aku tidak tahu hatinya terbuat dari apa. Begitu hinakah aku di matanya?

"Bu ... sebaiknya Ibu diam dan bertobat, sebelum malaikat maut datang mencabut nyawamu. Sudah tua tapi mul*tmu b*suk, seperti sampah,” ucapku tak mau kalah.

Wajah Bu Anik berubah seperti kepiting rebus menahan amarah karena ucapan ku.

"Hei, lihatlah, lihat! Wanita ini yang kalian bela?” teriak Bu Anik pada warga.

"Bahkan dia terang-terangan berbicara tidak sopan dengan yang lebih tua," sambungnya kembali.

"Sekarang aku cuma ingin bercerai dengan anakmu, biarlah dia dengan pacarnya yang cantik itu dan engkau tidak perlu malu lagi punya menantu sepertiku,” ucapku dengan menahan sejuta perih di hati ini.

Entah mengapa tiba-tiba pandanganku kabur, kepalaku pusing dan aku jatuh pingsan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status