Share

Hamil?

Isi dalam perut ini keluar semua, aku merasa mual sekali, kepalaku pusing mencium aroma sambal tadi.

Bu Sarti menghampiri dan memapahku ke sofa di bantu oleh Mbok Darmi

"Kamu kenapa, Nak?" Bu Sarti menatapku dengan ekspresi prihatin.

"Tidak tahu, Bu, tiba-tiba aku mual mencium bau sambal tadi, biasanya tidak pernah seperti ini, Bu.”

Aku memijit pelan kepala yang terasa pusing.

Mbok Darmi membuatkan teh, lalu memijat kaki ini.Diperlakukan sangat istimewa seperti itu, membuat aku merasa sungkan padahal keadaanku saat ini memang butuh pertolongan.

"Atau jangan-jangan, Yati hamil," ucap Mbok Darmi.

Degh.

Ada perasaan yang menjalar di hati saat Mbok Darmi berkata seperti itu. Entahlah perasaan apa, aku juga masih meraba.

"Nanti siang kita coba ke klinik dokter.

Ibu juga khawatir kemarin kamu pingsan dan sekarang muntah-muntah," ucap Bu Sarti.

Walaupun khawatir dengan kondisi diri sendiri, tapi melihat kepedulian keluarga ini, terasa damai.

Hangat sekali keluarga ini, aku begitu nyaman di antara orang-orang baik yang sangat perhatian padaku.

Pikiranku kembali lagi saat diri ini masih di rumah mertua. Dalam keadaan demam sekalipun, tak ada satu orang yang peduli dengan keadaanku yang membutuhkan pertolongan. Bu Anik dan Kak Mila malah pergi berbelanja.

Aku ditinggal seorang diri di rumah. Kondisi badan yang panas, kepala berat, tetapi perut lapar, memaksaku untuk berjibaku.

Dengan langkah terseok, aku berjalan ke dapur untuk memasak mi instan yang tersimpan di lemari. Hati ini menangis. Namun, sekuat tenaga aku harus bertahan demi suami yang tidak pernah peduli sedikitpun kepadaku.

Mi yang sudah jadi, segera aku santap. Kemudian masih dengan badan yang lemas, aku membuat teh hangat, lalu minum obat penurun panas. Setelah itu, kupaksakan tetap beraktivitas walaupun badan ini memberi kode untuk istirahat.

Pada waktu itu, aku sungguh takut saat mertua dan kakak ipar jika pulang dari mal, sementara pekerjaanku belum selesai, mereka pasti marah besar. Cacian dan makian sudah pasti dilontarkan secara bertubi-tubi padaku, makanya walaupun dengan tubuh yang gemetar, aku tetap menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

Kadang Hidup ini harus banyak bersyukur, di saat suami dan keluarganya begitu kejam terhadapku, tetapi Allah mengirim Bu Sarti dan keluarganya untuk menolongku. Pertolongan Allah akan datang pada orang yang bersabar.

****

Bu Sarti memesan taksi online untuk pergi ke klinik. Saat perjalanan, kami melewati rumah mertua. Aku bergidik ngeri bagaikan melihat rumah hantu, karena begitu banyak pengalaman pahit yang aku alami di sana.

Melihat rumahnya saja sudah membuatku merinding.

Tidak butuh waktu lama bagi kami menempuh perjalanan ke klinik. Kini, mobil yang kami tumpangi sudah berhenti di depan pintu masuk. Bu Sarti mengajakku turun.

Setelah mengisi daftar isi dan data pasien, kami menunggu duduk di ruang tunggu, sampai namaku dipanggil dan kami segera memasuki ruangan dokter.

Seorang wanita yang kutaksiri berusia tak jauh dariku, menyambut kedatangan kami dengan senyum ramah. Wanita dengan setelah jas putih itu berhasil membuat diri ini jadi insecure. Entah kenapa, satu pikiran melintas di benakku, mungkin beruntung sekali wanita ini bisa menjadi dokter pasti berasal dari keluarga berada, dan pasti wanita ini disayang suami dan mertuanya.

"Silakan duduk, Bu.” Dokter muda itu berdiri menyalamiku, lalu mempersilakan duduk.

Setelah bertanya, aku pun menceritakan kondisi kesehatanku. Dokter cantik itu menyuruh berbaring di kasur klinik untuk diperiksa, lalu aku disuruh buang air kecil sambil membawa benda pipih berwarna putih di tanganku.

“Selamat, Ibu positif hamil, diperkirakan usia kandungan Ibu sudah empat minggu." Wanita dengan pakaian serba putih itu menjelaskan dengan detail.

Aku terdiam cukup lama, berusaha mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan dokter tersebut. Rasanya tidak percaya, sudah lima tahun menikah, tetapi baru sekarang Allah memberikan kepercayaan kepadaku untuk menjadi seorang ibu.

Perasaan bahagia bercampur sedih bersatu dalam hati ini.

Apakah bayi ini nanti tumbuh besar tanpa sosok seorang ayah di sampingnya. Karena perceraian ini sudah nenjadi keputusanku yang sangat bulat. Tidak boleh Berubah lagi. Aku mengkhawatirkan kondisiku jika harus kembali lagi ke rumah Arjuna. Tanpa aku sadari, tangan ini mengelus perut yang masih rata.

"Selamat, Nak," ucap Bu Sarti sambil memeluk tubuh ini.

Rasa yang bercampur ini, membuat pikiranku melayang entah ke mana. Aku takut jika Mas Arjuna mengetahui kehamilanku, dia akan membatalkan perkataannya tempo hari. Pengadilan agama pun pasti akan menolak pengajuan perceraian, selama diriku masih berbadan dua. Keadaan ini membuatku dilema.

Bayangan rumah yang telah berubah jadi neraka itu kembali terbayang di pelupuk mata. Aku tahu persis tabiat mertua, setelah kembali lagi ke rumah itu, aku pasti diperlakukan seperti budak mereka lagi.

Apalagi Kak Mila yang licik dan pemalas itu. Berbagai alasan pasti dibuatnya agar tidak perlu membantu mengerjakan pekerjaan rumah.

Sepanjang perjalanan dari klinik ke rumah, aku memilih untuk diam, pikiranku entah ke mana. Aku dilanda rasa cemas, Bu Sarti seperti menyadari ini. Sedari tadi aku meremas-remas ujung jilbab, mataku berembun, aku memikirkan nasib ini dan nasib anakku kelak.

"Yati ... serahkan semua kepada Allah, Nak, berdoa terus minta yang terbaik kepada-Nya," ucap Bu Sarti lembut, dan kubalas dengan anggukan, aku memaksa untuk tersenyum walaupun di dalam hati ini sedang kalut.

Sesampai di rumah, Bu Sarti menyarankan aku untuk beristirahat. Akan tetapi, aku tidak mau hanya sekadar bersantai di sana. Tak kupedulikan rasa capek, aku segera mencuci piring dan apa saja yang bisa dikerjakan. Bu Sarti dan Mbok Darmi hanya bisa menggelengkan kepala melihatku padahal mereka sudah melarang.

Biarlah kubawa bekerja untuk menghilangkan rasa cemasku. Aku berkata sendiri dalam hati.

***

Setelah makan malam kami duduk santai di depan TV sambil menikmati acara di televisi. Tiba-tiba suara pintu diketuk

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam," ucap kami serentak.

Nadya berlari mengintip dari jendela, siapakah gerangan tamu yang datang malam ini. Aku mematung, tak tahu apa yang aku lakukan, saat Nadya menyebutkan sebuah nama. Bu Anik. Apakah wanita yang sering msnyiksaku itu tau kalau aku sedang hamil, tidak, sampai kapanpun aku tidak akan mau balik lagi sama Mas Arjuna, tidak akan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status