"Mbak, Mbak Winda!" Firman menjentikkan jari di depan mataku. Aku langsung tersentak, tersadar dari lamunan."Em, a—apa?" ucapku gugup."Aku tanya, Kak Hendra sering berbuat kasar seperti ini? Eh mbak malah melamun." tanya nya. Menatap wajahku.Jadi yang barusan kami lakukan itu hanya hayalanku? Ah, aku langsung menyentuh bibirku. Benar, kering."Mbak kenapa? Bi bir nya masih sakit?""Bukankah kita tadi—" ucapannku terjeda, aku tak jadi melanjutkannya."Tadi apa Mbak, wah jangan-jangan Mbak mikir yang enggak-enggak ya." Firman mengejekku.Aku langsung menggeleng. "Tidak, Mbak gak mikir yang aneh-aneh kok.""Terus itu kenapa, kok megangin bibir aja, apa Mbak Winda mau Firman ci um, biar cepat sembuh?!" Seketika mataku langsung membulat mendengar penawarannya. Aku langsung mencubit pinggang Firman. "Kamu ya!""Aw, sakit Mbak. Ampun Mbak!" Firman mengg3linjang sambil terkekeh. Aku ikut tertawa bersamanya.Kemudian napas kami terengah, tawa kami pun terhenti."Nah, kalo ketawa gini kan M
Read more