Share

2

Pipi Dinda yang sedikit berisi atau bisa dibilang chubby itu, memerah kala memandangi pria yang terbaring lelap di hadapannya, yang kian lama terlihat makin menggemaskan. Pria ini terlihat seksi saat ini akibat pipinya yang kemerahan, wajahnya lugu bak seorang ustad yang sedang menyamar sebagai seorang pegawai kantoran. Ingin rasanya Dinda mencubit pipinya! Jarang sekali dirinya mendapatkan momen untuk memperhatikan pria dengan seksama seperti ini. Sebelumnya saat Dinda sedang mengincar mangsa untuk menghabiskan malam dengan seorang pria, hanya tiga hal yang diperhatikannya. Cara berpakaian, barang yang dikenakan, dan kebersihan. Jadi hanya sekedar bermain semalam, kemudian selesai.

Saat masih sibuk memandangi pria tersebut, pikiran warasnya tiba-tiba saja datang. "Sadar Dinda! Sadar! Dia milik orang" Dinda menyadarkan diri, menampar-nampar wajahnya. Entah kenapa, Dinda merasa bersalah menatapnya sebagai seorang wanita yang mengagumi seorang pria beristri. Mungkin karena wajah pria itu yang terkesan islami dan terlihat layaknya pria pendiam yang mampu bertanggung jawab terhadap wanita yang dicintainya. Dinda berani bersumpah! Pria itu sangat manis, dan membuatnya ingin menjadikannya imam saat memandangnya sedang tertidur seperti sekarang.

Dinda sekilas menunduk. Ia baru menyadari soal gaun pendeknya yang baru dibeli semalam, kotor oleh muntahan pria ini. “Huhhhh,” terdengar lenguhan berdengus panjang dari nafas berat Dinda saat menatap gaun pendeknya yang kotor.

Dinda bergerak ke pojokan kamar, ke kamar mandi. Berniat membersihkan bajunya, sekaligus mencuci muka untuk menyegarkan diri. Dinda menyalakan keran wastafel, dan mulai membasuh ke bagian mukanya terlebih dulu. Karena tempat ini termasuk bar yang mewah, jelas bahwa di setiap kamar mandi ruangan memiliki wastafelnya sendiri-sendiri. Bahkan air di wastafel itu, sangat segar membanjiri wajahnya saat ini. Mungkin ini efek terlalu lelah membopong pria tadi kemari. Setelahnya Ia bergegas membersihkan bajunya yang kotor tersebut dengan air yang mengucur dari keran wastafel.

Saat memandang kaca, Dinda teringat kembali pada pria itu. "Dasar pria bodoh! Menyusahkan saja! Hampir lupa kan, kalo tubuhnya juga kotor semua..." lagi dan lagi Dinda menggerutu kesal dan memutuskan kembali ke kamar setelah beres.

Ia membawa sebaskom air, menyeka wajah dan tangan pria itu. Dinda berusaha mengalah, dan bergerak melucuti sepatu dan kaos kaki pria itu setelah selesai membersihkan sisa-sisa muntahan yang mengotori kemejanya. Dinda sepertinya tak keberatan melakukan hal tersebut. Entah kenapa, Ia merasa senang saja merawat pria itu. Meski menggerutu, sepertinya Dinda tak benar- benar menyesali apa yang dilakukannya sekarang ini.

Tanpa pikir panjang, usai meletakkan sebaskom air keran tersebut, Dinda merangkak ke atas kasur, dengan posisi menungging di atas pria itu. Tanpa ada keraguan ia lekas membuka dua kancing kemeja yang paling atas milik pria tersebut. Dinda diam- diam menyadari bahwa sedari tadi pria dihadapannya ini terlihat kegerahan hingga wajahnya merah ke-unguan seperti babi guling. Benar-benar imut sekali pikirnya. Dinda sampai salah tingkah saat melepaskan kancing terakhir kemeja pria tersebut. Menurutnya wajah pria itu suami-able.

"Coba saja kamu belum punya istri... Pasti aku mau, dijadikan istri olehmu," Dinda dengan sompral mengatakan hal yang tak benar-benar serius ingin Ia katakan tepat diatas wajah pria itu.

Apa saat ini Dinda terlihat sangat murahan? Bahkan terhadap laki-laki yang sudah punya istri pun masih ingin didekati. Padahal jika Dinda benar- benar menginginkan, dengan umur yang masih dua puluh tujuh tahun. Serta parasnya yang rupawan itu, mudah saja bagi Dinda untuk mendapatkan laki-laki muda mapan dengan penghasilan menjanjikan yang mau menikahinya sekarang juga. Tapi apa boleh buat, Dinda tak mau terikat dengan hubungan menyebalkan itu. Ujung-ujungnya bercerai, jika salah satunya bosan dan berselingkuh. Ia lebih merasa nyaman dengan hidupnya yang seperti itu. Tanpa pacar, tanpa suami, juga tanpa ikatan. Sekarang ini pun sudah cukup bagi Dinda, Ia dapat hidup senang-senang tiap malam. Dinda juga mendapat uang dan bisa mengirim uang ke kampung halaman. Kenapa harus pusing-pusing bertengkar dengan alasan tak masuk akal pikirnya. Menurut Dinda, untuk sekarang ini dirinya masih tak tertarik menjalin hubungan dengan laki-laki, termasuk dengan pria di hadapannya.

Bukannya karena apa, alasannya begini adalah karena ulah pria berengsek yang mencampakkannya di masa lalu. Meski dirinya sudah berusaha sebaik mungkin menjadi Wanita yang baik terhadap pasangannya. Tapi masih saja dirinya harus diselingkuhi.

Usai mengudari kancing kemeja milik pria di depannya, tangan Dinda mencoba bergerak turun ke bawah, hendak menarik gesper yang melingkari celana jeans hitam yang dikenakan pria itu. Ia tak berniat melakukan hal tak senonoh terhadap pria dihadapannya tersebut, meski wajahnya cukup tampan. Ia tak semurahan itu!

Namun, saat baru saja ujung telunjuknya menyentuh gesper berwarna hitam dengan motif dadu itu, tiba-tiba saja pria di hadapannya tersebut meraih pundak Dinda. Ia menggeser tubuh Dinda dengan tenaganya yang cukup kuat, membuat Dinda terjatuh tepat ke pelukannya. Tubuhnya hangat sekali, hingga Dinda merasakan sebuah kenyamanan saat dirinya jatuh dipelukan pria tersebut. Sungguh bukan main perasaan Dinda dibuatnya. Ia tak habis pikir dengan semua perlakuan pria ini.

Kini mata mereka bertemu, jarak wajah keduanya tak sampai sejengkal. Dinda bahkan bisa merasakan nafas pria itu yang sedikit berat namun terasa hangat. Dadanya naik turun seperti sesak, karena tubuh Dinda yang menimpanya. Namun pria di hadapannya itu tampak sangat bersedih tergambar dari raut wajahnya. Mata pria itu terlihat sendu, berkaca-kaca. Membuat Dinda merasa sedikit tak enak hati.

"Mas?" Hanya itu, kata yang keluar dari mulut jahanam milik Dinda, bahkan saat pria itu dengan kasar memeluknya secara paksa. Ia masih tak tega, usai mendengar bahwa pria di hadapannya itu habis di selingkuhi istrinya. Harusnya Dinda marah karena dia bersikap tak sopan karena memeluknya. Meski Dinda seorang wanita malam, Dinda tak sembarangan tidur dengan lelaki mana saja. Dirinya juga punya harga diri.

"Tari..." Pria itu memanggil- manggil nama wanita itu. Baj*ngan itu benar-benar minta ditinju wajahnya, pikir Dinda.

“Berani-beraninya dia memelukku seperti sekarang ini, dan masih menyebut wanita sialan itu!” gerutu Dinda amat kesal. Mau tak mau walaupun pelukan itu terasa nyaman, Dinda berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari pelukannya.

"Jangan pergi, jangan..." pria itu tak mau berkompromi. Ia malah mempererat pelukannya saat Dinda mencoba meloloskan diri. Tapi Dinda menyukai momen tersebut. Ia suka cara pria itu memeluknya, sangat hangat rasanya. Apa hal itu yang disebut pelukan kasih sayang? Segitu sayangnya kah lelaki ini pada perempuan gila itu? Banyak pikiran aneh yang terbesit dibenak Dinda saat memikirkan pria ini. Pria yang sampai sekarang belum diketahui namanya oleh Dinda.

Saat Dinda hendak mencoba kembali untuk melepaskan pelukan pria tersebut, sebuah kartu nama terjatuh dari saku kemeja pria itu, karena gerakan yang ditimbulkannya.

“Ricky?”

Bersambung…

Komen (1)
goodnovel comment avatar
angeelintang
ku ikut deg2annnn!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status