Share

3

“Ricky?” Dinda membolak-balik kartu nama tersebut entah tengah memastikan apa. Dirinya masih dalam posisi tengkurap dipeluk sang pria yang diketahui Dinda bernama Ricky tersebut. Dinda mengerutkan dahinya memandang kartu nama itu kemudian menatap wajah Ricky, begitu terus secara berulang. Ia sepertinya juga cukup takjub oleh nama indah pria tersebut.

“Bahkan namanya pun cakep, seperti parasnya!” tutur Dinda menarik nafas panjang, karena merasa cukup sesak dipeluk Ricky sedari tadi.

Pada saat yang bersamaan Dinda merasa bahwa Ricky sudah mulai mengendurkan pelukan, Ia merasakan bahwa ikatan tangan milik Ricky yang melingkari pinggulnya mulai merenggang. Sepertinya Ricky sudah tak mengigau lagi. Buru-buru Dinda bergeser, menggerakkan tubuhnya untuk berguling ke samping. Ia merasa tak nyaman kalua berlama- lama berada di pelukan Ricky yang merupakan suami orang. Kini posisi Dinda terlentang menghadap atap ruangan, dimana Kepalanya beralaskan tangan milik Ricky yang membentang ke samping. Ia menjunjung kartu nama milik Ricky tersebut ke atas, kembali memandangnya.

“Dokter Bedah Torakoplastik?” Dinda memanyunkan bibirnya karena tak mengetahui arti dari ‘Torakoplastik’ yang ada dalam kartu nama milik Ricky.

(Torakoplastik ; cabang ilmu kedokteran mengenai bedah dada)

Kini keduanya dalam posisi layaknya seorang pasangan yang hendak menikmati tidur bersama, mengarungi mimpi indah malam itu. Sungguh pemandangan yang romantic untuk disaksikan. Dinda menyudahi acaranya memandangi kartu nama Ricky yang tak habis- habisnya membuatnya berpikir tersebut. Kini Dinda justru sedang berpikir penasaran, mengenai bagaimana reaksi Ricky saat dia sepenuhnya sadar esok hari. Menarik bukan? Bisa- bisanya seorang dokter Ricky hendak meniduri wanita yang bukan istrinya ini.

Namun Dinda tak berniat melakukan apapun saat itu, rasanya matanya juga mulai kantuk karena kelelahan. Dinda memilih untuk mencoba memejamkan mata, tidur diatas lengan dokter Ricky. Dari yang dapat Dinda rasakan bahwa lengan milik Ricky cukup berisi, sepertinya dia rajin berolahraga pikirnya. Meski begitu, Dinda tak bernafsu untuk bercinta dengannya malam itu. Dinda tak mau merusak Ricky yang sepertinya orang baik-baik dan sosok pria yang bertanggung jawab menurutnya.

Dinda mulai hanyut dalam kantuk. Namun, tiba-tiba saat baru saja dirinya baru saja memejamkan mata berniat tidur. Sesuatu yang hangat menyentuh bibirnya. Dinda awalnya mengira bahwa benda kenyal lembut yang menyentuhnya tersebut adalah sebuah tangan atau pipi milik Adan yang tak sengaja menyentuh bibir merahnya. Tapi nyatanya tebakan Dinda salah. Itu bibirnya, bibir milik Ricky, pria yang  tertidur di sebelahnya. Ia tak menyangka bahwa Ricky akan berbuat sejauh itu terhadapnya. “Apa kini pria ini Kembali memimpikan istri gilanya itu?” batin Dinda memikirkan apa yang sedang Ricky perbuat.

Dinda yang sebelumnya memejamkan mata, perlahan membeliakkan kelopak matanya untuk mengecek keadaan. Dinda jelas melihat wajah Ricky yang kini sudah berpindah tepat diatas wajah Dinda, membuatnya setengah terkejut. Bibir kami masih bersentuhan, belum ada pergerakan sama sekali. Aku yang waspada, juga masih belum berpindah tempat memandanginya yang tak membuka mata sama sekali.

Ricky dengan perlahan memberi tekanan pada bibirnya yang cukup pink untuk ukuran seorang pria tersebut terhadap bibir Dinda. Ia melumat lembut bibir merah Dinda, memberi kesan seperti sedang mengulum. Dan Dinda tak menolaknya sama sekali, meski hal itu adalah pertama kalinya dirinya berciuman dengan pria.

“Kurang ajar! Pria ini begitu saja mengambil ciuman pertamaku! Jujur saja, meski aku pernah tidur dengan beberapa pria, tapi aku tak pernah mau di cium apalagi sampai dilumat seperti ini.” Batin Dinda yang menyesap rasa manis, saat bibir keduanya bertemu. Dinda kini menyadari bahwa Ricky sepertinya bukan seorang perokok, Ia tak mencium aroma rokok dari bibir manis Ricky.

Pergerakan bibirnya, membuat ujung bibir Dinda yang merah menjadi basah karena saliva. Anehnya, Dinda diam saja dengan mata melongo menatap Ricky melumat bibirnya dengan lembut. Sepertinya Dinda menikmati ciuman tersebut. Ia yang mulai terbawa suasana dan permainan bibir Ricky, mulai kewalahan menahan birahinya. Dinda akhirnya, tak mampu lagi membendung nafsunya.

Entah apa yang sedang dibayangan Ricky sekarang ini, yang jelas Dinda tahu bahwa Ricky sedang bernafsu berat. Dan Dinda tampak tak keberatan, dengan membalas ciuman pria di hadapannya tersebut. Sambil masih melumat bibir Dinda dengan lembut Ricky mulai berani menggerakkan kedua tangannya untuk melepaskan kemeja biru laut yang dikenakannya. Ia melemparkannya entah kea rah acak sambil samar- samar menatap respon Dinda terhadap Gerakan yang diciptakannya, kemudian Kembali melanjutkan acara menciumi Dinda secara lebih dalam.

Ia berhenti! Ricky tak bergeming sambil menarik wajahnya pelan, membuka sedikit pandangannya. Dahinya mengernyit menatap Dinda yang berada di bawahnya. Tiba-tiba Ricky mengangkat tangan kanannya, menggerakkannya pada rambut Panjang milik Dinda yang tampak terurai berantakan. Ia meraba dan mengelusnya dengan lembut. Seolah sedang membelai kekasihnya.            Dinda tak berkutik, atau memberi respon berlebihan saat menatap Ricky tersenyum terhadap dirinya.

“Dasar pria gila,” gumam Dinda.

Ricky yang bernafsu berat kembali mendekatkan wajahnya terhadap Dinda, kini posisinya sedang menindih Dinda. Ia mencium kening Dinda dengan lembut, sambil melontarkan senyum indahnya lagi.

“Apa dia akan mencium bibirku lagi? Aku terus berpikiran kotor, dan tak mampu berpikir jernih. Pria ini benar-benar sialan! Ia memperlakukanku secara berbeda. Ini pertama kalinya aku dibeginikan oleh seorang pria yang hendak meniduriku.” Batin Dinda berkecamuk memikirkan banyak hal soal perlakuan Ricky terhadapnya barusan.

Dinda memejamkan mata, sambil menautkan kedua bibirnya seolah tak mampu lagi menahan nikmat. Ia secara tak terduga mulai mengerang tanpa sadar, saat pria yang menindih tubuhnya berusah menjilati sekujur lehernya tanpa ampun.

“Baiklah! Aku siap ditidurimu mas! Itulah yang terlintas dibenakku saat melihatnya mendekatkan wajahnya ke wajahku lagi.” Dinda dengan mantap mengatakan hal tersebut dalam hati kecilnya. Ricky menyipitkan mata, dan kembali menyodorkan bibirnya mengarharapkan balasan. Ia turun ke payudara milik Dinda yang cukup besar dan menyembul diantara belahan gaunnya, membuat Ricky semakin bernafsu saja.

Ricky dengan kasar karena dipengaruhi nafsunya, menarik paksa tali bra berwarna pink milik Dinda, memelorotkannya. Ia turun ke arah rok span, berwarana abu-abu gelap milik Dinda menurunkan resletingnya. “Apa kamu siap sayang?” Ricky berbisik pelan, tepat bergesekan dengan daun telinga Dinda. Membuatnya menggeliat karena kegelian. Ia mengangguk- angguk menyetujui jajakan Ricky yang sudah terlalu jauh terhadapnya. Tanpa piker Panjang, Ricky segera menggagahi Dinda tanpa ampun. Keringat mengalir deras karena Dinda juga lupa menyalakan penyejuk ruangan. Ia mengerang tak sanggup, menatap langit-langit saat kejantanan Ricky menghujaminya berkali-kali.

“Aku suka mas! Nikmat sekali rasanya… Teruskan! Hmmmh…” Dinda melenguh kenikmatan karena Gerakan yang dibuat Ricky terhadapnya

“Baiklah, jangan menyesalinya…” Ricky melanjutkan apa yang dilakukannya terhadap Kiran dalam kondisi setengah sadar.

Bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
angeelintang
rai berani banget sihh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status