Share

Pernikahan Kontrak Gadis Buntung
Pernikahan Kontrak Gadis Buntung
Penulis: Lisa PLH

Dijual Paman

"Aku mohon! Tolong jangan lakukan itu!" ucap seorang gadis dengan kedua belah telapak tangan yang menyatu di depan dada. Air matanya berjatuhan, membasahi wajah cantiknya yang berhias make up tebal.

Namanya Melissa Adinanda. Malam ini, ia harus berhadapan dengan seorang pria hidung belang. Pamannya kalah bermain judi dan menjadikan Melissa sebagai bayaran atas hutangnya.

"Gadis manis, kamu tidak usah sok polos segala! Apa tujuanmu berada di sini kalau bukan untuk melayaniku?"

Melissa hanya bisa menekuk kedua lututnya di pojok ruangan mewah di salah satu kamar hotel bintang lima. Sementara di depannya, pria dengan umur lima puluh tahunan terus berjalan dengan tatapan penuh nafsu. Pandangan pria itu belum juga lepas dari tubuh seksi Melissa yang hanya tertutup kain minim bahan. Belahan dada Melissa sungguh sangat terlihat. 

 "Aku juga sudah membayarmu dengan harga yang tinggi. Masa aku tidak bisa menyentuhmu?" ujar pria itu. Jari jemari keriputnya kemudian menangkup lengan kecil Melissa.

Tubuh Melissa diseret menuju ke ranjang empuk berdekorasi rangkaian bunga. Bunga mawar merah tabur memenuhi lantai kamar, layaknya pengantin yang hendak menjalankan malam pertama dengan istri tercinta.

Melissa ingat sekali, beberapa jam lalu sebelum berurusan dengan pria tua lupa usia di hadapannya saat ini, Melissa hanya sedang terduduk lelah di atas kasur lipat. Keringatnya bercucuran membasahi wajah bahkan pakaiannya. Ia baru pulang bekerja. Tugasnya sepanjang hari memang mencari nafkah untuk membantu pamannya memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Perhatian Melissa kemudian teralihkan tatkala tirai kamarnya terbuka. Sesosok pria dengan tubuh kekar berdiri di balik teras terbuka.

"Paman, biarkan aku istirahat sebentar! Kakiku lelah sekali. Aku janji akan mengerjakan pekerjaan rumah selepas lelahku berkurang," ujar Melissa mengambil minyak urut lalu menggosokkan pada tubuhnya.

"Aku datang ke sini bukan untuk menyuruhmu mengerjakan pekerjaan rumah. Ada sesuatu yang lebih penting. Ini, ambillah!" Agus, paman Melissa, menyodorkan paper bag.

"Apa ini, Paman?" tanya Melissa sambil menatap datar Agus.

"Buka saja!" perintah Agus melipat tangan di dada.

Melissa membuka paper bag pemberian dari pamannya. Isi di dalam paper bag itu adalah sebuah dress mini ketat berwarna abu-abu.

"Pakaian ini untukku?" Melissa mengerutkan kedua kening hingga menyatu di atas kening.

Agus menganggukkan kepala, lalu mengedarkan pandangan pada bentuk tubuh anak dari almarhum adiknya itu dari ujung kaki hingga wajahnya yang belum tersentuh make-up. Seringai iblis tersungging di bibir Agus. Ia memegang dagu sambil menatap bagian tubuh tertentu keponakannya itu. "Kamu harus membalas jasa yang selama ini saya berikan kepadamu!" tutur Agus, dengan tatapan memaksa.

"Maksud Paman bagaimana?" Melissa mengerutkan kening.

"Malam ini, kamu harus berdandan secantik mungkin! Karena tugasmu melayani nafsu seorang bos batubara terbesar di kota ini," jelas Agus, yang seketika membuat detak jantung Melissa terhenti sesaat.

"Pa-paman menjualku?" Melissa tidak tahu haru mengatakan apa.

Agus menganggukkan kepalanya, sebagai jawaban untuk pertanyaan Melissa. 

"Paman, apa yang kurang aku berikan kepadamu? Mengapa Paman tega menjualku ke pria hidung belang?" rintih Melissa. "Selama bertahun-tahun, aku membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluargamu. Bahkan sepeserpun uang hasil aku kerja, tidak pernah aku nikmati. Semua aku serahkan kepada kalian. Apakah semua pengorbananku belum cukup?" Melissa berderai air mata. "Aku mau melakukan apapun, tapi untuk yang ini, aku angkat tangan. Aku menolak!" pungkasnya lantang sembari bersimpuh di hadapan kaki pamannya.

Sekali dalam seumur hidup, baru kali ini Melissa memberanikan diri membantah perintah Agus dengan ketegasan.

Agus yang tidak terima penolakan Melissa, melayangkan kepalan tangan, menghantam wajah keponakannya.

"Akkkh!" Detik itu juga, darah segar mengalir dari bibir dan hidung Melissa.

Tanpa ampun, Paman Agus menarik rambut Melissa hingga beberapa helai rambutnya rontok. "Kamu berani menentangku?! Lebih baik kamu sadar diri terlebih dulu sebelum menolak perintah dariku!" gertak Agus menatap Melissa yang begitu kesakitan. "Uang hasil kerjamu itu tidak seberapa. Untuk membeli perlengkapan dapur saja tidak cukup. Apalagi buat membiayai biaya sekolah ketiga anakku. Kamu harus bekerja dengan gaji yang besar. Tunjukkan bentuk timbal balikmu atas kebaikanku karena sudah menerimamu tinggal satu rumah. Andai menuruti perkataan istri dan anak-anakku, kamu bakal jadi gembel di jalanan." 

Melissa mengingat berapa besar jasa Paman Agus selama ini. Menampungnya dari usia lima tahun hingga menyekolahkannya hingga lulus SMP. Dulu Agus adalah paman yang baik. Ia memperlakukan Melissa bagaikan anak kandungnya sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu, Agus berubah setelah mendapatkan hasutan dari istri dan anak-anaknya yang sejak dulu tidak menyukai Melissa. 

"Kamu harus mau! Jika kamu menolak, maka jangan salahkan aku jika tubuhmu kubuat cacat permanen!" ancam Agus dengan tatapan mata yang semakin menyeramkan. Seketika, Melissa menundukkan kepalanya menatap barisan lantai keramik yang sudah lama dipijak-pijak. Cukup keramik saja yang cacat, dirinya jangan sampai.

"Sayang, apa yang membuatmu diam membisu?" tanya pria tua tadi, sontak menghentikan lamunan Melissa.

Kini tidak ada jarak lagi diantara keduanya. Bahkan hembusan nafas mereka saling tukar menukar. Tidak ada celah bagi Melissa untuk melarikan diri. 

Tangan pria itu menyeka tetes demi tetes air mata Melissa. "Ayolah! Sudahi air matamu! Aku tidak akan melepaskanmu. Pokoknya, kamu harus melayaniku sampai puas, sepadan dengan bayaranku kepada Pamanmu!" Jarinya mulai nakal membelai wajah Melissa.

"Lepaskan aku!" teriak Melissa nyaring mengusik telinga pria ubanan itu.

"Ah, jangan memperpanjang waktu! Tidak ada penolakan, Nona cantik!" 

Dengan satu gerakan, tubuh Melissa dibanting ke kasur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status