"Aku mohon! Tolong jangan lakukan itu!" ucap seorang gadis dengan kedua belah telapak tangan yang menyatu di depan dada. Air matanya berjatuhan, membasahi wajah cantiknya yang berhias make up tebal.
Namanya Melissa Adinanda. Malam ini, ia harus berhadapan dengan seorang pria hidung belang. Pamannya kalah bermain judi dan menjadikan Melissa sebagai bayaran atas hutangnya."Gadis manis, kamu tidak usah sok polos segala! Apa tujuanmu berada di sini kalau bukan untuk melayaniku?"
Melissa hanya bisa menekuk kedua lututnya di pojok ruangan mewah di salah satu kamar hotel bintang lima. Sementara di depannya, pria dengan umur lima puluh tahunan terus berjalan dengan tatapan penuh nafsu. Pandangan pria itu belum juga lepas dari tubuh seksi Melissa yang hanya tertutup kain minim bahan. Belahan dada Melissa sungguh sangat terlihat.
"Aku juga sudah membayarmu dengan harga yang tinggi. Masa aku tidak bisa menyentuhmu?" ujar pria itu. Jari jemari keriputnya kemudian menangkup lengan kecil Melissa.Tubuh Melissa diseret menuju ke ranjang empuk berdekorasi rangkaian bunga. Bunga mawar merah tabur memenuhi lantai kamar, layaknya pengantin yang hendak menjalankan malam pertama dengan istri tercinta.
Melissa ingat sekali, beberapa jam lalu sebelum berurusan dengan pria tua lupa usia di hadapannya saat ini, Melissa hanya sedang terduduk lelah di atas kasur lipat. Keringatnya bercucuran membasahi wajah bahkan pakaiannya. Ia baru pulang bekerja. Tugasnya sepanjang hari memang mencari nafkah untuk membantu pamannya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Perhatian Melissa kemudian teralihkan tatkala tirai kamarnya terbuka. Sesosok pria dengan tubuh kekar berdiri di balik teras terbuka."Paman, biarkan aku istirahat sebentar! Kakiku lelah sekali. Aku janji akan mengerjakan pekerjaan rumah selepas lelahku berkurang," ujar Melissa mengambil minyak urut lalu menggosokkan pada tubuhnya."Aku datang ke sini bukan untuk menyuruhmu mengerjakan pekerjaan rumah. Ada sesuatu yang lebih penting. Ini, ambillah!" Agus, paman Melissa, menyodorkan paper bag."Apa ini, Paman?" tanya Melissa sambil menatap datar Agus."Buka saja!" perintah Agus melipat tangan di dada.Melissa membuka paper bag pemberian dari pamannya. Isi di dalam paper bag itu adalah sebuah dress mini ketat berwarna abu-abu."Pakaian ini untukku?" Melissa mengerutkan kedua kening hingga menyatu di atas kening.
Agus menganggukkan kepala, lalu mengedarkan pandangan pada bentuk tubuh anak dari almarhum adiknya itu dari ujung kaki hingga wajahnya yang belum tersentuh make-up. Seringai iblis tersungging di bibir Agus. Ia memegang dagu sambil menatap bagian tubuh tertentu keponakannya itu. "Kamu harus membalas jasa yang selama ini saya berikan kepadamu!" tutur Agus, dengan tatapan memaksa."Maksud Paman bagaimana?" Melissa mengerutkan kening."Malam ini, kamu harus berdandan secantik mungkin! Karena tugasmu melayani nafsu seorang bos batubara terbesar di kota ini," jelas Agus, yang seketika membuat detak jantung Melissa terhenti sesaat."Pa-paman menjualku?" Melissa tidak tahu haru mengatakan apa.Agus menganggukkan kepalanya, sebagai jawaban untuk pertanyaan Melissa. "Paman, apa yang kurang aku berikan kepadamu? Mengapa Paman tega menjualku ke pria hidung belang?" rintih Melissa. "Selama bertahun-tahun, aku membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluargamu. Bahkan sepeserpun uang hasil aku kerja, tidak pernah aku nikmati. Semua aku serahkan kepada kalian. Apakah semua pengorbananku belum cukup?" Melissa berderai air mata. "Aku mau melakukan apapun, tapi untuk yang ini, aku angkat tangan. Aku menolak!" pungkasnya lantang sembari bersimpuh di hadapan kaki pamannya.Sekali dalam seumur hidup, baru kali ini Melissa memberanikan diri membantah perintah Agus dengan ketegasan.Agus yang tidak terima penolakan Melissa, melayangkan kepalan tangan, menghantam wajah keponakannya."Akkkh!" Detik itu juga, darah segar mengalir dari bibir dan hidung Melissa.Tanpa ampun, Paman Agus menarik rambut Melissa hingga beberapa helai rambutnya rontok. "Kamu berani menentangku?! Lebih baik kamu sadar diri terlebih dulu sebelum menolak perintah dariku!" gertak Agus menatap Melissa yang begitu kesakitan. "Uang hasil kerjamu itu tidak seberapa. Untuk membeli perlengkapan dapur saja tidak cukup. Apalagi buat membiayai biaya sekolah ketiga anakku. Kamu harus bekerja dengan gaji yang besar. Tunjukkan bentuk timbal balikmu atas kebaikanku karena sudah menerimamu tinggal satu rumah. Andai menuruti perkataan istri dan anak-anakku, kamu bakal jadi gembel di jalanan."Melissa mengingat berapa besar jasa Paman Agus selama ini. Menampungnya dari usia lima tahun hingga menyekolahkannya hingga lulus SMP. Dulu Agus adalah paman yang baik. Ia memperlakukan Melissa bagaikan anak kandungnya sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu, Agus berubah setelah mendapatkan hasutan dari istri dan anak-anaknya yang sejak dulu tidak menyukai Melissa.
"Kamu harus mau! Jika kamu menolak, maka jangan salahkan aku jika tubuhmu kubuat cacat permanen!" ancam Agus dengan tatapan mata yang semakin menyeramkan. Seketika, Melissa menundukkan kepalanya menatap barisan lantai keramik yang sudah lama dipijak-pijak. Cukup keramik saja yang cacat, dirinya jangan sampai."Sayang, apa yang membuatmu diam membisu?" tanya pria tua tadi, sontak menghentikan lamunan Melissa.Kini tidak ada jarak lagi diantara keduanya. Bahkan hembusan nafas mereka saling tukar menukar. Tidak ada celah bagi Melissa untuk melarikan diri.Tangan pria itu menyeka tetes demi tetes air mata Melissa. "Ayolah! Sudahi air matamu! Aku tidak akan melepaskanmu. Pokoknya, kamu harus melayaniku sampai puas, sepadan dengan bayaranku kepada Pamanmu!" Jarinya mulai nakal membelai wajah Melissa.
"Lepaskan aku!" teriak Melissa nyaring mengusik telinga pria ubanan itu."Ah, jangan memperpanjang waktu! Tidak ada penolakan, Nona cantik!"Dengan satu gerakan, tubuh Melissa dibanting ke kasur.
Tubuh Melissa dibanting hingga mental di atas kasur empuk berukuran jumbo. Tidak berselang lama, pria itu menindih tubuhnya. Kedua kaki dan tangan Melissa terkunci. Ia sulit untuk bergerak. Meski tua, tenaga pria itu tidak bisa disepelekan. Yang bisa Melissa lakukan hanya menangis. "Pak, aku ini masih muda, tidak layak menjadi penghangatmu. Aku juga masih perawan, belum pernah disentuh sama sekali. Masa Bapak tega mau menyetubuhi aku yang berusia lebih muda dari anak Bapak sendiri?!" bujuk Melissa. Tidak mungkin pria berumur lima puluh tahunan seperti dia belum mempunyai istri dan anak. Melissa yakin anaknya pasti seumuran dirinya atau mungkin lebih tua darinya.Bukannya melepaskan, pria itu malah tertawa nyaring. "Malahan yang masih suci itu yang segar! Kan belum pernah disetubuhi!" ujarnya. Hasratnya malah semakin memuncak saat tahu Melissa masih suci.Tiba-tiba, Melissa mendapat ide untuk melepaskan diri. "Pak, aku akan melayanimu malam ini. Tapi tolonglah lepaskan tanganmu di leng
Melihat gadis itu telah sadarkan diri di rekaman CCTV dalam ruangan, dokter yang ditugaskan mengurusnya, segera mendatanginya."Nona, bagaimana keadaanmu?" tanya dokter sesaat setelah tiba di ruang rawat.Gadis itu menoleh, seorang pria mengenakan seragam dinas dokter dengan stetoskop bergantung di lehernya, berada di sampingnya dengan wajah cemas."Masih rada sakit," jawabnya."Namamu siapa?""Melissa," jawabnya singkat.Tatkala mengingat apa yang sebelumnya terjadi, kepalanya terasa sangat sakit sekali. Melissa menurutnya untuk meringankan rasa sakit."Arghhh?!" desah Melissa."Tenanglah! Jangan memikirkan kejadian itu. Keadaanmu akan lebih buruk lagi," perintah dokter mengusap bahu Melissa."Aku harus pergi. Paman akan menemukanku. Aku nggak boleh tertangkap. Dia jahat, sangat jahat!" teriak Melissa seraya bangun dari berbaring.Sementara sang dokter menahan gerakannya. "Kamu harus tetap di sini! Aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum kamu sembuh," cegahnya menekan dada Melissa a
Setelah mendapatkan suntikan, tubuh gadis itu melemah. Suara gaduh yang dia ciptakan, hening seketika. Perlahan matanya terpejam, pengaruh dari obat bius."Maafkan aku!" ucap dokter mengusap kepalanya.Dokter itu menginformasikan keadaan Melissa kepada Nadir via telepon.Tidak berselang lama, panggilan diterima."Pak, dia sudah sadarkan diri.""Baik, terima kasih informasinya. Setelah meeting saya akan ke sana" sahut Nadir menutup panggilan tanpa sahutan lagi dari dokter.Satu jam berlalu. Nadir tiba di rumah sakit, di saat itu Melissa telah bangun dari tidur. Ia menangis pilu sendirian di kamar rawat tanpa ada seorang pun menemani."Bagaimana keadaanmu?" tanya Nadir sesaat setelah berdiri di samping brankar Melissa.Melissa menoleh. Seorang pria yang sama sekali tidak dikenalnya sedang berdiri di sampingnya dengan tatapan sedih."Menurutmu, apakah aku baik-baik saja?" tanya balik Melissa tampak matanya sudah membengkak. Biji matapun memerah bagaikan darah.Harusnya Nadir tidak bertan
"Dia Melissa," sahut Nadir memperkenalkan Melissa, sebentar Melissa tersenyum, tetapi sekian detik kemudian senyumnya luntur karena perempuan paruh baya itu menatap tidak suka."Melissa, perkenalkan ini Ibuku, dan kedua adikku, Erik sama Vallen!" ujar Nadir memperkenalkan keluarganya.Masih tidak ada sapaan, mereka menatapnya sinis, terutama pada bagian kakinya yang buntung.Namun lain dengan adik lelaki Nadir yang bernama Erik. ia mendekat sembari menjulurkan tangan. Dengan tangan bergetar, Melissa membalas uluran tangannya sebagai tanda perkenalan."Salam kenal yah!" ujarnya senyumannya belum juga luntur.Tiba-tiba, Sarah menarik tangan Nadir, membawanya pergi menjauh dari gadis itu."Ada apa Ibu?" tanya Nadir sedikit merasa tidak nyaman ketika melihat Melissa termenung menatapnya jauh."Ngapain kamu bawa dia ke sini?" tanya balik Sarah menunjuk dengan mulut keberadaan Melissa dari kejauhan."Sebelumnya aku sudah bercerita tentang dia, bukan?" tanya Nadir di anggukkan oleh Sarah."T
Lima hari berlalu ….Puluhan foto model dengan gaun pengantin ditunjukkan Nadir di tengah perkumpulan keluarga di ruang tengah. "Kira-kira gaun yang mana cantik untuk Melissa kenakan, Ibu, Erik?" tanya Nadir."Tidak usah terlalu mewah. Kamu menikahinya hanya sekedar tanggung jawab. Buat apa pesta besar-besaran? Sudah pilih saja yang paling murah. Kita tidak akan mengundang orang lain," caci Sarah menghindari berpandangan langsung dengan Nadir.Perkataan Sarah barusan ditanggapi tidak baik oleh Nadir dan Erik. Dari awal memang Sarah tidak menyukai kehadiran Melissa di rumahnya. Bukan karena Melissa kurang cantik dan berbody, keadaannya tidak sempurna wanita luaran sana. Melissa cacat lagi bukan keturunan orang berada."Ibu kok gitu sih? Walau bagaimanapun, ini tetaplah pernikahan yang sama dengan orang lain. Melissa harus tampil cantik dan di tampilan di depan banyak orang," ujar Nadir. "Ibu nggak maukan aku sampai diomongin teman-temanku karena acara pernikahanku tidak semestinya?""Ib
Surat undangan beserta paper bagnya dilemparkan ke bak sampah. Sarah tidak akan membiarkan orang lain datang ke acara pernikahan putranya dengan gadis buntung itu."Lebih baik aku di benci anakku sendiri daripada harus menanggung malu seumur hidupku," gumam Sarah tersungging senyum miring. Dengan membuangnya, surat-surat itu tidak akan sampai ke tangan orang lain.Sekian menit berlalu ….Selepas membersihkan diri, Sarah pergi ke kamar putri bungsunya di sebelah kamarnya. Hanya memastikan gadis mungil itu sedang belajar atau bermain ponsel.Pada saat Sarah masuk, Vellen tengah duduk di kursi depan meja belajarnya, berkurat di depan komputer. Ia bersenandung dengan headphone menutupi kedua belah telinga. Untungnya suara Vellen bagus, hingga Sarah ikut berlarut dalam alunan lagunya."Shuut … ngapain kamu?" bisik Sarah mengejutkan Vallen.Seketika Vallen melepaskan headphone dan mematikan layar komputernya. "Anu Bu, aku tadi lihat-lihat madsos punya teman," jelasnya gelagapan.Melihat waj
Lima hari berlalu. Tibalah waktunya resepsi pernikahan.Berbagai makanan telah dihidangkan, keluarga besar Nadir juga sudah berdatangan, pak penghulu sedari pagi sudah berada di sana, siap mempersatukan kedua insan belum halal itu.Tetapi Melissa belum juga keluar dari kamarnya. Dia sedang dihiasi mempercantik wajah pucatnya yang rada pucat masih dalam keadaan sakit. Nadir berada di dalam kamar yang sama dengan Melissa. Pria itu berdiri tepat di belakangnya dan di sebelah perias.Wajah Melissa tampak begitu ayu manis sekali. Namun dibalik kesempurnaan rupa Melissa, fisik sesungguhnya cacat."Kak Nadir, bagaimana penampilanku?" tanya Melissa menatap sinis tanggapan datar muka Nadir.Nadir tersenyum tipis sembari menatap secara jeli dari segi manapun tata riasnya."Kamu cantik sekali!" pujinya.Pujian Nadir membuatnya tersenyum manis. Semburat merah jambu tersiar di kedua belah pipi putih berserinya. Entah mengapa, setiap pujian dari Nadir sukses membuatnya tersipu malu."Apakah sudah
Terlebih lagi, Melissa gadis yang hari ini resmi menjadi menantunya itu, cacat. Kedua belah kakinya buntung.Saat berfoto bersama, Nadir tetap memaksakan tersenyum manis, walau hatinya meringis kecewa dengan keadaan tamu undangan yang tidak sesuai harapan. Nadir yakin, pasti ada sesuatu penyebab mereka tidak datang.Usai acara pernikahan, Nadir menggendong Melissa dan membawanya ke kamar pengantin di lantai dasar depan ruang keluarga.Seorang pembantu, ikut masuk ke dalam memenuhi panggilan dari majikannya."Bibi, tolong gantikan pakaian Melissa!" perintahnya, sembari keluar dari kamar.Tepat di ruang keluarga, Sarah sedang duduk santai di sana. Waktu itu, Sarah tengah duduk menyaksikan televisi bersama Vallen. Tampak tidak sesuai dengan perkataannya tadi siang. Bukankah Sarah sedang tidak enak badan?"Ibu," panggil Nadir menghampaskan pinggulnya di sofa bersebelahan dengan Sarah dan Vallen."Iya. Ada apa?" tanya Sarah menengok ke kanan, ia sangat tenang seperti tidak ada masalah."Ke