Share

Diskusi Pernikahan

Lima hari berlalu ….

Puluhan foto model dengan gaun pengantin ditunjukkan Nadir di tengah perkumpulan keluarga di ruang tengah. "Kira-kira gaun yang mana cantik untuk Melissa kenakan, Ibu, Erik?" tanya Nadir.

"Tidak usah terlalu mewah. Kamu menikahinya hanya sekedar tanggung jawab. Buat apa pesta besar-besaran? Sudah pilih saja yang paling murah. Kita tidak akan mengundang orang lain," caci Sarah menghindari berpandangan langsung dengan Nadir.

Perkataan Sarah barusan ditanggapi tidak baik oleh Nadir dan Erik. Dari awal memang Sarah tidak menyukai kehadiran Melissa di rumahnya. Bukan karena Melissa kurang cantik dan berbody, keadaannya tidak sempurna wanita luaran sana. Melissa cacat lagi bukan keturunan orang berada.

"Ibu kok gitu sih? Walau bagaimanapun, ini tetaplah pernikahan yang sama dengan orang lain. Melissa harus tampil cantik dan di tampilan di depan banyak orang," ujar Nadir. "Ibu nggak maukan aku sampai diomongin teman-temanku karena acara pernikahanku tidak semestinya?"

"Ibu nggak peduli. Kamu bersanding dengan dia saja sudah jadi bahan gunjingan tamu undangan," pekik Sarah mendengus.

"Dia itu menantu paling tidak diharapkan semua orang tua termasuk ibu," kelakar Sarah kedua tangannya melipat di dada, dia mengalihkan pandangan ke sisi lain, malas melihat muka memelas yang saat ini Nadir tunjukkan. "Dia hanya akan menjadi benalu di rumah kita!"

"Gaun ini cantik dikenakan Melissa, Kak," penggal Erik mengalihkan perhatian Nadir yang masih berdebat dengan ibunya.

"Desainnya elegan dan menarik pandangan mata. Aku yakin Melissa pasti sangat cantik sekali," lanjut Erik.

Nadir melirik pilihan dari Erik. Gaun merah muda panjang ke bawah melebihi kaki dengan pita putih di bagian pinggang, Nadir rasa cocok untuk Melissa kenakan di atas pelaminan nanti.

"Oke, aku akan memilih gaun yang ini," pungkas Nadir.

"Iya Kak. Aku yakin Melissa juga menyukainya," ujar Erik.

Sarah yang tadi mengomel-ngomel diabaikan. Seolah dirinya tidak ada di sana, dua putranya sibuk berdua.

"Terima kasih! Kalau tidak ada kamu, aku tidak bisa sendiri menentukannya," ucap Nadir menepuk pundak Erik pelan.

Sementara Sarah, geresah gerusuh sendiri mendengarkan Nadir beserta Erik berdiskusi mengenai persiapan acara pernikahan Nadir yang akan digelar satu minggu lagi.

Setelah mendapatkan gaun dan pelaminan, Nadir menaikan paper bag ke atas meja. Ratusan surat undangan sudah bernama dikeluarkan dari dalam sana.

"Aku akan membagikan undang-undangan ini ke semua orang," ujar Nadir sambil memeriksa nama, siapa tahu ada yang tidak tertulis nama tamu undangannya.

Tiba-tiba, Sarah merampas semua surat undangan itu. "Biar Ibu mengantarkan semua undangan ini!" ujarnya, ditanggapi sinis kedua putranya.

"Ibu serius?" tanya Nadir meragukan keinginan Sarah.

Melihat wajah ragu Nadir, Sarah mengerutkan keningnya. "Loh, kamu kok kayak tidak mempercayai ibu!" tegur Sarah menatap sinis kedua putranya.

Sebentar kedua pria itu saling tatap satu sama lain. Gimana tidak ragu, beberapa menit lalu Sarah keberatan mengundang orang lain dalam acara pernikahan Nadir. Namun mereka tidak mencurigai terlalu jauh. Pada akhirnya, mereka membiarkan Sarah ikut serta berpartisipasi.

"Baiklah, jika Ibu menawarkan. Lagian semua tamu yang aku undang, teman Ibu serta Ayah juga. Aku mana kenal dengan mereka,," sahut Nadir tersenyum tipis.

"Iya Nadir," sahut Sarah membalas senyuman Nadir. "Oh ya, Ibu mau ke kamar. Kalian lanjut saja diskusinya!"

Wanita paruh baya itu beranjak dari ruang tengah, pergi meninggalkan kedua putranya yang melanjutkan diskusi mereka.

Sampai di kamarnya, Sarah menutup pintu rapat-rapat. "Aku tidak ingin orang lain tau, putra sulungku menikah dengan gadis buntung. Mereka tidak akan habis menghinaku!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status