Share

Ditentang Ibu Kandung

"Dia Melissa," sahut Nadir memperkenalkan Melissa, sebentar Melissa tersenyum, tetapi sekian detik kemudian senyumnya luntur karena perempuan paruh baya itu menatap tidak suka.

"Melissa, perkenalkan ini Ibuku, dan kedua adikku, Erik sama Vallen!" ujar Nadir memperkenalkan keluarganya.

Masih tidak ada sapaan, mereka menatapnya sinis, terutama pada bagian kakinya yang buntung.

Namun lain dengan adik lelaki Nadir yang bernama Erik. ia mendekat sembari menjulurkan tangan. Dengan tangan bergetar, Melissa membalas uluran tangannya sebagai tanda perkenalan.

"Salam kenal yah!" ujarnya senyumannya belum juga luntur.

Tiba-tiba, Sarah menarik tangan Nadir, membawanya pergi menjauh dari gadis itu.

"Ada apa Ibu?" tanya Nadir sedikit merasa tidak nyaman ketika melihat Melissa termenung menatapnya jauh.

"Ngapain kamu bawa dia ke sini?" tanya balik Sarah menunjuk dengan mulut keberadaan Melissa dari kejauhan.

"Sebelumnya aku sudah bercerita tentang dia, bukan?" tanya Nadir di anggukkan oleh Sarah.

"Terus? Apa alasanmu membawanya kemari?"

"Aku harus bertanggung jawab Ibu. Selain keadaannya sekarang cacat, dia juga korban pandangan manusia. Pamannya sendiri melakukan itu. Mana mungkin aku tega melepaskan dia dengan keadaan seperti ini," jelas Nadir disertai gerakan tangan.

"Apa ibu peduli?" sahut Sarah acuh.

Nadir arahkan tatapan sayu ke Sarah, walaupun wanita itu melarangnya, Nadir tetap akan menampung Melissa di rumahnya.

"Aku akan mengantarkanmu ke kamar! Ini waktunya kamu beristirahat!" ujar Nadir mendorong kursi roda Melissa, menuju ke kamar kosong di lantai satu.

Di dalam kamar.

Nadir membopong tubuh mungil Melissa, dibaringkan pada kasur empuk itu.

"Kak, sampai kapan aku tinggal di sini? Kita tidak ada hubungan keluarga loh. Apa kata orang-orang nanti mengetahuiku berada di sini. Tidak mungkin orang akan diam sementara di rumah ini ada dua orang pria dewasa mengajak gadis yang juga dewasa tinggal satu atap," tutur Melissa memperhatikan wajah Nadir yang berdiri di samping ranjang.

Hening sesaat, Nadir sedang memikirkan sesuatu. Tentang suatu cara agar keberadaan Melissa tidak dihiraukan tetangga dekat rumahnya.

Nadir menghela nafas panjang. Lalu menyatakan, "Aku akan menikahimu!"

Seketika Melissa tercengang. "Menikah? Kakak bercanda!" usul Melissa mengira pria itu tengah berbual.

"Aku serius!" ucapnya penuh dengan ketegasan. "Jika kamu istriku, orang lain tidak akan mempermasalahkan keberadaanmu di sini. Sekaligus ini bentuk dari tanggung jawabku. Aku akan mengurusmu dengan tanganku sendiri," jelas Nadir.

Meskipun mereka baru kenal satu sama lain, Melissa setuju akan keinginan Nadir mempersunting dirinya. Tidak ada pilihan lain, Melissa tidak ingin kembali ke rumah pamannya. Ditambah keadaannya yang sekarang, Melissa tidak menjamin hidupnya lebih baik dari kemarin.

Akan tetapi, Melissa ragu mendapatkan restu dari Sarah. Jangankan menerima menjadi menantu, tadi saat dia tiba di rumah ini, Sarah sama sekali tidak menyapa ataupun memberikan senyuman. Tampak jelas, wanita paruh baya itu tidak menyukainya.

"Apakah keputusan Kakak tidak memberatkan Ibu dengan saudara-saudaramu?" tanya Melissa kurang percaya. "Ya Kak Nadir lihat sendiri bagaimana keadaanku! Jangankan mau mempersuntingku, orang lain menoleh pun tidak sudi."

Nadir meletakkan pinggulnya di ujung ranjang, kedua belah tangannya merentang di dua pundak gadis itu. "Sudahlah! Kamu jangan berpikiran hal negatif! Percayalah kalau aku akan menjadi suamimu, bagaimanapun caranya."

"Sekarang kamu tidur! Masalah restu pernikahan kita, aku akan ngomong baik-baik ke Ibu. Kamu tidak perlu risau! Aku yakin dia akan memahaminya dan mau menerima kamu sebagai menantunya," bujuk Nadir menenangkan kegundahan pada hati Melissa.

Melissa menganggukkan kepala lalu ia memejamkan matanya. Tidak berselang lama, Melissa tertidur dengan nyenyak dikasur empuk yang tentu berbeda dari kasur di rumah pamannya yang hanya kasur lipat.

Tertidur Melisa, Nadir mendatangi Ibu dan kedua saudaranya di ruang tengah.

"Ibu, Erik, Vallen, ada suatu hal yang perlu aku sampaikan!" ucapnya gugup telah duduk di tengah antara keluarganya. Sontak mereka menatap Nadir.

Nadir menarik ulur nafasnya perlahan, sebelum menyatakan niatnya. "Bu, aku tau niatku ini menentang dengan keinginan Ibu, tapi ini bentuk tanggung jawabku. Akulah yang menyebabkan kakinya buntung. Sebagai bentuk tanggung jawab, aku telah membulatkan niatku untuk menikahinya. Dia butuhkan perlindungan dariku!" jelas Nadir membuka lebar mata Sarah.

"Apa? Menikahinya!" gertak Sarah mata membulat.

"Iya Ibu. Ini sudah menjadi tanggung jawabku. Tolong restuin aku!" pintanya memohon.

"Kak, apakah Kak Nadir lupa sama Kak Reina?" penggal Vallen mengingatkan Nadir tentang wanita yang sudah menjadi pacarnya sejak di bangku SMA.

"Betul kata Vallen, mau kamu kemana 'kan Reina? Masa kamu lebih memilih gadis cacat itu sementara kamu punya pacar yang sempurna?" sanggahnya.

Masalah hubungannya dengan Reina, Nadir sudah lama tidak berkomunikasi. Bahkan selama tiga bulan ini, Reina hilang kabar. Kontaknya tidak bisa dihubungi.

"Aku tidak dapat berharap banyak dengan Reina. Jarak telah memisahkan kami. Beberapa bulan silam, dia telah hilang kontak. Aku rasa dia telah melupakan diriku," tutur Nadir murung.

"Benar juga, Kak," sahut Erik mengusap punggung Nadir. "Lebih baik Kak Nadir bertanggung jawab atas kecacatan yang Melissa alami. Dia itu tidak punya siapa-siapa lagi selain Paman jahatnya itu. Aku tidak menjamin keberadaannya di sini akan dinilai buruk oleh tetangga,"

"Nah karena itu aku ingin menikahinya. Ibu tolong restuin aku! Ini juga bentuk tanggung jawabku. Kalau bukan aku siapa lagi yang akan bertanggung jawab dengan kecacatannya itu?" ucapnya bersimpuh di depan kaki Sarah.

"Kalau bukan Kak Nadir yang mengurus hidupnya, siapa lagi? Lihatlah Bu keadaannya. Dia tidak akan cacat jika kecelakaan itu tidak terjadi," tambah Erik membantu Nadir membujuk ibunya.

Apapun alasan Nadir, Sarah tetap tidak setuju. Ibu yang mana menginginkan menantu cacat seperti Melissa. Selain keadaannya yang akan menjadi bahan gunjingan, Melissa juga akan merepotkan.

Namun tidak ada pilihan lain selain menerim Melissa sebagai menantunya. Walaupun Sarah tidak mengenalnya, semua dia lakukan atas dasar keinginan putranya bertanggung jawab.

"Baiklah. Tapi kamu harus berjanji, urus dia sendiri. Ibu tidak mau kamu melibatkan ibu. Sebab ini adalah keputusanmu!" pungkasnya sembari pergi ke kamarnya. Putri bungsunya juga pergi, tinggallah Nadir dan Erik di sana.

Meskipun restu yang Sarah berikan secara paksa, Nadir tetap senang. Akhirnya ibunya setuju.

"Kak, menurutku keputusan Kak Nadir itu bijak. Melissa memang membutuhkan tanggung jawabmu. Jika bukan kamu, siapa yang akan menolongnya. Hanya kamulah harapan hidup Melissa. Aku sebagai adikmu, akan bersedia turun tangan membantumu. Dia calon istrimu, sama artinya dengan saudaraku sendiri," tutur Erik tulus apa adanya.

"Terima kasih!"

"Sama-sama."

"Nanti tolong bantu aku mengatur acara pernikahanku. Ibu tidak bisa aku harapkan. Ya kamu tau sendiri sikap tanggapan Ibu bagaimana. Hanya kamulah harapanku," ucap Nadir mengharapkan Erik.

"Ah Kak Nadir tidak perlu meminta sekalipun, sudah jelas aku akan membantumu. Kita ini saudara. Susahmu, juga susahku juga. Sebaliknya senangmu juga senangku," sahut Erik tulus apa adanya.

Nadir tersenyum mendengar sahutan mantap dari adiknya. Meskipun ibu dan adik bungsunya tidak menyetujui, Nadir masih ada saudara baik hati, satu pemikiran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status