Share

Menikahimu

Setelah mendapatkan suntikan, tubuh gadis itu melemah. Suara gaduh yang dia ciptakan, hening seketika. Perlahan matanya terpejam, pengaruh dari obat bius.

"Maafkan aku!" ucap dokter mengusap kepalanya.

Dokter itu menginformasikan keadaan Melissa kepada Nadir via telepon.

Tidak berselang lama, panggilan diterima.

"Pak, dia sudah sadarkan diri."

"Baik, terima kasih informasinya. Setelah meeting saya akan ke sana" sahut Nadir menutup panggilan tanpa sahutan lagi dari dokter.

Satu jam berlalu. Nadir tiba di rumah sakit, di saat itu Melissa telah bangun dari tidur. Ia menangis pilu sendirian di kamar rawat tanpa ada seorang pun menemani.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Nadir sesaat setelah berdiri di samping brankar Melissa.

Melissa menoleh. Seorang pria yang sama sekali tidak dikenalnya sedang berdiri di sampingnya dengan tatapan sedih.

"Menurutmu, apakah aku baik-baik saja?" tanya balik Melissa tampak matanya sudah membengkak. Biji matapun memerah bagaikan darah.

Harusnya Nadir tidak bertanya, gadis itu kini kembali menangis. "Maafin aku! Malam itu … aku pulang terburu-buru. Aku sadar ini adalah kesalahanku," tutur Nadir menyalahkan dirinya.

Melissa begitu terisaknya, hingga ia tidak terlalu mendengarkan mendengarkan penuturan dari Nadir barusan. Ia begitu berduka atas kehilangan anggota tubuhnya.

"Sekali lagi aku minta maaf!" ujar Nadir.

Melissa menatap mata pria itu, tampak sebuah penyesalan di wajahnya. "Sebenarnya ini bukanlah kesalahanmu, Kak. Aku dikejar penjahat. Semua karena Pamanku," jelas Melissa menggeram kesal.

Tiba-tiba, Melissa meraih tangan Nadir ketika ia mengingat hidupnya bergantung dengan sang paman.

"Tolong bantu aku! Bawa aku pergi jauh dari kota ini! Aku nggak mau kembali ke rumah Pamanku lagi. Aku tidak akan tau bagaimana nasibku setelah ini," ucap Melissa memohon-mohon.

"Aku mohon! Dia akan menghajarku!" pinta Melissa menangis tersedu-sedu.

Nadir melihat wajahnya begitu ketakutan. Sepertinya gadis di depannya itu, mengalami tindakan kekerasan dari pamannya sendiri, hingga dia sangat tidak mau kembali ke rumah bahkan ingin pergi sejauh mungkin dari pamannya.

"Tenanglah! Aku akan membawamu pergi jauh dari pamanmu," sahut Nadir tangannya bergerak sendiri mengusap punggung Melissa. "Tapi untuk sekarang, kamu harus di sini dulu! Masalah keamananmu, bersamaku kamu sudah aman," ujar Nadir meraih tubuh Melissa dan memeluknya. Meskipun tidak kenal, Nadir tidak tega membiarkannya berlarut dalam ketakutan.

"Aku akan bertanggung jawab atas kesalahanku!" pungkas Nadir, terpikirlah suatu cara di dalam benaknya.

Sebulan berlalu, keadaan Melissa semakin membaik, dokter telah mengijinkannya untuk dibawa pulang ke rumah. Niat bulat yang melekat diucapkannya ke Melissa, Nadir hari ini akan membawanya pulang ke rumah.

"Apakah kamu benar-benar akan menikahiku?" tanya Melissa menoleh ke samping kanan, Nadir tengah fokus mengemudikan mobilnya.

"Iya. Aku ingin bertanggung jawab atas keadaanmu saat ini!" jawab Nadir tersenyum tipis menegaskan niat di dalam hati.

Setibanya di rumah mewah bertingkat dua, Nadir menggendong Melissa keluar dari mobil. Membantunya duduk di kursi roda. Nadir mendorong kursi roda Melissa masuk ke dalam rumah.

Nadir bisa menerima Melissa karena besar tanggung jawabnya, tetapi bagaimana dengan tanggapan orang tua Nadir saat tahu putra mereka hendak menikahi gadis buntung? Melissa tidak yakin tanggapan mereka baik.

"Ibu, Erik, Vallen," panggil Nadir, menghalau keluarganya yang tengah asyik sendiri di tempat masing-masing.

Tidak menunggu lama, mereka berdatangan ke ruang tengah.

Tatapan sinis menyapa ke datangan Nadir dengan gadis asing yang terduduk di kursi roda. Namun diantara ketiga orang tersebut, satu diantaranya pria dengan usia dua tahun lebih muda memberikan sebuah senyuman manis.

"Siapa dia?" tanya Sarah, menunjuk secara langsung gadis yang dibawa putranya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status