Share

Part 1

Suasana makan malam di kediaman Himawan terasa sangat berbeda. Penyebabnya tidak lain karena, putra tunggalnya tersebut ikut bergabung. Semenjak pasangan Himawan ingin menjodohkan putra tunggalnya dengan putri salah satu rekan bisnis mereka, hubungan antara anak dan orang tua tersebut merenggang, terutama sang kepala keluarga. Bahkan terkesan tidak harmonis, sebab selalu bersilang pendapat.

Bukannya Andri ingin bertindak kurang ajar atau tidak sopan terhadap orang tuanya, tapi dia juga mempunyai hak untuk menentukan sendiri masa depan dan wanita pendamping hidupnya kelak. Dia sangat menentang keinginan orang tuanya yang satu itu, karena dirinya tidak mau menikah semata-mata atas dasar perjodohan atau ada maksud terselubung di baliknya.

Oleh karena itu, dia terpaksa membuat rencana bersama wanita yang juga mempunyai nasib tidak jauh berbeda dengannya. Apalagi wanita tersebut sudah sangat dekat dengannya. Bahkan mereka juga sering menghabiskan malam bersama, meski tidak ada hubungan yang mengikat di dalamnya. Bukan tanpa alasan mereka menjalani hubungan seperti itu, melainkan karena keduanya sama-sama frustrasi terhadap keluarga masing-masing yang perintahnya selalu harus dituruti.

Keduanya juga berpikir jika tindakan yang diambil ini sama-sama menguntungkan dan membuat mereka terlepas dari tekanan atau keinginan kolot orang tua masing-masing. Makanya, saat dia mengajukan tawaran ini kepada wanita yang telah dikenalnya lima tahun silam, bahkan kini menjadi partner-nya di atas ranjang sejak setahun lalu, langsung menyanggupi tanpa harus berpikir dua kali.

“Makanlah yang banyak, An. Semua masakan ini, memang sengaja Mama buat untuk kamu,” Zara–ibunda Andri berkata kepada putra tunggalnya.

Saat suaminya mengabarkan jika anak semata wayang mereka akan pulang, dia sengaja menyiapkan makanan kesukaan sang anak. Zara berharap dengan masakan buatannya, Andri tidak menentang lagi rencana pertunangan yang akan diselenggarakan sebulan lagi.

“Terima kasih, Ma,” balas Andri setelah menghabiskan sisa air putih di gelasnya.

“Selesai makan, kita bicara. Ada hal yang sangat penting ingin Papa bahas. Ini menyangkut masa depanmu dan kelangsungan perusahaan keluarga kita,” Ivan–sang kepala keluarga menimpali ucapan basa-basi wanita tercintanya kepada anaknya.

“Hmm.” Hanya itu tanggapan Andri atas perkataan sang ayah. ”Kedatanganku kali ini bukan semata-mata pulang atau untuk menyanggupi acara pertunangan itu, Papa. Aku ingin memberitahukan kabar bahagiaku kepada kalian mengenai keberadaan calon anakku,” Andri menambahkan dalam hatinya.

Setelah perbincangan yang sangat jelas tergolong basa-basi di antara ketiganya, kini suasana makan malam kembali hening. Hanya terdengar alat makan yang saling beradu satu sama lain saat bergesekan. Andri memang sengaja tidak banyak membuka suara atau memulai percakapan untuk menghindari perdebatan di meja makan, seperti yang sudah pernah terjadi ketika sang ayah menyampaikan niatnya pertama kali.

Saat itu masih dalam suasana makan malam, dan sang kepala keluarga dengan percaya dirinya menyampaikan perihal perjodohan sekaligus pertunangan di meja makan. Alhasil, karena Andri memang sangat menentang pemikiran seperti itu, akhirnya adu mulut dan bersilang pendapat dengan sang ayah pun tidak terelakkan. Ujung-ujungnya, makan malam tersebut kacau dan meninggalkan rasa kesal di hati masing-masing, sehingga hubungan keduanya menjadi seperti sekarang.

•••

Daramikha mencekal lengan Zelda yang ingin menaiki tangga menuju lantai dua. Dia menatap tajam dan penuh ketidaksukaan putri tunggal suaminya yang kini tengah memalingkan wajah.

“Kenapa pulang?” tanya Daramikha menyindir.

Zelda mendecih. Dia melepaskan cekalan Daramikha dari lengannya dengan santai. “Memangnya kenapa? Tidak boleh? Ini rumah Papaku, berarti milikku juga.”

Daramikha kembali mencekal lengan Zelda yang ingin melanjutkan langkahnya. “Jangan kurang ajar kau, Zelda! Papamu itu suamiku. Yang menjadi milik beliau, aku juga berhak memilikinya.”

Tanpa melepaskan cekalan pada lengannya, Zelda mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan sang ibu tiri. “Lagi pula siapa yang mengatakan jika Anda itu selingkuhan Papaku? Oh ya, tentu saja Anda berhak dengan yang dimiliki Papaku, kecuali aku. Mau tahu apa penyebabnya? Karena sampai kapan pun, aku tidak akan pernah menganggapmu sebagai ibuku. Mamaku hanya Diana Pagory dan sekarang beliau sudah beristirahat dengan tenang di rumah terindah milik Tuhan. Bagiku, sampai kapan pun Anda tetap hanyalah orang asing yang sangat beruntung dan dikasihani Papaku, sehingga diangkat menjadi istrinya,” Zelda membalas ucapan ibu tirinya dengan penuh penekanan.

Melihat sorot mata Daramikha yang memerah menahan amarah, Zelda tidak ambil pusing. Dia malah mengempaskan dengan kasar tangan ibu tirinya yang mencekal lengannya. Dengan tenang Zelda melanjutkan langkahnya mencapai kamarnya di lantai dua.

Kedua tangan Daramikha mengepal kuat karena geram perkataannya dibalas oleh Zelda dengan tajam dan terkesan menghina. Dia menatap nyalang punggung sang anak tiri yang mulai mendekati anak tangga. “Awas kau, Zelda! Lihat saja yang akan dilakukan Daramikha dalam hidupmu. Jika aku tidak bisa membuatmu angkat kaki dari rumah ini, maka kau harus tunduk di bawah kekuasaanku.” Tercetak seringai licik di bibir berlipstik tebal milik Daramikha.

•••

“Masuk!” seru Zelda setelah mendengar ketukan pada pintu kamarnya.

“Nak, Bibi membawakan orange juice,” ujar wanita paruh baya yang sudah bekerja sejak lama di kediaman Pagory.

Zelda tersenyum menyambut kehadiran wanita paruh baya yang sudah dianggapnya keluarga sendiri, apalagi sejak sang ibu meninggalkannya untuk selamanya. “Bibi tahu saja aku sedang ingin menikmati yang segar-segar,” balas Zelda sambil langsung mengambil gelas yang berisi orange juice dan segera meneguknya.

Bi Yuni, wanita paruh baya tersebut ikut tersenyum dan membelai rambut panjang bergelombang Zelda. “Kamu sudah makan, Nak? Kalau belum, biar Bibi buatkan nasi goreng kesukaanmu ya.” Bi Yuni memerhatikan Zelda yang masih meneguk orange juice buatannya.

“Segarnya,” Zelda mengomentari juice buatan asisten rumah tangga sekaligus tempatnya berkeluh kesah. “Tidak usah, Bi. Tadi aku sudah makan bakso ikan tuna,” Zelda menolak tawaran Bi Yuni yang ingin membuatkannya nasi goreng.

Bi Yuni mengernyit mendengar menu makan malam Zelda. “Bakso ikan tuna?” Tanpa disadarinya, Bi Yuni menyuarakan pertanyaan di benaknya yang keheranan.

“Iya, Bi. Aku makan malam di warung bakso ikan tuna yang ada di seberang jalan kompleks perumahan ini. Ternyata enak juga ikan tuna dijadikan bakso ya, Bi,” Zelda dengan antusiasnya menjawab.

“Kamu makan ikan laut, Nak?” tanya Bi Yuni memastikan pendengarannya. “Oh ya, sejak kapan kamu menyukai ikan laut, termasuk olahannya?” Bi Yuni kembali bertanya setelah melihat Zelda mengangguk.

“Aku juga tidak tahu, Bi. Tadi tiba-tiba saja aku ingin sekali makan bakso ikan tuna di seberang jalan itu. Setelah keinginanku terpenuhi, rasanya lega sekali, Bi. Apalagi baksonya benar-benar enak, sehingga aku bisa menghabiskan dua porsi,” Zelda menjelaskan dengan santai sambil mengelus perutnya yang sudah kenyang.

Sambil manggut-manggut Bi Yuni semakin heran dan bertanya-tanya dalam hati, ”Biasanya Zelda paling anti dengan olahan ikan, apalagi ikan laut. Katanya dulu, perutnya selalu mual saat mencium bau amis dari ikan. Namun, sekarang kenapa tiba-tiba dia terlihat begitu menyukai olahan ikan laut? Sampai-sampai mampu menghabiskan dua porsi bakso.”

“Bi, Papa ke mana ya? Kenapa aku tidak melihat beliau di rumah?” tanya Zelda saat menyadari keberadaan ayahnya tidak terlihat.

“Tuan sedang ke Jakarta, Nak. Tadi siang berangkatnya,” jawab Bi Yuni dengan jujur.

Zelda hanya mengangguk mendengar jawaban Bi Yuni. “Bi, bukannya aku mengusir ya, tapi sebaiknya Bibi kembali ke bawah saja. Jangan sampai Nyonya Besar marah karena mengetahui Bibi berlama-lama di kamarku. Apakah Bibi mau mendengar suara radio rusak semalam suntuk yang bisa memicu datangnya mimpi buruk?” ujar Zelda sambil menaikkan sebelah alisnya dan menahan senyum.

Bi Yuni terkekeh mendengar perkataan anak majikannya yang selalu berselisih dengan Nyonya di rumah ini. “Tentu saja tidak, Nak. Baiklah, kalau begitu Bibi keluar dulu. Kamu istirahatlah, agar besok pagi saat bangun badanmu kembali bugar.” Setelah mengatakan itu, Bi Yuni mengecup kening Zelda dan membelai pipinya.

“Iya, Bi. Terima kasih karena tetap menyayangiku seperti dulu, sewaktu Mama masih bersamaku,” ucap Zelda dengan mata berkaca-kaca.

“Kamu sudah Bibi anggap seperti anak sendiri, Nak. Kalau ada masalah, kamu tidak usah sungkan bercerita kepada Bibi. Jangan memendam masalah, sebab itu tidak baik untuk kesehatan jasmani dan rohanimu,” Bi Yuni menyarankan.

Dengan cepat Zelda mengangguk. “Iya, Bi. Aku sayang Bibi,” ucap Zelda sambil memeluk Bi Yuni dengan penuh kasih sayang.

“Bibi juga sangat menyayangimu, Nak.” Bi Yuni membalas pelukan Zelda.

•••

Andri terlihat sangat santai sambil sesekali memeriksa ponselnya ketika duduk di hadapan orang tuanya. Dia tidak mendahului membuka suara dan lebih memberikan kesempatan kepada orang tuanya untuk menyampaikan yang ingin dibicarakan.

“Ehem.” Dehaman Ivan membuat Andri mengangkat wajah dan mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel. “Bisa kita mulai pembahasan ini?” tanya Ivan layaknya berbicara ketika memimpin meeting di kantornya.

“Jangan terlalu formal dan serius, Pa. Ini di rumah, bukan kantor,” Andri mengingatkan sambil tersenyum simpul. Dia sudah sangat hafal gelagat ayahnya saat hubungan mereka tidak sejalan.

“Andri,” tegur sang ibu karena menganggap anaknya menggurui dan tidak sopan.

“Ya sudah, terserah kalian kalau begitu. Silakan, dilanjutkan.” Andri mengangkat bahu menanggapi teguran ibunya.

“Andri, Papa harap kamu bisa lebih meluangkan waktumu untuk berkencan dengan Ruhan, mengingat pertunangan kalian akan berlangsung sebulan lagi,” ucap Ivan tanpa basa-basi.

“Siapa yang akan bertunangan, Pa? Aku tidak pernah mengatakan mau ditunangkan dengan wanita seperti itu, Pa,” Andri menanggapi dengan tenang ucapan ayahnya.

Zara menatap tajam Andri setelah mendengar tanggapan yang keluar dari mulut sang anak dengan tenangnya. “Jangan membantah yang sudah menjadi keputusan Papamu, Andri! Kami melakukan ini demi masa depanmu kelak. Bukannya kamu dan Ruhan juga pernah menjalin hubungan menjadi sepasang kekasih? Jadi, apalagi alasan kuatmu menentang keputusan kami ini? Satu lagi, ini bukan semata-mata keputusan kami, melainkan perintah.”

Andri tersenyum tipis mendengar perkataan ibunya. “Ma, aku berhak menentukan masa depanku sendiri, terlebih memilih wanita yang akan menjadi pendampingku. Memang benar aku dan Ruhan pernah menjadi sepasang kekasih, tapi itu dulu sebelum diriku mengetahui siapa dia sebenarnya. Aku rasa pertunangan ini bukan semata-mata demi masa depanku, melainkan untuk kepentingan bisnis dan pemenuhan keegoisan kalian. Harusnya kalian juga sadar, bahwa aku ini bukan lagi anak kecil yang selalu bisa menuruti perintah tanpa mencernanya terlebih dulu,” ucap Andri sambil menatap lekat satu per satu wajah orang tuanya.

“Andri, jaga kesopananmu saat berbicara kepada orang tuamu!” hardik Ivan sambil menatap nyalang putranya.

“Beginilah akibatnya jika kamu terus-menerus bergaul dengan wanita liar seperti Zelda. Wanita yang selalu keluar masuk club malam, bahkan menjadi simpanan laki-laki berkantong tebal. Sungguh wanita hina dan menjijikkan,” Zara menanggapi perkataan anaknya dengan menyangkutpautkan Zelda.

Jari-jemari Andri terkepal kuat ketika mendengar penghinaan sang ibu kepada Zelda. Wajahnya merah padam menahan amarah karena tidak terima dengan kata-kata menghina yang keluar dari mulut wanita di depannya. “Jangan menghina Zelda, Ma! Dia bukan wanita liar dan hina seperti yang Mama kira, apalagi menjadi simpanan para laki-laki hidung belang. Dia wanita terhormat,” balas Andri dengan nada tinggi.

“Andri!” bentak Ivan dan Zara bersamaan saat putra mereka berbicara dengan nada tinggi.

Andri berdiri dari duduknya. “Aku tegaskan kepada kalian, bahwa diriku tetap tidak akan pernah bertunangan apalagi menikah dengan wanita yang bukan pilihanku,” tegas Andri.

“Andri! Berani kamu lakukan itu, Papa tidak akan segan-segan mengusirmu dan mencoret namamu sebagai ahli waris,” ancam Ivan. Menurutnya, Andri tidak akan berkutik terhadap ancamannya karena putranya itu dari kecil sudah dimanjakan dengan kemewahan. Jadi, tidak mungkin putranya lebih memilih hidup susah daripada menuruti perintahnya.

“Silakan coret saja namaku sebagai ahli waris kalian, aku tidak keberatan sedikit pun,” Andri menanggapi ancaman Ivan dengan tenang. “Oh ya, kesediaanku datang ke rumah ini sebenarnya ingin mengabarkan bahwa aku sudah mempunyai wanita yang akan menjadi istriku,” Andri melanjutkan ucapannya sambil meneliti wajah kedua orang tuanya.

Zara beranjak dari duduknya dan menghampiri tempat berdiri Andri. Dia langsung menampar pipi putranya dengan keras. “Kamu tetap akan menikah bersama Ruhan! Wanita mana pun yang kamu pilih menjadi istrimu, meski jalang sekalipun, harus berhadapan dulu dengan Zara Himawan!” Gigi-gigi Zara terdengar beradu saat membentak Andri.

Andri mengusap pipinya bekas tamparan wanita yang telah melahirkannya. “Aku yang paling berhak menentukan dengan siapa harus menikah. Itu artinya keputusan mutlak ada di tanganku. Satu lagi, calon istriku itu tidak lain adalah wanita yang tadi sempat Mama hina dan anggap liar. Zelda Kinarya Pagory,” jawab Andri penuh penekanan.

Zara menahan lengan putranya yang ingin pergi begitu saja setelah memberitahukan wanita pilihannya. “Semasih kami hidup, jangan harap kamu bisa menikahi jalang itu! Kamu hanya akan menikah dengan Ruhandhina Atmaja!” ancam Zara penuh amarah.

“Tidak. Tidak bisa. Aku tetap akan menikahi Zelda apapun yang terjadi. Perlu kalian ketahui bahwa, kini benihku telah bersemayam dan berkembang di rahim wanita itu. Jadi, aku wajib bertanggung jawab terhadap janin yang masih bergelung hangat di rahim Zelda.” Saat merasakan cekalan tangan Zara melemah pada lengannya setelah menyampaikan kehamilan Zelda, Andri segera meninggalkan ruang keluarga itu menuju apartemennya.

“Aku terpaksa bertindak sejauh ini agar Mama dan Papa menyadari sikap otoriter serta keegoisan yang kalian miliki,” Andri berkata dalam hati saat sudah berada di halaman kediaman Himawan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status