Share

Part 5

Zelda memegang pipinya yang terasa kebas dan rahangnya berdenyut nyeri setelah telapak tangan Luan menamparnya. Tidak bisa dibendungnya lagi butiran-butiran bening yang dengan lancang menetes dari kedua sudut matanya. Bukan diakibatkan oleh tamparan keras tersebut, melainkan kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulut sang papa. Satu-satunya orang tua yang dia miliki dan hormati, meski kadang perlakuan Papanya tidak seperti waktu Mamanya masih hidup.

Zelda sangat tidak menyangka jika Papanya lebih dulu mengetahui mengenai kehamilannya. Padahal sesuai rencana, dia dan Andri akan memberitahukan secara bersama-sama menyangkut kehamilannya kepada sang papa. Namun, kini semuanya telah terlambat. Kemurkaan Papanya sudah tidak terbendung, apalagi ibu tirinya seolah mendapat angin segar dan memanfaatkan keadaannya dengan terus saja melancarkan provokasinya.

“Hubungi sekarang juga laki-laki yang sudah menghamilimu! Papa mau membuat perhitungan dengannya!” bentak Luan dengan wajah merah padam.

“Pa, anakmu ini pasti tidak mengetahui secara jelas siapa laki-laki yang telah menghamilinya, makanya dari tadi dia hanya bungkam dan menunduk. Mungkin saat ini dia tengah bingung mengingat laki-laki mana yang pernah diajaknya bercinta.” Daramikha tidak mau melewatkan kesempatan sekecil apa pun demi bisa menyerang Zelda dan memprovokasi suaminya.

“Zelda, benarkah yang Mamamu katakan?! Kamu tengah kebingungan menentukan pemilik benih di rahimmu itu, hah?! Jawab!” Luan kembali mencengkeram rahang Zelda yang masih nyeri dengan keras.

“Rasakan pembalasanku atas semua kekurangajaranmu padaku, Zelda,” Daramikha berkata dalam hati dan diikuti senyum liciknya saat melihat Zelda diperlakukan sangat kasar oleh Papanya sendiri. “Tinggal selangkah lagi keinginanku untuk mendepakmu selamanya dari rumah ini akan terwujud,” tambahnya.

“Hentikan!” Seruan seseorang terdengar menggema bersamaan saat Luan berniat kembali menampar Zelda yang belum bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

“Syukurlah,” gumam Bi Yuni lega yang sedari tadi hanya bisa mengintip Zelda diperlakukan kasar oleh orang tuanya.

“Melihat kehadiranmu yang tiba-tiba, saya simpulkan bahwa kamulah pemilik benih di rahim Zelda,” Luan menuduh sambil menatap nyalang Andri.

Dengan kasar Luan melepaskan cengkeramannya, sehingga membuat Zelda merintih dan memegang rahangnya yang sangat nyeri.

Dengan langkah lebar Andri bergegas menghampiri sofa, tempat calon istrinya mendapat perlakuan kasar dari papa kandungnya sendiri. “Tebakan Anda benar, Tuan. Memang saya yang telah membuat putri tunggal Anda hamil. Oleh karena itu, saya akan mempertanggungjawabkannya dan segera menikahi putri Anda,” balas Andri dengan tenang tanpa memperlihatkan emosinya yang tengah berkecamuk saat melihat sudut bibir Zelda berdarah. Dia bisa memastikan bahwa beberapa saat lagi rahang Zelda akan membiru akibat cengkeraman dari Papanya.

“Sebelum kamu memenuhi ucapanmu, maka terimalah ini dulu.” Secepat kilat setelah mengatakan itu, Luan langsung memukul rahang Andri dengan keras, sehingga membuat tubuh laki-laki tinggi tersebut terjungkal.

Tidak hanya sekali, Luan melancarkan aksinya berulang kali. Jeritan dan permohonan Zelda yang menyuruhnya berhenti pun diabaikan. Bahkan, Zelda ikut terpental saat nekat ingin melerai kebrutalannya.

Melihat Zelda terpental dan langsung terduduk sambil merintih, seketika membuat Andri menangkis pukulan calon ayah mertuanya. Dia bergegas menghampiri Zelda yang terus merintih dan mengatakan bahwa perutnya sangat sakit. Tanpa menghiraukan Luan yang masih murka, dia segera menggendong Zelda dan berniat membawanya ke klinik terdekat.

Sebelum mencapai pintu utama, Andri berbalik dan menatap nyalang sepasang suami istri di depannya yang wajahnya terlihat menegang.

“Jika terjadi sesuatu yang buruk menimpa Zelda atau calon anakku, aku akan membuat perhitungan dengan kalian berdua!” ancam Andri dingin. Setelahnya, dia melanjutkan langkah menuju mobilnya yang terparkir asal di halaman kediaman Pagory.

“Mau ke mana, Pa?” tanya Daramikha dan menarik lengan Luan saat suaminya hendak menyusul Zelda yang digendong Andri.

“Tentu saja ingin mengikuti mereka,” jawab Luan sambil berusaha melepaskan tangan Daramikha.

“Biarkan saja mereka. Aku rasa anakmu itu hanya berakting agar Papa berhenti memberinya pelajaran atas kesalahannya. Sudahlah, sebaiknya tenangkan dulu diri Papa. Setelah Papa tenang, baru kita pikirkan tindakan yang patut diberikan kepada Zelda.” Daramikha mengelus punggung Luan, bermaksud menenangkan kemarahan suaminya itu, tapi di dalam hatinya dia sangat senang karena tujuannya sudah di depan mata.

***

Andri sangat gelisah menunggu kemunculan dokter yang tengah memeriksa keadaan Zelda di dalam ruangan. Karena takut sesuatu buruk menimpa calon anaknya, Andri membawa Zelda ke sebuah klinik kandungan yang kebetulan berada tidak jauh dari kediaman Pagory. Tindakan ini dilakukan untuk memberikan pertolongan pertama kepada Zelda dan janin di rahimnya.

“Semoga kamu bisa bertahan di rahim Mama, Nak,” Andri berdoa dalam hati.

“Suami Ibu Zelda,” panggil seorang dokter yang keluar dari dalam ruangan.

“Iya, Dok, saya sendiri. Bagaimana keadaan istri dan calon anak saya?” tanya Andri tidak sabar.

“Istri Anda mengalami kram perut dan pendarahan. Keadaan ….”

“Cepat katakan bagaimana keadaan istri dan calon anak saya, jangan bertele-tele!” Andri menyela perkataan dokter tersebut dengan nada membentak karena sudah tidak sabar mengetahui kondisi Zelda dan kandungannya.

“Istri Anda tidak apa-apa, begitu juga dengan janinnya,” jawab dokter tersebut terbata karena terkejut mendengar bentakan dari Andri.

“Syukurlah,” ucap Andri sambil mendesah lega. “Saya ingin melihat keadaannya,” sambungnya dan secara langsung tubuh dokter yang tadi berdiri di depan pintu bergeser ke samping agar Andri bisa memasuki ruangan.

“Pak, sebaiknya biarkan dulu istri Anda beristirahat. Meski Ibu sempat mengalami kram perut dan pendarahan, tetapi hal tersebut tidak memengaruhi janinnya. Calon anak Anda di rahim Ibu cukup kuat dan boleh dikatakan ini sebagai keajaiban, sebab jarang janin yang baru berusia beberapa minggu bisa bertahan setelah sang ibu mengalami benturan.” Ternyata dokter tadi mengikuti Andri dan memberikan penjelasan mengenai kondisi Zelda.

Tanpa disadari Andri menitikkan air mata mendengar penjelasan sang dokter mengenai kondisi Zelda dan calon anaknya. Dia spontan menunduk dan mengecup kening Zelda yang tengah memejamkan mata. Andri tidak hanya mengecup kening Zelda, melainkan sudut bibir wanita di depannya yang robek dan memar akibat tamparan calon mertuanya.

“Pak, saya sudah mengobati luka di sudut bibir dan rahang istri Anda. Mungkin beberapa hari ke depan Ibu akan kesulitan berbicara karena luka robek di sudut bibirnya dan memar pada rahangnya,” beri tahu dokter berambut sebahu tersebut. “Sebaiknya luka di sudut bibir Anda juga segera diobati,” sambungnya saat melihat keadaan wajah Andri yang tidak jauh berbeda dengan pasiennya.

“Tidak perlu,” tolak Andri tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah Zelda yang tengah dibelainya. “Oh ya, Dok, kalau tidak keberatan, berikan saja saya kompres air dingin,” sambungnya meminta.

Sang dokter mengangguk meski tidak dilihat. “Kalau begitu tunggu sebentar, Pak, saya akan menyuruh salah seorang perawat ke sini membawakannya. Saya permisi,” pamit dokter tersebut dengan sopan.

Setelah hanya berdua berada di salah satu ruang rawat klinik, Andri memegang erat tangan Zelda. Dia merasa gagal melindungi dan menjaga Zelda serta calon anaknya dari amukan Luan, padahal kejadian seperti ini sudah ingin diantisipasinya. Namun, keinginannya itu kini sudah tidak berarti. Kemurkaan Luan saat mengetahui kondisi anaknya berbadan dua tidak bisa dielakkan lagi.

“Zel, maafkan aku. Jika saja Bi Yuni tidak cepat menghubungiku, entah apa yang akan kamu alami karena kemurkaan Papamu? Pernikahan kita harus secepatnya dilaksanakan agar kamu terhindar dari tindakan-tindakan anarkis Papamu,” ucap Andri sambil mengecup tangan Zelda yang berada di atas perutnya sendiri.

“Zel, sekarang beristirahatlah dengan nyenyak. Aku akan berada di sini untuk menjagamu.” Andri kembali mengecup kening dan bibir Zelda sebelum ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.

***

Daramikha tersenyum puas karena langkahnya untuk mendepak Zelda tidak sesulit yang dibayangkan. Andaikan kemarin dia tidak bertemu Zara, pasti cara yang tepat selama ini dicarinya belum ditemukan. Dia tidak menyangka bahwa pertemuannya dengan mantan terindah sang suami berbuah keberuntungan. Membayangkan moment gemilang kemarin membuat senyum kemenangannya semakin lebar.

Saat Daramikha sibuk memilih pakaian di sebuah outlet pusat perbelanjaan, tiba-tiba aktivitasnya terhenti karena matanya menangkap keberadaan wanita yang sering membuatnya dibakar api cemburu sekaligus dibencinya. Tidak mau membuat mood belanjanya kacau, akhirnya dia lebih memilih keluar dan mengunjungi outlet pakaian lain. Namun, saat berjalan menuju pintu keluar, langkah kakinya terhenti ketika mendengar namanya dipanggil dari belakang. Dengan malas dia membalikkan tubuh dan menatap tanpa ekspresi wanita yang lebih berumur darinya.

“Daramikha, bisa kita bicara sebentar?” tanya Zara sambil menghampiri lawan bicaranya.

“Tidak bisa. Saya masih ada kepentingan lain,” jawab Daramikha datar.

“Sebentar saja. Aku ingin membicarakan mengenai masalah janin yang tengah dikandung Zelda,” beri tahu Zara frontal dan berhasil membuat Daramikha sangat terkejut.

Setelah berhasil menormalkan keterkejutannya dan kembali memasang ekspresi datar, Daramikha menggangguk serta mendahului Zara mencari tempat berbicara yang tepat.

“Katakan saja inti yang ingin kamu bicarakan mengenai anakku,” ucap Daramikha tanpa perlu berbasa-basi setelah keduanya duduk di sudut ruangan sebuah cafe.

“Mengapa Luan memilih wanita arogan ini menjadi istri keduanya? Perangainya sangat berbeda jauh dengan mendiang Diana,” batin Zara menilai karakter Daramikha. “Baiklah. Namun, sebelumnya aku ingin meminta maaf atas nama putraku karena telah menanamkan benihnya pada rahim Zelda.” Zara menanti reaksi Daramikha atas pemberitahuannya.

“Apa? Jadi, anakmu yang telah menghamili putri kesayanganku?!” Daramikha berakting, seolah dirinya sudah mengetahui keadaan Zelda yang tengah berbadan dua. “Bagus! Ini akan menjadi senjata andalanku untuk membuat anak pembangkang itu dihajar habis-habisan oleh Papanya sendiri. Akan tetapi, untuk wanita yang ada di hadapanku, aku harus berakting agar mantan terindah suamiku ini merasa bersalah dan mengemis supaya dimaafkan atas perbuatan putranya,” tambahnya dalam hati.

“Maafkan putraku, Daramikha. Aku harap tindakan Andri ini tidak membuat Luan menarik kembali sahamnya di perusahaan suamiku,” pinta Zara langsung tanpa mengulur waktu.

“Oh, ternyata suamiku menanamkan sahamnya di perusahaan Himawan? Dan inti pembicaraan Zara, agar perbuatan putranya tidak memengaruhi keputusan Luan yang sudah menanamkan sahamnya. Ini benar-benar permainan yang menyenangkan,” batin Daramikha bersorak girang.

“Luan belum mengetahui mengenai kehamilan Zelda, karena dia masih berada di luar kota. Aku juga tidak bisa menghentikan niat Luan jika dia memang ingin menarik kembali sahamnya di perusahaan suamimu setelah mengetahui kabar ini, mengingat Zelda adalah putri tunggalnya.” Daramikha menyamarkan senyum liciknya saat melihat ekspresi khawatir di wajah Zara atas jawabannya.

“Daramikha, aku mohon bujuklah Luan agar tidak menarik kembali sahamnya. Aku dan suamiku sepakat ingin menikahkan Andri dengan Zelda, meskipun sebenarnya kami sudah mempunyai calon menantu untuk putraku. Namun, demi kebaikan perusahaan dan janin di rahim Zelda, kami akan menerimanya sebagai menantu di keluarga Himawan,” ucap Zara sedih.

“Sepertinya Zara terlihat tidak senang menjadikan Zelda sebagai menantunya. Jika aku setuju Zelda dinikahkan dengan putranya, berarti anak pembangkang itu akan selalu tersiksa karena ketidaksukaan mertuanya. Bukan hanya itu, Zelda juga akan pergi selamanya dari rumah dan membuat aku bebas melakukan apa pun atas kekayaan Papanya. Namun sebelumnya, aku harus membuat Luan memberi pelajaran dulu kepada putri semata wayangnya itu,” ucap Daramikha dalam hati.

“Baiklah, demi kebaikan bersama aku akan membantumu memberikan pengertian kepada Luan agar tidak menarik sahamnya dan bersedia menikahkan Zelda dengan putramu. Aku melakukan ini karena tidak mau cucuku nanti lahir tanpa ayah dan ketidakjelasan status orang tuanya.” Pada akhirnya Daramikha menyetujui permintaan Zara demi mewujudkan keinginannya sendiri.

“Zelda, pada akhirnya keinginanku untuk segera mendepakmu dari istana keluarga Pagory secepatnya akan terwujud. Lebih senangnya lagi, aku tidak usah repot-repot memikirkan caranya. Niatku pun tersamarkan oleh perbuatanmu sendiri.” Daramikha tidak henti-hentinya membatin atas keinginannya yang sebentar lagi menjadi kenyataan.

***

Daramikha membawakan secangkir kopi untuk Luan yang berada di ruang kerja pribadinya. Dia akan mulai melancarkan aksinya untuk membujuk sang suami agar segera menikahkan Zelda, karena dirinya sudah tidak sabar melihat anak tirinya itu menghadapi ketidaksukaan dan perlakuan buruk dari calon mertuanya.

“Sayang, aku buatkan kopi untuk menenangkan sedikit pikiranmu,” ucap Daramikha setelah membuka pintu ruang kerja suaminya.

“Letakkan saja di sana,” balas Luan sambil menegakkan tubuhnya yang sebelumnya disandarkan pada punggung kursi kebesarannya.

“Baiklah. Sayang, jangan terlalu memforsir tenagamu, ingatlah kamu baru tadi siang kembali dari perjalanan bisnis. Sebaiknya kamu pergunakan waktu untuk beristirahat,” Daramikha mengingatkan. “Oh ya, aku ingin meminta maaf karena tidak seharusnya dengan lancang memberitahumu mengenai keadaan Zelda, padahal kamu baru pulang,” Daramikha menambahkan dengan memasang ekspresi menyesal dan bersalah.

Luan mengembuskan napasnya kasar dan beranjak dari duduknya. “Mikha, duduklah. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu menyangkut Zelda,” ucapnya tanpa menanggapi permintaan maaf istrinya dan berjalan menghampiri sofa di sudut ruangan.

“Aku harus menggunakan kesempatan ini untuk memprovokasi Luan agar secepatnya menikahkan Zelda dan membuat anak itu segera angkat kaki,” batin Daramikha. “Baiklah, aku harap kamu bisa mengambil keputusan dengan bijak. Meski bagaimanapun Zelda tetaplah darah dagingmu sendiri dan satu-satunya anakmu,” Daramikha dengan bijaknya memberikan nasihat.

“Kamu benar, Mikha. Walau Zelda telah lalai menjaga dirinya agar tidak hamil sebelum menikah, tapi sebagai ayahnya aku juga punya andil dalam hal ini. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku sehingga lengah mengawasinya dan tidak memiliki waktu luang meski untuk sekadar mengobrol atau berbasa-basi. Aku anggap tindakannya ini sebagai bentuk pelariannya saja. Tidak sepantasnya aku berlaku sangat kasar padanya tadi.” Luan mendesah lelah setelah menyadari tindakannya tadi kepada Zelda.

“Jangan menyalahkan diri sendiri atas perbuatan Zelda. Aku mengerti tindakanmu tadi itu disebabkan karena kamu tengah emosi saja. Kamu bekerja seperti ini juga demi kepentingannya kelak. Sebagai istrimu, aku juga merasa lalai mendidik Zelda. Meski bukan aku yang melahirkannya.” Daramikha pura-pura menyusut cairan di sudut matanya. “Kamu pantas memukul anak itu, setidaknya dirimu melakukannya demi aku,” Daramikha menanggapi penyesalan suaminya dalam hati.

“Apa kamu akan menikahkan mereka secepatnya, mengingat perut Zelda nanti kian membesar?” tanya Daramikha setelah hening sejenak.

Luan kembali mengembuskan napas. “Sebenarnya aku ingin menjodohkan Zelda dengan anak sahabatku dan Diana. Namun, berhubung Zelda sudah memilih jalannya dan keadaannya kini tengah berbadan dua, maka niat itu terpaksa diurungkan,” beri tahu Luan tanpa menatap Daramikha di sampingnya.

“Memangnya kamu tidak menyukai Andri sebagai pendamping Zelda?” selidik Daramikha. “Aku lihat anak itu tipe laki-laki bertanggung jawab,” imbuhnya.

“Tidak juga. Aku pernah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menjalin hubungan dengan Zara dan keluarganya selain urusan bisnis,” jawab Luan tanpa menutupi.

“Zara lagi, Zara lagi. Sepertinya wanita itu dulu sangat berperan penting dan berpengaruh dalam hidup Luan. Bahkan mengalahkan Diana, wanita yang telah memberinya keturunan,” batin Daramikha mengomentari. “Jadi …?” tanya Daramikha menggantung.

“Demi status Zelda dan anak yang tengah dikandungnya, maka aku akan menikahkan mereka jika keduanya bersedia memenuhi syarat dariku,” sahut Luan serius.

“Syarat?” tanya Daramikha penasaran.

“Zelda tidak ada hubungan lagi denganku setelah dia menikah dan menjadi menantu di keluarga Himawan. Jika dia atau Andri keberatan, maka saham di perusahaan Ivan akan kutarik kembali, meski mereka tetap aku nikahkan.” Jawaban Luan berhasil membuat Daramikha tersentak sekaligus menjerit kegirangan dalam hati, sebab Zelda atau pun Andri tidak mempunyai pilihan yang menguntungkan keduanya.

“Sepertinya Luan masih sangat sakit hati terhadap Zara, sampai-sampai dia tidak mau terikat hubungan kekeluargaan dengan mantan terindahnya itu,” batin Daramikha menilai. “Aku akan selalu mendukung keputusanmu, semasih itu yang terbaik untuk kita,” Daramikha menanggapi sambil memeluk pinggang Luan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status