Share

Part 8

Dokter belum mengizinkan Zelda pulang meski hanya sebentar ketika Andri menyampaikan permintaannya. Bukan tanpa alasan permintaan Andri ditolak, melainkan karena sang dokter tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk menimpa Zelda dan calon anaknya. Dengan berat hati Andri pun menerima keputusan dokter tersebut, apalagi demi kebaikan calon istri dan anaknya. Dia berjanji akan segera kembali ke klinik setelah pertemuan dan pembahasan keluarganya dengan orang tua Zelda selesai.

Kini Andri dan keluarganya tengah duduk berhadapan dengan orang tua Zelda, tentu saja di kediaman Pagory. Pertemuan tersebut lebih didominasi oleh pembicaraan Zara dan Daramikha, sedangkan para laki-laki hanya sesekali menimpali termasuk dirinya.

Meski ekspresi Luan datar saat mendengar permintaan maaf orang tuanya karena perbuatannya, tapi Andri bisa merasakan kemarahan masih menyelimuti laki-laki seumuran Papanya tersebut. Andaikan tadi Zelda tidak memberitahunya jika calon Papa mertuanya datang ke klinik untuk mendengar syarat yang telah dipilihnya, pasti dirinya akan bingung melihat sikap Luan.

Awalnya Andri kesal karena Zelda menghubungi Luan dan menyampaikan pilihannya tanpa sepengetahuannya, tapi setelah wanitanya itu menjelaskan bahwa tidak terjadi sesuatu yang buruk, akhirnya kekesalannya pun menguap.

Pertemuan dua keluarga itu tidak berlangsung lama karena Luan enggan berbasa-basi dan langsung ke inti pembicaraan. Tanggal pernikahan mereka pun sudah ditentukan yaitu minggu depan, tidak akan ada pesta meriah karena terbatasnya waktu untuk mengurus persiapannya.

Tidak hanya itu, tempat berlangsung pernikahannya pun akan dipilih dan ditentukan sendiri oleh Luan, mengingat yang menikah adalah putri semata wayangnya. Awalnya Andri terkesiap, tapi setelah Luan mengatakan bahwa ini merupakan hadiah pernikahan darinya, maka dia pun mengerti. Tadi juga orang tuanya menanyakan keberadaan Zelda yang tidak kelihatan batang hidungnya, Luan dengan cepat beralasan jika putrinya tersebut sedang beristirahat karena pusing dan tengah kurang enak badan.

Andri menolak saat Ivan mengajaknya pulang bersama mereka. Andri berdalih akan tidur di apartemen seperti biasanya. Tidak mau mendengar adu mulut lagi, akhirnya Zara menengahi dan mengajak suaminya pulang tanpa keikutsertaan putra mereka.

Setelah memastikan mobil yang ditumpangi orang tuanya tidak terlihat, Andri meninggalkan halaman kediaman Pagory dan menuju klinik untuk menyampaikan hasil pertemuannya baru saja.

***

“Semoga Papa tidak memberi tahu Andri pembicaraan yang tadi kami bahas mengenai batalnya penarikan saham,” gumam Zelda yang belum bisa memejamkan matanya.

“Ma, aku terpaksa menyerahkan butik kesayangan Mama dan pengelolaannya kepada Papa. Percayalah, Ma, selama ini prioritasku tetap mengedepankan kemajuan butik Mama, meski aku sendiri bekerja di perusahaan orang. Namun, untuk kali ini aku benar-benar minta maaf, Ma. Aku melakukan ini karena tidak ingin dianggap sebagai pembawa sial oleh keluarga baruku.” Zelda berderai air mata saat mengingat jerih payah dan kerja keras Diana membangun butik kesayangannya demi membuktikan bahwa hobinya mampu menghasilkan uang.

“Sekali lagi maafkan aku, Ma. Aku benar-benar tidak mempunyai pilihan lain.” Zelda sesenggukan dengan mata terpejam di tengah permintaan maafnya kepada mendiang sang ibu.

Zelda berusaha menghentikan sesenggukannya dan dengan cepat menyusut air matanya saat mengingat Andri akan menemaninya malam ini. Dia tidak mau Andri mengetahui dan ikut terbebani terhadap rasa bersalahnya kepada mendiang sang ibu. Suasana malam yang sepi membuat indra pendengarannya lebih peka, sehingga dengan mudah dia bisa mendengar suara-suara di sekelilingnya, termasuk langkah kaki di luar ruangan.

 “Apakah menungguku menjadi alasan utamamu belum tidur selarut ini?” Andri bertanya setelah berada di dalam ruang rawat Zelda.

“Perlukah aku memberitahumu lagi, jika kamu sendiri sudah mengetahui jawabannya?” tanya Zelda balik. Dia memejamkan kedua kelopak matanya saat Andri mencium keningnya dengan lembut dan mengecup ringan bibirnya.

“Sepertinya tidak perlu,” Andri menjawab dan duduk di samping tubuh Zelda. “Sebaiknya sekarang atau besok saja aku beri tahukan hasil pertemuan keluargaku dengan orang tuamu?” tanyanya kembali sambil mengusap perut Zelda yang tertutupi selimut biru.

“Sekarang saja,” pinta Zelda cepat dan membuat Andri terkekeh mendengarnya.

“Baiklah. Sebenarnya tidak banyak hal yang dibahas oleh kedua belah pihak keluarga, karena Papamu terlihat enggan berbasa-basi. Intinya, pernikahan kita dilaksanakan minggu depan dan tempatnya ditentukan oleh Papamu sendiri. Awalnya aku merasa heran, mengingat sikap Papamu saat pertama kali mengetahui hubungan kita. Namun, setelah beliau mengatakan jika ini merupakan hadiah pernikahan darinya untuk putri semata wayangnya, jadi aku mengerti maksudnya,” Andri menjelaskan tanpa melepaskan tatapannya pada wajah Zelda untuk melihat reaksinya.

“Baguslah jika Papaku berpikir seperti itu, jadi acara pernikahan kita bisa berlangsung lancar,” Zelda menanggapinya dengan tenang, meski dia tahu maksud terselubung dari tindakan Papanya. “Tentu saja Papaku akan melakukan itu sebagai ucapan terima kasihnya karena aku telah menyerahkan peninggalan berharga Mama kepadanya,” batin Zelda melanjutkan.

“Setelah pernikahan kita dilangsungkan, aku harus siap menerima kemurkaan orang tuaku,” gumam Andri dan menatap Zelda dengan tatapan kosong.

“Kenapa?” Zelda mengusap punggung tangan Andri yang berada di atas perutnya.

“Karena Papamu akan menarik sahamnya sesuai dengan syarat yang beliau berikan dan aku pilih,” jawab Andri pelan.

“Maaf karena aku telah membuatmu mengalami kesulitan,” pinta Zelda dengan nada datar.

“Hm, sudahlah. Ini sudah menjadi risiko yang harus aku terima. Sebaiknya sekarang kamu tidur, aku juga ingin beristirahat,” ucap Andri sebelum turun dari ranjang Zelda.

“Selamat malam dan beristirahat.” Zelda menyunggingkan senyum tipisnya kepada Andri yang telah berdiri di sebelah ranjangnya, dan bersiap menuju single sofa di pojok ruangan. “An, bisakah pernikahan ini bertahan lama? Mengingat hubungan yang mengikat kita sekarang tidak lain karena bentuk pelarian dari orang tua masing-masing,” batin Zelda menambahkan.

***

Sesuai perkataannya, Luan memilih tempat di salah satu vila miliknya di wilayah Ubud untuk menyelenggarakan pernikahan sang anak. Sebelum vila tersebut dimilikinya, tempat itu dulunya menjadi saksi bisu pernikahannya bersama mendiang istri pertamanya. Bukan hanya itu, semua yang disukai Diana tertuang di seluruh bangunan berkonsep tradisional khas Bali tersebut. Tidak ada yang mengetahui jika vila tersebut milik Luan sendiri, termasuk Zelda. Apalagi letak vila tersebut cukup jauh dari keramaian kota, jadi tidak ada yang menyangka jika Luan mengeluarkan banyak uang hanya untuk mendapatkannya.

Prosesi pernikahan sudah diikuti dengan lancar oleh Andri dan Zelda pagi ini. Yang hadir hanyalah keluarga serta orang-orang terdekat keduanya, termasuk Dave dan Vyren. Vyren memang diharuskan hadir, bahkan saat resepsi malam hari nanti karena dialah yang didaulat untuk mengabadikan moment bahagia Andri dan Zelda. Sedangkan Dave datang seorang diri, mengingat istrinya belum diketahui keberadaannya.

“Akhirnya tiba juga hari yang kalian nantikan,” ucap Dave kepada pasangan pengantin baru yang sedang bersamanya. Ketiganya kini berada di lantai dua vila tersebut untuk bersantai usai acara pernikahan, tepatnya di balkon belakang. “Selamat atas hubungan baru kalian,” sambungnya sambil tersenyum.

“Terima kasih telah hadir, Dave, walau kami mengundangmu dengan kurang sopan,” ucap Andri penuh rasa bersalah karena mengundang sahabatnya melalui telepon.

“Aku memaklumi kondisi kalian saat ini,” Dave terkekeh menanggapi ucapan sang sahabat. “Aku menyukai konsep pernikahan yang kalian usung. Sederhana, tapi penuh makna. Lokasi yang kalian pilih pun sangat mengagumkan. Kesejukan udaranya mampu merenggangkan rongga dadaku yang sangat sesak.” Dave memejamkan mata dan menghirup udara segar yang ada di sekitarnya dengan rakus, saat teringat moment pernikahannya dulu bersama Titha.

Andri dan Zelda saling tatap, mereka bisa merasakan perasaan Dave. “Semoga kamu cepat dipertemukan dengan istri dan anakmu, Dave.” Zelda menepuk lembut pundak Dave.

Dave mengangguk tanpa membuka matanya. “Aku sungguh sangat merindukan mereka,” ucapnya lirih. Dia mengembuskan napasnya dengan kasar, kemudian matanya pun terbuka. “Aku kira hanya diriku saja yang menjalin ikatan suami istri dengan sahabat sendiri tanpa cinta, ternyata kini kalian juga,” Dave melanjutkan sambil tertawa sumbang.

“Apakah sampai kini kamu tidak mencintainya, Dave? Mengapa tadi kamu mengatakan merindukan mereka? Apakah itu hanya rindu sebatas seorang sahabat?” tanya Zelda beruntun tanpa disadarinya.

Dave kembali mengembuskan napas sebelum menjawab pertanyaan Zelda. Dia membasahi tenggorokannya dengan sisa lime mocktail di gelasnya. “Aku memang tidak mencintainya saat kami baru menikah, tapi seiring berjalannya waktu aku mulai mempunyai perasaan yang berbeda terhadapnya. Bahkan saat Keisha memintaku untuk menceraikan Titha, rasa cintaku pada Titha semakin besar. Namun, saat aku ingin mengakui dan mengatakannya langsung, Titha telah lebih dulu meninggalkanku dengan membawa serta buah hati kami,” Dave mengatakannya dengan nada penuh penyesalan dan memendam kerinduan yang mendalam.

“Hm, penyesalan selalui datang belakangan,” Zelda menimpali dengan gumaman.

“Semoga hubungan kalian tidak seperti kisahku dengan wanita yang membuatku hampir gila karena merindukannya. Aku berharap, rasa cinta akan tumbuh di hati kalian masing-masing secepatnya. Apalagi beberapa bulan ke depan buah hati kalian akan lahir,” Dave menyampaikan harapannya kepada kedua sahabatnya.

Andri dan Zelda hanya mengangguk. Keduanya tidak terlalu memikirkan rasa cinta bersemi di hati masing-masing, sebab pernikahan ini bagi mereka hanyalah sebuah pelarian semata.

***

Selama acara resepsi pernikahannya berlangsung, Zelda benar-benar dibuat muak oleh sandiwara yang dimainkan oleh Daramikha. Wanita ular itu tidak bosan-bosannya mengumbar senyum lebar kepada tamu yang datang. Melihat gelagat wanita yang kini sudah resmi menyandang status sebagai istrinya, Andri pun beberapa kali berbisik agar Zelda tetap tenang dan tidak usah memedulikan tingkah Daramikha. Andri memang sudah dari dulu mengetahui hubungan tak akur antara Zelda dengan ibu tirinya tersebut.

Setelah para tamu yang datang silih berganti pulang, termasuk orang tuanya sendiri, Zelda mendahului Andri memasuki salah satu kamar di vila tersebut. Zelda sengaja meninggalkan Andri yang masih berbicara dengan orang tuanya. Awalnya Zelda ingin bergabung, mengingat kini dia sudah menjadi bagian dari keluarga Himawan. Namun, saat melihat ekspresi wajah orang tua Andri yang tak bersahabat, terutama ibu mertuanya, dia pun memutuskan untuk mengurungkan niatnya tersebut.

Zelda yang sudah bersandar di atas ranjang menoleh saat mendengar pintu kamarnya terbuka. “Orang tuamu menginap di vila ini?” tanyanya tanpa basa-basi.

Andri menggeleng. “Mereka sudah pulang. Hanya kita yang sekarang ada di vila ini,” beri tahunya sambil melepas pakaiannya.

Zelda hanya menanggapinya dengan anggukan. “Ya sudah, kalau begitu cepatlah mandi agar kita bisa segera beristirahat,” ucapnya.

“Apakah malam ini kita akan melakukan ritual malam pertama, seperti pengantin baru lainnya?” tanya Andri sambil mengedipkan sebelah matanya setelah berdiri di samping ranjang istrinya.

“Kamu lupa dengan perkataan dokter?” Alih-alih menjawab, Zelda malah balik bertanya.

Bukannya menjawab, Andri langsung mendaratkan kecupan pada kening Zelda. “Aku hanya bercanda, Zel. Lagi pula aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada anak kita,” ucapnya sambil mengusap berulang kali perut Zelda yang tertutupi piama.

“Terima kasih atas pengertiannya, Papa.” Tangan Zelda menarik tengkuk leher Andri, kemudian dengan cepat mengecup bibir laki-laki tersebut.

Tidak mau melewatkan kesempatan, Andri langsung membalasnya dengan memberikan lumatan lembut. Merasa cukup, dia pun menyudahi aksinya.

“Tunggu Papa selesai mandi ya, Nak. Nanti kita beristirahat bersama,” pinta Andri setelah dia beralih pada perut Zelda, kemudian mendaratkan kecupannya di sana.

“Kelak anak kita pasti sangat bangga mempunyai Papa sepertimu, An,” ucap Zelda dalam hati sambil mengusap rambut Andri yang masih betah mengecup perutnya dari luar piamanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status