Share

BAB 4

Brian membawa mobilnya pergi dari depan Satlantas, gadis menyebalkan bernama Heni Saraswati itu benar-benar membuatnya sakit kepala. Karena gadis itu, dan juga kecerobohannya sendiri, Brian yang seharusnya sejak tadi sudah sampai rumah dan tidur, harus menunda waktu tidurnya sampai selama ini!

Ia melirik jam tangan, hampir tengah hari! Astaga, kepala Brian mendadak terasa begitu sakit. Brian mendesah, membawa mobilnya terus melaju menyusuri jalanan untuk sampai ke rumah kontrakan yang dia sewa untuk satu tahun ke depan.

Ada rumah Om Julius sebenarnya, namun Brian tidak mau merepotkan. Lebih tepatnya dia tidak ingin diganggu siapapun ketika dia sudah sampai di rumah ketika beres berjaga. Rasanya setelah jaga, apalagi jaga malam, Brian ingin langsung tidur tanpa ada distraksi apapun. Apalagi anak-anak omnya begitu jahil dan super semua, Brian bisa depresi lama-lama kalau tinggal di sana!

"Heni Saraswati."

Entah mengapa secara tiba-tiba bibir Brian menyebutkan nama itu. Bayangan wajah cantik tadi kembali terlintas dalam benak Brian. Kenapa jadi dia memikirkan gadis itu terus-terusan?

"Cakep sih, tapi somplak!" Brian terkekeh, teringat bunyi perut Heni yang super duper kenceng tadi.

Tawa Brian meledak, hilang sudah rasa kesal yang tadi menyelimuti hatinya. Lucu juga kalau diingat-ingat. Brian terus membawa mobilnya memasuki area perumahan tempat dia menyewa satu rumah berukuran 30/60 yang cukup nyaman sekali ditempati.

Pemilik rumah adalah sepasang suami-istri yang agaknya punya banyak rumah. Dengar-dengar mereka punya rumah kost 50 pintu, khusus putri tapi. Jadilah Brian tidak mereka tawari ngekost di rumah kost mereka. Brian membelokkan mobil, memasukkan mobil ke dalam rumah yang memang tidak ada pagarnya. Setelah beres melepaskan seat belt dan mematikan mesin mobil, Brian bergegas turun.

Setelah mandi bersih-bersih, pokonya Brian mau tidur tanpa gangguan! Matanya sudah cukup berat dan tubuhnya sudah sangat lelah. Kebiasaan kalau Brian jaga pasti pasien full penuh! Sebuah kutukan yang menjerat Brian sejak koas sampai sekarang. Kutukan yang membuat teman-teman Brian malas jika harus jaga bersama dengan dirinya. Padahal Brian sendiri juga tidak mau menanggung kutukan ini.

Brian menutup pintu depan, langsung masuk ke kamar mandi yang ada di belakang rumah dan menepuk jidat ketika menyadari ia bahkan kehabisan pasta gigi dan shampo!

"Astaga! Mau mampir lupa tadi!"

Diusapnya wajah dengan gusar. Dia sudah berencana hendak mampir ke minimarket tadi. Beli pasta gigi, shampo dan banyak lagi kebutuhan pribadinya yang habis. Dan sekali lagi, gara-gara Heni, Brian lupa itu semua!

Brian menutup pintu kamar mandi. Tidak masalah! Sabun masih ada, absen gosok gigi sekali tidak masalah, kan? Nanti juga setelah bangun tidur dia akan langsung membeli perlengkapan yang habis kok. Dan untuk shampo, rasanya Brian akan menerapkan teknik pengenceran 1:1000. Yang penting berbusa, begitu, kan, prinsipnya?

Guyuran air sedikit menyegarkan kepala Brian yang sejak kemarin malam panas. Ditambah kecelakaan yang tadi harus dia alami. Kenapa rasanya hari ini Brian begitu sial?

***

Brian mengerjapkan mata. Menggeliat sambil merentangkan kedua tangannya ke atas. Segar sekali rasanya badan ini? Perlahan-lahan dia mulai membuka matanya dan mendapati jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Ia segera bangkit, duduk sejenak di tepi ranjang untuk mengumpulkan sisa nyawanya sebelum bangkit dan melangkah ke luar kamar.

Cuci muka adalah hal yang hendak dia lakukan. Setelah itu mengambil dompet dan kunci mobil di kamar dan pergi ke minimarket guna membeli kebutuhan pribadinya yang kebetulan habis.

Mungkin setelah beli perlengkapan pribadi, Brian hendak langsung pergi ke barber shop. Sedikit potong rambut untuk buang sial dan berharap bisa sedikit mengurangi kadar kutukannya yang makin hari Brian rasa makin mengerikan!

"Moga nggak ketemu yang aneh-aneh lagi ya Allah!" gumam Brian sebelum melangkah keluar dari dalam rumah.

Dia segera masuk ke dalam mobil, menghidupkan mesin mobil dan membawa mobilnya pergi dari depan rumah kontrakannya. Ada banyak minimarket di sekitar sini, dan tujuan Brian tentu minimarket paling lengkap. Walaupun sebenarnya ada yang lebih dekat, tetapi menurut Brian yang hendak dia tujuan itu lebih lengkap dan tersedia banyak brand yang biasa dia pakai.

"Gini amat hidup, Ya Allah!" Brian mulai sambat. "Susah payah sekolah biar jadi dokter, berjuang biar bisa masuk spesialis demi buat jadi mantu idaman, eh malah diduluin orang!"

Siapa lagi kalau bukan Karina yang Brian maksud? Tau begitu sejak dulu saja Brian gebet adik dari Kelvin itu. Salah Brian sendiri yang terlalu naif dan terlalu menggampangkan, ujungnya? Dia ditikung, kan? Mana sudah spesialis lagi lelaki yang kini berstatus suami Karina itu. Sialan memang!

"Dari dulu memang spesialis itu sebuah ancaman! Mau calon spesialis kek, udah spesialis kek, sama saja! Incaran para calon dokter atau yang sudah dokter pun tentu yang udah punya gelar Sp. di belakang nama mereka, kan? Meresahkan memang!"

Sebuah fakta di dunia pendidikan kedokteran yang mungkin juga sudah menjadi rahasia umum. Kalau kebanyakan para koas atau dokter umum, tentu membidik dokter spesialis untuk dijadikan suami. Ya mungkin tidak semua, tapi kebanyakan seperti itu. Apalagi kalau bapak mereka sama-sama dokter, bisalah saling menjodohkan anak mereka. Teman seperjuangan Brian kemarin dijodohkan dengan residen anak, mahasiswa papanya sendiri. Padahal si residen ini punya pacar yang juga dokter, eh ditinggal karena si bapak dedek koas ini kepala departemen anak! Sungguh ironis!

"Ayo semangat lanjut spesialis, Yan! Harus jadi spesialis pokoknya!" gumam Brian memberikan semangat pada dirinya sendiri.

Walaupun pada akhirnya dia tidak bisa mendapatkan Karina, tetapi jadi seorang dokter spesialis adalah cita-cita mutlak Brian. Dia ingin jadi dokter spesialis bukan hanya karena ingin menikahi Karina saja.

"Dokter Brian Alesandro spesialis obstetri ginekologi!"

Brian tersenyum, membayangkan kemudian dia menyandang gelar itu di belakang namanya. Keren? Sudah pasti! Tapi bukan hanya keren semata yang Brian cari. Tapi passion Brian sejak dulu memang sudah dia sadari sejak koas di bagian kandungan. Bagaimana dia melihat seniornya bisa menjadi orang pertama yang menyapa para bayi itu ketika pertama kali keluar dari rahim ibunya ... rasanya begitu spesial sekali di mata Brian. Hal yang lantas membuat Brian bertekad bahwa kelak dia harus menjadi seorang Obsgyn!

Di mana selain menjadi saksi dan orang yang pertama kali menyapa para bayi itu, Brian juga akan bisa menjadi tangan yang digunakan Tuhan untuk mewujudkan harapan pasangan yang sudah lama menginginkan hadirnya momongan. Dia akan bekerja sama dengan sejawat di bagian andrologi nantinya, mewujudkan mimpi pasangan itu untuk bisa memiliki garis keturunan.

Keren?

Itu sudah pasti! Tapi Brian bersikukuh menjadi dokter, dokter kandungan, sekali lagi bukan karena ingin terlihat keren. Tetapi ingin menjadi alasan orang tersenyum bahagia, membantu sesama dan menyelesaikan masalah orang yang berkaitan dengan kesehatan mereka.

Senyum Brian hilang ketika mendadak wajah, suara dan bahkan suara perut Heni kembali terlintas dalam benaknya. Matanya melotot kesal, ia mendengus perlahan sambil menggelengkan kepala.

"Kok jadi dia lagi yang nongol di otak sih? Kenapa?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Elma Faradila
Mkin penasaran sama crtanyaaa,baru nyampe BAB 4.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status