Share

BAB 11

"Motor aku gimana, Mas?"

Brian melotot, ditatapnya Heni dengan tatapan kesal. Motor? Heni malah memikirkan motornya daripada momen mereka ini?

"Biarlah, nggak mungkin ilang, Hen!" jawab Brian santai sambil menahan gemas. Ia segera membawa mobilnya melaju dari halaman parkir. Ia melirik sekilas, Heni tidak tampak protes dan itu artinya dia juga sama dengan Brian, begitu rindu momen ini dan tidak ingin kehilangan momen kebersamaan mereka ini.

"Memang kita mau makan dimsum di mana, Mas?"

Brian kembali melirik wajah itu, senyum Brian merekah. Rasanya sudah cukup lama mereka tidak bersama macam ini. Tidak sia-sia Brian datang jauh-jauh dan menculik Heni, akhirnya rasa rindunya terbayar sudah!

"Warungnya sih kaki lima, Hen. Tapi aku jamin kamu bakalan suka." Brian tahu, Heni sebenarnya bukan tipe gadis gede gengsi yang tidak mau diajak makan di pinggir jalan. Tapi dia perlu memberitahukan ini sebelum Heni berekspektasi tinggi terhadap tempat makan yang akan mereka datangi.

"Enak?"

Kini tawa Brian pecah. Dia tertawa terbahak-bahak. Kenapa Heni menanyakan hal ini? Tentulah enak! Selera Brian terhadap makanan cukup tinggi. Tentu tidak perlu dijelaskan kenapa lantas Brian mau makan di kaki lima, kan? Sudah pasti selain tempatnya bersih, makananya pasti enak!

"Kau akan tau nanti, Hen. Sabar deh."

Heni tidak lagi bersuara, dia malah menyandarkan tubuh di jok dengan santai. Seperti biasa, ketika dulu mereka masih satu tempat dinas dan Brian rajin antar-jemput Heni ketika mereka ada dalam satu shift yang sama. Brian merasa begitu tenang, damai dan bahagia ketika sosok ini tengah bersamanya. Agaknya Brian betul-betul jatuh cinta dan ia memang perlu mengikuti saran Julius untuk 'menembak' Heni lebih dulu.

Eh, tapi ... siapa bilang kalau selama ini Brian tidak menyatakan perasaan pada Heni? Brian sudah berkali-kali memberi 'kode' dan bahkan bicara blak-blakan pada gadis di sebelahnya ini. Tapi entah Heni yang terlalu polos atau cuek, semuanya seolah hanya gurauan di mata Heni. Padahal Brian serius mengucapkan hal itu, serius dengan setiap perkataan yang mewakili perasannya pada Heni.

Mendadak Brian gusar. Beberapa bulan lagi tentu masa kepaniteraan klinik Heni akan habis. Gadis ini akan diambil sumpahnya dan mengikuti UKMPPD serta serentetan tes lainnya untuk menentukan apakah Heni lolos untuk menjajaki tahapan selanjutnya guna menjadi dokter. Dan internship ... Brian tahu betul Heni berdarah muggle. Dalam artian dia adalah dokter pertama dalam keluarga besar. Yang artinya lagi, Heni sama sekali tidak punya power dalam bidang kedokteran dari keluarga. Itu artinya ....

"Mas? Ngelamun?"

Brian tersentak, ia terkejut dan spotan menoleh menatap Heni yang tengah menatapnya dengan tatapan menyelidik.

"Ah ... ng-nggak kok. Cuma lagi mikir sesuatu aja." jawab Brian sambil berusaha menghilangkan rasa terkejutnya.

"Mikir? Mikirin apaan?" sebuah nada penasaran Brian rasakan di sela-sela kalimat yang keluar dari mulut Heni.

Brian mendesah, tidak ada waktu lagi! Dia memang harus segera menyatakan perasaan seperti apa saran omnya. Kalau tidak ... Brian begitu takut harus kembali kehilangan orang yang dia cintai hanya karena dia terlalu santai terhadap perasaan yang Brian miliki untuk gadis incarannya.

"Hen, besok malam ada acara? Temenin keluar mau?"

***

Wajah Heni berubah cerah ketika gumpalan daging ayam dengan kulit lembut nan juicy itu menyapa indra perasa Heni. Belum lagi nikmat saus cocolan yang pedas dan gurihnya pas di lidah Heni. Ini benar-benar sangat nikmat dan memanjakan lidah Heni, persis seperti apa yang tadi Brian promosikan kepadanya.

"Enak?"

Heni mengangkat wajah, menelan susah payah dimsum yang memenuhi mulutnya. Ia kontan nyengir lebar, menganggukkan kepala dengan cepat lalu kembali bersuara.

"Heem, ini enak banget, Mas!" ucapnya jujur. Dimsum dan saus cocolan nya ini memang enak!

Brian menyunggingkan senyum. Tampak pesanannya masih utuh, matanya fokus menatap Heni. Membuat Heni jadi sedikit salah tingkah. Jadi Brian sejak tadi malah sibuk mengamati Heni makan daripada makan dimsum pesanannya?

"Ma-Mas ... kamu nggak makan?" Heni mengabaikan sejenak dimsum lezat miliknya, tentu dia tidak nyaman dengan Brian yang sejak tadi tidak melepaskan pandangan mata darinya.

"Dimsum nya memang enak, bentuknya indah dan cantik. Tapi sayangnya, apa yang ada di depan mataku, yang kini sedang aku tatap, lebih indah dan cantik daripada mereka."

Heni membelalak, ia tidak salah dengar? Brian tidak sedang bercanda atau kerasukan setan penunggu rumah sakit, kan? Atau kepalanya habis terbentur sesuatu? Jadi saraf otaknya geser dan dia menjadi konslet?

Heni meneliti mata dan wajah Brian, tidak nampak bahwa Brian tengah bercanda. Tidak tampak kebohongan di mata itu. Sebuah fakta yang membuat Heni jadi salah tingkah. Kembali kalimat Brian tadi terngiang. Perihal Heni yang kata Brian begitu indah dan cantik, apakah ini artinya ....

"Mas sehat?"

***

Brian kontan melotot tajam. Rangkaian kalimat rayuan lanjutan yang sudah Brian pikirkan dan siapkan dengan matang mendadak hilang, lenyap entah kemana. Ia mengeram perlahan, rasanya ia ingin menelan bulat-bulat kalau saja dia tidak begitu mencintai gadis ini.

Heni masih menatapnya dengan saksama, dengan tatapan tidak percaya yang terhambat jelas di wajah dan sorot mata itu. Membuat Brian mengusap wajahnya dengan gemas, kapan Heni bisa mengerti bahwa perasaan yang Brian miliki untuknya itu tulus dari dalam hati Brian!

"Mas, kepalamu habis terbentur?" tanya Heni yang kembali membuat Brian mengeram gemas.

"Nggak ... nggak kok!" Brian segera meraih sumpitnya, "Udah ayo lanjut makan!" Brian segera menjepit dimsum pesanannya dengan sumpit. Mencocolnya di saus lalu melalap makanan itu sambil membayangkan makanan yang dia makan ini adalah Heni.

Bisa Brian lihat Heni tersenyum geli, kembali dia menikmati dimsum miliknya. Tidak lagi berkata-kata apapun. Membuat Brian bertanya-tanya, apakah ada yang salah dengan otak dan pikiran gadis ini? Kenapa dia tidak paham juga dengan maksud Brian? Atau sebenarnya Heni sudah paham, tapi dia pura-pura tidak paham?

"Ini bisa di pesan online, kan, Mas? Mau pesan lagi lain kali." gumam Heni dengan mulut penuh dimsum.

"Nggak! Nggak bisa!" jawab Brian tegas. "Kalau mau beli ke sini, telepon aku! Biar aku antar kamu kesini!"

Brian menelan makanannya, kembali memenuhi mulutnya dengan dimsum udang yang menjadi favorit Brian ketika berkunjung ke sini. Wajah itu nampak terkejut, menatap ke arahnya dengan tatapan bingung. Namun Brian tidak lagi peduli. Dia sudah cukup kesal dan gemas pada Heni, jadi Brian lebih memilih untuk fokus menikmati makannya daripada pusing memikirkan gadis yang dia cintai ini.

'Hen ... kamu ini emang lemot atau pura-pura lemot sih, Hen?'

Brian kembali menatap nanar gadis di hadapannya. Dia benar-benar tampak sangat menikmati makannya dan tidak peduli dengan kalimat-kalimat Brian tadi.

"Habis ini Mas antar aku pulang, kan?"

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Pyeriel
Wkwkkwkw.. lagian si Brian ngapain pake kata2 puitis segala yg membandingkan si Heni dgn dimsum cb lngsng to the poin gt lngsng katakan cinta auto muntaber ntr si Heninya ... hahahaha
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
kocak mah pasangan ini
goodnovel comment avatar
Janni Qq
wkwkkwkw suka suka sm pasangan ini selain yoga karina...lanjut up yg bnyk kak .........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status